Pentingnya Pendidikan Seks



 Oleh: Lilis Mayasari

Pendidikan seks menjadi suatu perhatian penting bagi para orangtua dan juga para pendidik dalam melaksanakan tanggung jawab yang telah Allah amanahkan.  Sebagai orangtua dan juga pendidik di era modern ini, pembahasan tentang seks  bukan lagi menjadi hal yang tabu, akan tetapi justru menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan demi menjaga kemaslahatan baik untuk pribadinya ataupun masyarakat pada umumnya.

Pendidikan seks di sini dimaksudkan, yaitu memberikan pengajaran, pengertian, dan keterangan yang jelas kepada anak ketika ia sudah memahami hal-hal yang berkaitan dengan seks dan pernikahan.

Sebagaimana telah dipaparkan oleh penulis Abdullah Nashih Ulwan, ada beberapa fase yang perlu diperhatikan oleh para pendidik dalam pendidikan seks, salah satunya yaitu pada fase usia antara 7-10 tahun, dinamakan fase kanak-kanak usia akhir (tamyiz). Pada usia ini anak-anak diajarkan etika meminta izin untuk masuk (ke kamar orangtua dan orang lain) dan etika melihat lawan jenis.

Etika meminta Izin
Pada fase ini anak-anak perlu dibentuk pembiasaan agar selalu meminta izin ketika anak memasuki kamar orangtuanya, pada waktu-waktu tertentu dimana, saat itu mereka tidak ingin atau tidak boleh dilihat oleh anak-anak. Yakni di waktu subuh, siang hari dan sesudah isya. (QS An Nuur 58-59)

Dari ketiga waktu yang diharuskan meminta izin tersebut, terdapat nilai-nilai pendidikan untuk anak tentang dasar-dasar etika bersama keluarganya. Sehingga anak tidak akan dikagetkan dengan suatu keadaan yang tidak baik untuk dilihat ketika ia memasuki kamar orangtua/orang dewasa yang telah menikah.

Etika Melihat
Ketika anak berusia kanak-kanak akhir (tamyiz), pada usia ini menjadi perhatian penting bagi para pendidik untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang etika melihat lawan jenis.

Tujuannya agar anak mengetahui mana yang halal untuk dilihat dan mana yang haram. Berikut uraian etika melihat lawan jenis yang harus diajarkan dan dibiasakan kepada anak: Pertama, etika melihat mahram. Setiap perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki begitupun sebaliknya, maka disebut mahramnya. Di antaranya yang termasuk  mahram, yaitu; 1) perempuan yang haram dinikahi karena nasab, 2) perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena penyusuan, 3) perempuan yang haram dinikahi karena terikat hubungan pernikahan.

Sebagaimana yang diterangkan di dalam Al Quran dan Sunnah yang boleh dilihat dari mahram perempuannya, yaitu sebatas yang menjadi kebiasaan untuk  dilihat, seperti leher, kepala, kedua telapak tangan, kedua kaki, dan seterusnya. Ia tetap tidak boleh melihat yang biasanya tertutup, seperti dada, punggung, perut dan seterusnya. Penjelasan ini diperkuat dalam firman Allah surat An-Nur ayat 31.

Para pendidik juga orangtua sangat berperan untuk mengarahkan dan menjadi pengingat sekaligus penasehat kepada anak-anaknya tentang batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilihat pada mahramnya. Mengingat kebiasaan masyarakat pada umumnya, batasan-batasan tersebut terkadang masih jauh dari perhatian.

Etika melihat perempuan bukan mahram
Perempuan yang bukan mahram, yaitu semua perempuan yang halal bagi laki-laki untuk menikahinya, seperti sepupu dari paman atau bibi, saudari ipar (istri kakak atau adik), istri paman, saudara perempuan istri, dan bibinya.

Ketika anak sudah memasuki usia kanak-kanak akhir, itu disamakan dengan laki-laki dewasa. Mereka harus dipisahkan dari perempuan yang bukan mahramnya. Perintah kepada laki-laki maupun perempuan untuk menahan/menundukkan pandangan tidak lain sebagai bentuk kehati-hatian akan lahirnya sebuah fitnah dari pandangan tersebut. Secara pasti tujuan yang ingin dicapai Islam dari perintah menundukkan pandangan, sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Fi Zhilal Al-Quran, yaitu untuk membentuk masyarakat yang bersih, yang tidak mengumbar nafsunya disetiap saat, dan tidak mengikuti hasratnya setiap waktu.

Adanya perintah menahan/menundukkan pandangan juga bertujuan sebagai salah satu cara preventif dari hal-hal negatif yang memancing hawa nafsu, sehingga bisa berakibat merusak moral, perilaku sosial, dan juga kemaslahatan umat.

Dari berbagai penjelasan diatas terkait pendidikan seks pada anak, kiranya sebagai pendidik juga orangtua untuk selalu senantiasa memberikan penjelasan, pemahaman, pengarahan tentang  pendidikan seks kepada anak-anaknya dengan terus belajar ilmu agar bisa memberikan pengarahan sesuai dengan fase usianya.

Sehingga, tidak lain yang diharapkan kepada anak-anak, yaitu kelak mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang beriman, cerdas, berakhlak mulia serta menjadi figur teladan dimanapun mereka berada.||

Penulis: Lilis Mayasari, Penulis lepas
Powered by Blogger.
close