UMI AKAN SEKOLAHKAN KAMU WALAUPUN HARUS MENGEMIS
(Catatan Seorang Guru di SMP Alquran Marifatussalaam. Subang - Jawa Barat)
Siang itu, saat akan dimulai shalat dzuhur anak itu menghampiriku.
"Pak ada umi saya mau mengambil Raport," tegasnya.
"Lah kan bagi raportnya besok!".
"Iya, umi salah baca informasi grup di WA", sambil tertawa kecil.
"Ya sudah Nanti ke ruang guru dengan umi," jawabku.
"Untung sudah dipersiapkan oleh ketua KKG kelas IX jadi tinggal di kasih saja," gumamku dalam hati.
Singkat cerita orang tua hebat itu datang menghampiriku di ruang guru. Terlihat lelah dari wajahnya yang harus menempuh perjalanan dari Bogor ke Subang dengan kendaraan umum. Ku awali obrolan kami dengan menanyakan perjalanan.
"Umi gimana Perjalanannya?", strategi jitu untuk memulai keakraban dengan orang tua.
"Iya ustadz, tadi bus yang saya tumpangin mogok jadi perjalanan 6 jam sampai sini, terus jalannya juga seselewengan (bahasa sunda) katanya flat koplingnya bermasalah".
"Owh begitu!", mengiyahkan ceritanya
"Ustadz, punten saya ambil raportnya sekarang, abinya salah baca di group WA makanya tadi saya kaget. Kok sepi di Marifatussalaam. Saya kalau sama suami, sami'na wa atha'na langsung berangkat".
"Iya umi, tidak apa-apa", jawabku sambil tertawa kecil.
"Anak saya juga tadi menertawakan saya, ustadz. "Umi ngapain kesini? Kan bagi raportnya besok!".
Kusambut dengan tawaku mendengar cerita ibu itu.
"Gimana kakaknya, umi? Katanya hafalannya sudah selesai?". Aku tahu kakaknya karena alumni MS angkatan 1 dan pernah jadi wali kelasnya.
"Alhamdulillah, ustadz. Kakaknya menjadi yang pertama selesai hafalannya di keluarga kami". Dengan raut wajah yang sumringah menggambarkan kebanggan terhadap anak pertamanya itu.
"Sekarang kakaknya dimana, umi?"
"Dia sekarang pesantren Tahfidz di Bogor dengan anak saya yang ke 3. Alhamdulillah anak yang ke 3 juga sudah selesai hafalannya".
"Masya Allah, jadi anak umi sudah hafidz semua?".
"Alhamdulillah, ustadz. Allah mempermudah anak-anak kami. Kakaknya sekarang sudah mutqin 5 Juz karena dulu belajar tamyiz di MS, sekarang dipercaya mengajar tamyiz di pesantrennya. Anak yang ke 3 sekarang sudah mutqin 10 juz. Insyaallah kalau sudah 30 Juz Mutqinnya dapat hadiah umrah dari pesantrennya, dia pengen ngajak umi", kelihatan kelopak matanya mulai berkaca-kaca.
"Insyaallah ananda yang sekarang di MS juga tinggal 5 halaman lagi" ceritaku.
"Alhamdulillah, terimakasih, ustadz! Saya sangat berterimakasih kepada MS karena sudah mendidik anak-anak kami, dulu kakaknya sering nunggak, sekarang adiknya diberikan kebebasan biaya. Saya kalau untuk anak walaupun harus mengemis, rela untuk menyekolahkan anak saya".
Aku hanya bisa tersenyum, "Umi hebat ya, anaknya hafidz Quran semua. Bagaimana caranya umi?".
Ibu itu tersenyum kepadaku sambil berkata, "Ustadz, saya ini punya 6 orang anak. Saya tidak pernah memberikan fasilitas lengkap untuk anak saya karena kami memang tidak mampu untuk melakukan hal itu. Saya ingat waktu mereka kecil, saya punya rezeki untuk memberikan mobil-mobilan, mereka berkeliling memainkanya, disorong ke adiknya, ke kakaknya, mereka tidak pernah berantem merebutkan mainan itu walaupun cuma ada satu, saya mengajarkan kepada anak saya untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan".
Mendengar cerita ibu hebat ini, mataku tak terasa mulai digenangi air mata.
"Masya Allah, umi luar biasa mendidik anak-anak umi. Umi kerja apa?", tanyaku.
"Saya guru PAUD, ustadz. Alhamdulillah tahun-tahun kemarin dapat bantuan dari Gubernur untuk membangun ruangan 2 lokal".
"Alhamdulillah, Allah mempermudah lagi", sahutku.
"Iya, ustadz. Saya sangat bersyukur sekali, di setiap keterbatasan kami, Allah mempermudah prosesnya juga, soalnya kami tidak mematok harga untuk iuran di paud kami. Kalau ga punya uang, ya kami gratiskan. Jadi muridnya lumayan banyak dan saya bisa numpang tidur di PAUD".
"Lah emang rumah umi kemana?", tanyaku kaget dengan cerita ibu hebat itu.
"Saya ga punya rumah, ustadz. Selama ini saya tidur di kelas PAUD yang setiap subuh kami harus beres-beres untuk membersihkannya karena kelasnya mau dipakai anak PAUD", bercerita sambil diselingi tawa ibu hebat ini
Cerita ibu itu mengenai keadannya, seperti cambukan buatku. Tentang nikmat Allah yang mana lagi yang kau dustakan. Seorang ibu hebat yang anaknya hafidz Quran yang tidak pernah lupa untuk bersyukur! Akhirnya, tak terasa menetes juga air mataku.
"Umi tinggal di ruang kelas Paud?".
"Muhun, ustadz makanya anak saya pertama masuk ke MS menganggapnya hotel. Punya kasur sendiri, makan tinggal ngambil. Kalau masalah nyamuk, anak saya sudah kebal ustadz. Kami tiap hari digigit nyamuk", imbuhnya sambil tertawa.
Aku juga mengikuti tawanya walaupun hati ini masih serasa sesak. Di hadapannya seperti merasa kecil. Aku penasaran, bagaimana mencukupi kebutuhan anaknya.
"Umi selama ini bagaimana mecukupi kebutuhan 6 anak umi?", tanyaku lagi.
"Alhamdulillah anak kami sudah mengerti kondisi kami. Mereka tidak pernah minta ditengok ke sini kecuali kalau urusan bagi raport kami selalu utamakan walaupun kami harus pinjam untuk biaya ke sini, ustadz. Uang jajan yang kami berikan juga mungkin hanya cukup untuk beli sampho dan sabun saja. Kalau untuk jajan ada tapi tidak sebesar teman-temannya tapi Alhamdulillah, mereka bisa. Setiap pulang, dia pulang sendiri. Berangkat juga sendiri. Ga pernah kami jemput atau antar".
Dalam hatiku berkata, "Pantas dia jarang ada di kantin sekolah". Tampilannya sederhana, tidak pernah mengeluh, sopan dengan guru, catatan kehadirannya selalu full, liqanya rajin, anak yang luar biasa!
Waktu pun berlalu, aku sampaikan hasil raport anaknya dengan nilai yang sangat memuaskan karena dia anak yang tergolong cerdas dan bisa mengikuti setiap pelajaran. Kemudian ibu itu pamit pulang!
Seminggu pun berlalu, Hari ini aku lihat kembali sosok ibu hebat ini dengan didampingi suaminya. Beliau naik motor dari Bogor ke Subang, menyaksikan anaknya khatamul Qur'an. Suasana tangis tak terbendung menyaksikan anak yang hebat yang luar biasa ini menyelesaikan hafalannya. Ya, itulah mas Haikal Lukman. Putra keduanya.
Sebuah pembelajaran hidup yang sangat luar biasa, tekad memberikan yang terbaik untuk anaknya, sebuah keterbatasan dunia bukan menjadi halangan untuk anaknya berprestasi. Satu kata yang terlontar dari ucapannya yang masih terngiang sampai sekarang di pikiranku, "Umi akan menyekolahkanmu walaupun harus mengemis". Sebuah tekad yang luar biasa dari seorang ibu hebat. Yang Dari setiap keberhasilan anaknya, ada do'a ibu menyertainya. Salut buat ibunda ini, ibu hebat yang telah mengajariku tentang kehidupan. Yang tidak pernah mengeluh, yang taat pada suaminya, yang selalu mengajari anaknya untuk bersyukur.
Nopember 2018
Pesanten Qur'an Marifatussalaam
Walikelas Al Mukmin
Siang itu, saat akan dimulai shalat dzuhur anak itu menghampiriku.
"Pak ada umi saya mau mengambil Raport," tegasnya.
"Lah kan bagi raportnya besok!".
"Iya, umi salah baca informasi grup di WA", sambil tertawa kecil.
"Ya sudah Nanti ke ruang guru dengan umi," jawabku.
"Untung sudah dipersiapkan oleh ketua KKG kelas IX jadi tinggal di kasih saja," gumamku dalam hati.
Singkat cerita orang tua hebat itu datang menghampiriku di ruang guru. Terlihat lelah dari wajahnya yang harus menempuh perjalanan dari Bogor ke Subang dengan kendaraan umum. Ku awali obrolan kami dengan menanyakan perjalanan.
"Umi gimana Perjalanannya?", strategi jitu untuk memulai keakraban dengan orang tua.
"Iya ustadz, tadi bus yang saya tumpangin mogok jadi perjalanan 6 jam sampai sini, terus jalannya juga seselewengan (bahasa sunda) katanya flat koplingnya bermasalah".
"Owh begitu!", mengiyahkan ceritanya
"Ustadz, punten saya ambil raportnya sekarang, abinya salah baca di group WA makanya tadi saya kaget. Kok sepi di Marifatussalaam. Saya kalau sama suami, sami'na wa atha'na langsung berangkat".
"Iya umi, tidak apa-apa", jawabku sambil tertawa kecil.
"Anak saya juga tadi menertawakan saya, ustadz. "Umi ngapain kesini? Kan bagi raportnya besok!".
Kusambut dengan tawaku mendengar cerita ibu itu.
"Gimana kakaknya, umi? Katanya hafalannya sudah selesai?". Aku tahu kakaknya karena alumni MS angkatan 1 dan pernah jadi wali kelasnya.
"Alhamdulillah, ustadz. Kakaknya menjadi yang pertama selesai hafalannya di keluarga kami". Dengan raut wajah yang sumringah menggambarkan kebanggan terhadap anak pertamanya itu.
"Sekarang kakaknya dimana, umi?"
"Dia sekarang pesantren Tahfidz di Bogor dengan anak saya yang ke 3. Alhamdulillah anak yang ke 3 juga sudah selesai hafalannya".
"Masya Allah, jadi anak umi sudah hafidz semua?".
"Alhamdulillah, ustadz. Allah mempermudah anak-anak kami. Kakaknya sekarang sudah mutqin 5 Juz karena dulu belajar tamyiz di MS, sekarang dipercaya mengajar tamyiz di pesantrennya. Anak yang ke 3 sekarang sudah mutqin 10 juz. Insyaallah kalau sudah 30 Juz Mutqinnya dapat hadiah umrah dari pesantrennya, dia pengen ngajak umi", kelihatan kelopak matanya mulai berkaca-kaca.
"Insyaallah ananda yang sekarang di MS juga tinggal 5 halaman lagi" ceritaku.
"Alhamdulillah, terimakasih, ustadz! Saya sangat berterimakasih kepada MS karena sudah mendidik anak-anak kami, dulu kakaknya sering nunggak, sekarang adiknya diberikan kebebasan biaya. Saya kalau untuk anak walaupun harus mengemis, rela untuk menyekolahkan anak saya".
Aku hanya bisa tersenyum, "Umi hebat ya, anaknya hafidz Quran semua. Bagaimana caranya umi?".
Ibu itu tersenyum kepadaku sambil berkata, "Ustadz, saya ini punya 6 orang anak. Saya tidak pernah memberikan fasilitas lengkap untuk anak saya karena kami memang tidak mampu untuk melakukan hal itu. Saya ingat waktu mereka kecil, saya punya rezeki untuk memberikan mobil-mobilan, mereka berkeliling memainkanya, disorong ke adiknya, ke kakaknya, mereka tidak pernah berantem merebutkan mainan itu walaupun cuma ada satu, saya mengajarkan kepada anak saya untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan".
Mendengar cerita ibu hebat ini, mataku tak terasa mulai digenangi air mata.
"Masya Allah, umi luar biasa mendidik anak-anak umi. Umi kerja apa?", tanyaku.
"Saya guru PAUD, ustadz. Alhamdulillah tahun-tahun kemarin dapat bantuan dari Gubernur untuk membangun ruangan 2 lokal".
"Alhamdulillah, Allah mempermudah lagi", sahutku.
"Iya, ustadz. Saya sangat bersyukur sekali, di setiap keterbatasan kami, Allah mempermudah prosesnya juga, soalnya kami tidak mematok harga untuk iuran di paud kami. Kalau ga punya uang, ya kami gratiskan. Jadi muridnya lumayan banyak dan saya bisa numpang tidur di PAUD".
"Lah emang rumah umi kemana?", tanyaku kaget dengan cerita ibu hebat itu.
"Saya ga punya rumah, ustadz. Selama ini saya tidur di kelas PAUD yang setiap subuh kami harus beres-beres untuk membersihkannya karena kelasnya mau dipakai anak PAUD", bercerita sambil diselingi tawa ibu hebat ini
Cerita ibu itu mengenai keadannya, seperti cambukan buatku. Tentang nikmat Allah yang mana lagi yang kau dustakan. Seorang ibu hebat yang anaknya hafidz Quran yang tidak pernah lupa untuk bersyukur! Akhirnya, tak terasa menetes juga air mataku.
"Umi tinggal di ruang kelas Paud?".
"Muhun, ustadz makanya anak saya pertama masuk ke MS menganggapnya hotel. Punya kasur sendiri, makan tinggal ngambil. Kalau masalah nyamuk, anak saya sudah kebal ustadz. Kami tiap hari digigit nyamuk", imbuhnya sambil tertawa.
Aku juga mengikuti tawanya walaupun hati ini masih serasa sesak. Di hadapannya seperti merasa kecil. Aku penasaran, bagaimana mencukupi kebutuhan anaknya.
"Umi selama ini bagaimana mecukupi kebutuhan 6 anak umi?", tanyaku lagi.
"Alhamdulillah anak kami sudah mengerti kondisi kami. Mereka tidak pernah minta ditengok ke sini kecuali kalau urusan bagi raport kami selalu utamakan walaupun kami harus pinjam untuk biaya ke sini, ustadz. Uang jajan yang kami berikan juga mungkin hanya cukup untuk beli sampho dan sabun saja. Kalau untuk jajan ada tapi tidak sebesar teman-temannya tapi Alhamdulillah, mereka bisa. Setiap pulang, dia pulang sendiri. Berangkat juga sendiri. Ga pernah kami jemput atau antar".
Dalam hatiku berkata, "Pantas dia jarang ada di kantin sekolah". Tampilannya sederhana, tidak pernah mengeluh, sopan dengan guru, catatan kehadirannya selalu full, liqanya rajin, anak yang luar biasa!
Waktu pun berlalu, aku sampaikan hasil raport anaknya dengan nilai yang sangat memuaskan karena dia anak yang tergolong cerdas dan bisa mengikuti setiap pelajaran. Kemudian ibu itu pamit pulang!
Seminggu pun berlalu, Hari ini aku lihat kembali sosok ibu hebat ini dengan didampingi suaminya. Beliau naik motor dari Bogor ke Subang, menyaksikan anaknya khatamul Qur'an. Suasana tangis tak terbendung menyaksikan anak yang hebat yang luar biasa ini menyelesaikan hafalannya. Ya, itulah mas Haikal Lukman. Putra keduanya.
Sebuah pembelajaran hidup yang sangat luar biasa, tekad memberikan yang terbaik untuk anaknya, sebuah keterbatasan dunia bukan menjadi halangan untuk anaknya berprestasi. Satu kata yang terlontar dari ucapannya yang masih terngiang sampai sekarang di pikiranku, "Umi akan menyekolahkanmu walaupun harus mengemis". Sebuah tekad yang luar biasa dari seorang ibu hebat. Yang Dari setiap keberhasilan anaknya, ada do'a ibu menyertainya. Salut buat ibunda ini, ibu hebat yang telah mengajariku tentang kehidupan. Yang tidak pernah mengeluh, yang taat pada suaminya, yang selalu mengajari anaknya untuk bersyukur.
Nopember 2018
Pesanten Qur'an Marifatussalaam
Walikelas Al Mukmin
Post a Comment