Ketika Cinta Membara dan Rindu Menderu
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Bukan jalinan kalimat romantis tandanya cinta. Bukan pula tutur kata mendayu penanda rindu. Ibarat secangkir kopi, nikmatnya bukan karena hadirnya gula, bukan pula karena tuangan krimer. Boleh saja keduanya ada, tetapi bukan itu penakar yang kualitas yang pas.
Ada ungkapan Bugis yang menarik untuk direnungi, "Tellu ronna sitinro’, cinna-e udaani-e, napassengereng. Tiga tak dapat dipisah; cinta, rasa rindu yang memanggil-manggil dan kenangan indah."
Maka tak mungkin ada cinta jika perpisahan tak membangkitkan kerinduan. Tak mungkin disebut cinta jika bersamanya senantiasa membosankan. Bukan mengukir kenangan yang indah, meski hanya bincang sederhana.
Adakah suami-istri yang tak saling merindu saat berpisah? Ada. Yang lebih ironis manakala ada penantian tentang kembalinya, tetapi kerinduan itu kepada sosok orangnya.
Kapankah suami-istri tak saling merindu? Jika akhlak yang baik tercabut di antara mereka berdua; keduanya atau salah satu di antara mereka. Sebab, "Ininnawa mitu denre sisappa, sipudoko, sirampe teppaja." Hanya budi baik yang akan saling mencari, saling menjaga, dalam kenangan tiada akhir.
Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting
Post a Comment