Yang Gaji Kamu Siapa?



Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Kalau waktu gajian kamu bayarkan gaji pembantu di rumahmu tepat waktu, itu bukan kemurahan hati. Bukan pula kehebatan yang layak dibangga-banggakan. Itu hutang yang harus kamu lunasi atas pekerjaan yang sudah ia jalani selama satu bulan. Menunda-nundanya tanpa alasan yang haq adalah kezaliman. Apalagi menahan pembayaran dengan memberinya syarat untuk melakukan sesuatu di luar pekerjaannya; tidak pula ada hubungannya dengan pekerjaan.

Sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:

لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ

“Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah).

Jadi jangan merasa berjasa hanya karena telah membayarkan gaji yang memang menjadi hak orang yang telah menunaikan pekerjaannya. Jangan pula menganggap pembantu di rumahmu berhutang budi, lalu menuntut mereka untuk balas budi kepadamu. Tak perlu bertanya, "Yang bayar gaji kamu siapa?"

Seandainya kamu melebihkan pembayaran dengan menggunakan uang pribadimu, itu pun tak pantas bagimu mengungkit-ungkit kebaikan. Apalagi andaikata ini terjadi di sebuah kantor atau perusahaan yang kamu hanya bertugas melakukan pembayaran, maka tidak ada hak bagimu melebihkan pembayaran menggunakan uang kantor sekehendak dirimu.

Takutlah kalau bersebab menunda-nunda pembayaran kepada orang yang memang berhak atas gajinya, lalu Allah Ta’ala jatuhkan kehormatanmu.

Ingatlah, prinsip pokok pembayaran gaji atau upah adalah yang menyegerakan. Nabi shallaLlahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah).

Jika karena kamu terhalang oleh uzur syar’i untuk dapat segera menunaikan pembayaran, maka usahakanlah untuk secepatnya dapat memenuhi kewajiban. Mintalah kelapangannya untuk memaafkan atas ketidakmampuanmu menunaikan segera. Bukan kesengajaan menunda-nunda.

Mohammad Fauzil Adhi, Penulis Buku
Powered by Blogger.
close