Antara Keinginan dan Kebutuhan
Oleh : Tuswan Reksameja
Ada beberapa orangtua yang ingin membahagiakan anak-anaknya
sehingga terlalu memanjakan mereka. Anak menginginkan ini diberi, anak
menginginkan itu diberi. Pokoknya ia tidak rela melihat anaknya bercucur air
mata hanya karena tidak mendapati yang diingini. Ia tidak rela jika anaknya
harus susah payah mendapatkan sesuatu yang ingin dimiliki.
Tidak sedikit pula suami istri yang tidak sepaham dalam
membahagiakan anak-anak. Yang satu berperinsip kalau menuruti seluruh permintaan
anak-anak adalah wujud dari membahagiakan mereka. Yang satunya berprinsip
setiap permintaan anak tidak harus dituruti.
Nah, tentu jika kedua orangtua berbeda prinsip dalam mendidik
anak-anak mereka, mereka akan menjadi anak yang tumbuh dalam kebingungan, besar
dalam kebimbangan. Karena anak-anak mendapati orangtua yang berbeda prinsip.
Penulis tidak akan membahas lebih detail tentang perbedaan
prinsip orangtua dalam mendidik anak-anak mereka. Penulis akan lebih fokus
bahwa terkadang sebagai orangtua kita lebih sering membelikan anak-anak kita
sesuatu yang seharusnya tidak dibutuhkan mereka.
Cobalah kita tengok berapa losin alat permainan yang sudah kita
beli untuk anak-anak kita? Sesekali coba kita kumpulkan alat permainan
anak-anak kita. Alasan orangtua memang bermacam ketika membelikan mainan kepada
mereka, ada yang karena mainannya rusak, ada yang karena anak sudah bosan, dan
lain sebagainya.
Tentu membeli alat-alat permainan anak, jika itu tidak
berlebihan tidaklah mengapa. Tapi yang sering kita dapati adalah segunung alat
permainan anak yang terus dan terus kita beli, sehingga sebenarnya banyak alat
permainan lama yang bisa dipakai tetapi karena ada yang baru anak-anak enggan
menyentuh apalagi memainkannya.
Jika hal ini dilakukan terus menerus, secara tidak sadar
orangtua mengajarkan kepada anak berbuat boros. Di mana mereka membeli sesuatu
yang sejatinya tidak terlalu dibutuhkan oleh anak-anak.
Karena pada prinsipnya, satu rupiah yang dikeluarkan jika itu
untuk sebuah kesia-siaan atau lebih jauh utk kemaksiatan adalah pemborosan.
Tapi lebih dari satu rupiah pun jika itu untuk sesuatu yang dibutuhkan atau
untuk kebaikan bukanlah perbuatan boros.
Jika sikap kita terhadap harta ini boros, maka akan menghasilkan
sesuatu yang mubadzir, sesuatu yang sia-sia. Hanya memenuhi keinginan nafsu
saja, bukan kebutuhannya. Padahal dalam isi kepalanya ada banyak sekali
keinginan yang melebihi kebutuhan.
"Sungguh mubadzir itu adalah teman dari syetan" begitu
Al-Quran menggambarkannya.
Maka sebagai orangtua, mari berpikir ulang untuk selalu berbuat
mubadzir ini. Cobalah mengajak anak-anak untuk berpikir tentang kemubadziran.
Dialog dan diskusi dengan mereka bagaimana sebaiknya harta yang dipunyai
digunakan.
Sesekali ajak mereka ke tempat-tempat anak yang kurang beruntung,
anak-anak yang tidak pernah mendapatkan banyak fasilitas kemudahan. Anak-anak
yang kalau menginginkan sesuatu harus kerja keras dahulu. Harus mencari dengan
susah payah. Ajak anak-anak itu bercengkrama dengan mereka. InsyaAllaah jika
sering dilakukan akan mengajarkan kepada anak-anak bagaimana ia memperlakukan
harta dengan bijak.
Beri motivasi mereka untuk memberikan bantuan akan barang-barang
yang dimiliki, harta yang bukan sekadar dinikmati sendiri namun bisa ia bagi
kepada yang membutuhkan. Ajak mereka untuk berpikir, apakah yang ia beli itu
sesuatu yang diinginkan atau sesuatu yang dibutuhkan?
Wallahu a'lam
Tuswan Reksameja, Redaktur Majalah Fahma
Post a Comment