Pandai dalam Memilih Teman




Oleh: Galih Setiawan

Islam jauh-jauh hari sudah mengingatkan soal bagaimana berteman. Boleh dibilang, hitam-putihnya kualitas manusia sangat mungkin ditentukan oleh faktor teman. Dan karena kita adalah makhluk sosial, persoalan teman menjadi perkara penting. Kita harus memiliki teman dan tidak mungkin bisa hidup sendirian.

Allah menyuruh kita untuk akrab dengan orang yang taat dan ahli ibadah, serta berpaling dari orang yang lalai dan memuja hawa nafsu.

“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja dengan mengharap Ridha-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” 
(Al-Kahfi: 28)

Menurut ayat ini, teman yang baik akan mendorong kita untuk berbuat baik. Teman buruk akan menyebabkan kita jauh dari ibadah. Salah-salah, iman dan keyakinan kita menjadi taruhannya.

Tepatlah sabda Nabi,
“Jangan kamu berteman kecuali dengan orang beriman. Jangan memakan makananmu, kecuali orang bertakwa” (Abu Dawud).

Dalam hadis lain, beliau juga menyatakan, “Seseorang itu bersama yang dicintainya” (Muttafaq Alaih).

Dan ada hadis lain menyatakan, “Seseorang itu berada di atas agama temannya. Maka  hendaklah salah seorang kamu memperhatikan dengan siapa ia berteman” (Tirmidzi)

Orang sangat dimungkinkan terpengaruh dalam agama dan akhlak orang yang diakrabinya. Maka kita harus pandai-pandai dalam memilih teman. Sikap selektif dalam persoalan teman bukanlah tindakan salah. Juga bukan berarti kita telah membeda-bedakan antara manusia satu dan lainnya. Faktanya, membeli pena saja kita memilih, apalagi teman. Salahlah orang yang suka mencemooh sikap selektif dalam memilih teman.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata :
“hendaknya orang yang engkau pilih menjadi sahabat memiliki lima sifat berikut : orang yang berakal, memiliki akhlak yang baik, bukan orang fasik, bukan ahli bidah, dan bukan orang yang rakus dengan dunia” (Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36).

Kemudian beliau menjelaskan : “Akal merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang bodoh. Karena orang yang bodoh, dia ingin menolongmu tapi justru dia malah mencelakakanmu.
Yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah orang yang memahami segala sesuatu sesuai dengan hakekatnya, baik dirinya sendiri atau tatkala dia menjelaskan kepada orang ain. Teman yang baik juga harus memiliki akhlak yang mulia. Karena betapa banyak orang yang berakal dikuasai oleh rasa marah dan tunduk pada hawa nafsunya, sehingga tidak ada kebaikan berteman dengannya.
Sedangkan orang yang fasik, dia tidak memiliki rasa takut kepada Allah. Orang yang tidak mempunyai rasa takut kepada Allah, tidak dapat dipercaya dan engkau tidak aman dari tipu dayanya. Sedangkan berteman denagn ahli bidah, dikhawatirkan dia akan mempengaruhimu dengan kejelekan bidahnya. (Mukhtashor Minhajul Qashidin, 2/ 36-37)

Kewajiban bagi orangtua adalah mendidik anak-anaknya. Termasuk dalam hal ini memantau pergaulan anak-anaknya. Betapa banyak anak yang sudah mendapat pendidikan yang bagus dari orang tuanya, namun dirusak oleh pergaulan yang buruk dari teman-temannya.

Hendaknya orangtua memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak-anaknya, karena setap orangtua adalah pemimpin bagi keluarganya, dan setiap pemimpin kan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Allah Taala juga berfirman :
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan “ (At Tahrim:6).

Semoga Allah Taala senantiasa menjaga kita dan keluaraga kita dari pengaruh teman-teman yang buruk dan mengumpulkan kita bersama teman-teman yang baik.||

Powered by Blogger.
close