‘Kejahatan’ Orangtua terhadap Anak
Oleh : Arif
Wicaksono
Rasulullah
adalah pribadi yang sangat penyayang terhadap anak. Abu Hurairah r.a.
meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah mencium Hasan bin Ali dan didekatnya
ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku
memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari
mereka.” Rasulullah segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham
laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.”
(HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan
dalam shalat pun Rasulullah tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal
ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah mendatangi
kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah. Beliau
meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau
meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR.
Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Begitulah
Rasulullah bersikap kepada anak-anak. Secara halus, beliau mengajarkan kepada
kita untuk memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik
bagaimana bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemahlembutan.
Karena
itu, setiap sikap yang bertolak belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh
Rasulullah, adalah bentuk kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis
kejahatan yang kerap dilakukan orangtua terhadap anaknya.
Pertama, memaki dan menghina anak. Bagaimana
orangtua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai
kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika
itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini
adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.
Rasulullah
sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu
Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kalian akan
dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka
perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Kedua, melebihkan seorang anak
dari yang lain. Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan
anak yang lain adalah bentuk kejahatan orangtua kepada anaknya. Sikap ini
adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturahim anak kepada orangtuanya
dan pangkal dari permusuhan antarsaudara.
Ketiga, mendoakan keburukan bagi anak.
Seseorang
pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya
kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu
menjawab, “Ya.” Abdullah berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah!
Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak
si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orangtuanya.
Keempat, tidak memberi pendidikan
kepada anak. Adalah sebuah
bentuk kejahatan terhadap anak jika orangtua tenggelam dalam kesibukan,
sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah
mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika orangtua
berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha
ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.”
Rasulullah
bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan
pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usia sepuluh tahun.” (HR.
Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah,
tidak ada pemberian yang baik dari orangtua kepada anaknya, selain memberi
pendidikan yang baik. Semoga kita tidak termasuk orangtua yang melakukan empat
kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.
Penulis : Arif
Wicaksono, Pendidik, tinggal di Yogya
Post a Comment