Meninggikan Tauhid yang di Hati
Oleh : Felix Y. Siauw
Ada yang niat shalatnya dalam hati, ada juga yang dilafadzkan. Ditanya yang dalam hati, jawabnya saya sudah yakin, yang melafadzkan biar lebih yakin lagi
Keduanya shalatnya sah menurut para ulama, yang salah adalah yang menyalahkan yang lainnya, dan yang jelas salah adalah yang tidak shalat
Karenanya para ulama menyatakan, iman itu memang perkara hati yang ghaib, tapi ditegaskan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan yang nyata terlihat
Artinya, orang beriman itu tak mungkin diam dengan alasan "iman itu dalam hati", tapi imannya itu akan terlihat lewat lisannya, juga di tiap perbuatannya
Dari situ kita tahu, bahwa perkataan, "tauhid itu hanya di hati, tak perlu diangkat-angkat di bendera", itu adalah propaganda sesat dan menyesatkan
Sejarahnya, benderanya Rasulullah Muhammad justru berlafadz tauhid, Rasulullah yang menyuruh meninggikan kalimat itu, lalu siapa kita yang merasa cukup di hati?
Orang-orang ini gagal paham, bahwa yang namanya syiar itu ya harus menyebar luas, diangkat tinggi. Adzan misalnya, itu syiar, maka harus disebar, bukan di japri
Lagipula, orang-orang pandir ini, koar-koar merasa paling NKRI, paling Pancasila, paling harga mati. Lha, kenapa nggak konsisten, kampanye di dalam hati saja?
Penjajah senang dengan kelompok begini, kenapa? Karena kemerdekaan itu cukup di dalam hati saja, tak perlu diproklamirkan, favorit penjajah nih
Apa goalnya mereka? Agar ummat Muslim tak lagi mau mengangkat bendera tauhid, kehilangan kalimat pemersatu yang dulu pernah digunakan Rasulullah
Masalahnya, mereka yang membakar bendera tauhid itu juga sama-sama syiar, bukan membakar dalam hati kan? Sekarang kita paham, mereka standar ganda
Dan yang dihatinya ada tauhid, pasti terganggu saat kalimat tauhid itu dibakar, dan takkan berkomentar miring saat ada yang ingin mensyiarkan bendera tauhid
Maka siapa yang bangga dengan kalimat tauhid, angkat tinggi-tinggi hari ini, tak ada niat buruk apapun, hanya syiar, bahwa inilah kalimat paling tinggi dan mulia.
Sumber : Instagram @felixsiauw
Ada yang niat shalatnya dalam hati, ada juga yang dilafadzkan. Ditanya yang dalam hati, jawabnya saya sudah yakin, yang melafadzkan biar lebih yakin lagi
Keduanya shalatnya sah menurut para ulama, yang salah adalah yang menyalahkan yang lainnya, dan yang jelas salah adalah yang tidak shalat
Karenanya para ulama menyatakan, iman itu memang perkara hati yang ghaib, tapi ditegaskan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan yang nyata terlihat
Artinya, orang beriman itu tak mungkin diam dengan alasan "iman itu dalam hati", tapi imannya itu akan terlihat lewat lisannya, juga di tiap perbuatannya
Dari situ kita tahu, bahwa perkataan, "tauhid itu hanya di hati, tak perlu diangkat-angkat di bendera", itu adalah propaganda sesat dan menyesatkan
Sejarahnya, benderanya Rasulullah Muhammad justru berlafadz tauhid, Rasulullah yang menyuruh meninggikan kalimat itu, lalu siapa kita yang merasa cukup di hati?
Orang-orang ini gagal paham, bahwa yang namanya syiar itu ya harus menyebar luas, diangkat tinggi. Adzan misalnya, itu syiar, maka harus disebar, bukan di japri
Lagipula, orang-orang pandir ini, koar-koar merasa paling NKRI, paling Pancasila, paling harga mati. Lha, kenapa nggak konsisten, kampanye di dalam hati saja?
Penjajah senang dengan kelompok begini, kenapa? Karena kemerdekaan itu cukup di dalam hati saja, tak perlu diproklamirkan, favorit penjajah nih
Apa goalnya mereka? Agar ummat Muslim tak lagi mau mengangkat bendera tauhid, kehilangan kalimat pemersatu yang dulu pernah digunakan Rasulullah
Masalahnya, mereka yang membakar bendera tauhid itu juga sama-sama syiar, bukan membakar dalam hati kan? Sekarang kita paham, mereka standar ganda
Dan yang dihatinya ada tauhid, pasti terganggu saat kalimat tauhid itu dibakar, dan takkan berkomentar miring saat ada yang ingin mensyiarkan bendera tauhid
Maka siapa yang bangga dengan kalimat tauhid, angkat tinggi-tinggi hari ini, tak ada niat buruk apapun, hanya syiar, bahwa inilah kalimat paling tinggi dan mulia.
Sumber : Instagram @felixsiauw
Post a Comment