Meniru Tapi Jangan Tasyabbuh
Prinsip belajar yang paling mendasar adalah meniru (imitation). Guru cukup memberikan contoh apa yang dimaui guru dari murid, kemudian murid tinggal meniru.
Cara yang mudah dan mendasar dalam belajar. Cara belajar yang paling tua pun dilakukan dengan prinsip meniru. Ketika Qobil putra Adam tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap jenazah adiknya (Habil). Maka Allah Taala mengutus burung gagak, dan menunjukkan contoh memperlakukan gagak yang mati dengan cara menguburkannya. Qobil pun belajar dengan meniru burung Gagak.
Prinsip belajar dengan meniru adalah cara yang paling mudah dilakukan oleh murid, dibanding cara belajar yang lain. Seperti mencoba-coba (trial and error), berpikir, dan pengkondisian. Anak-anak adalah peniru yang hebat. Entah dari hal yang sengaja dicontohkan atau tidak.
Orangtua sering dibikin kaget dengan ucapan dan perilaku anak. Tidak menyangka bisa melakukan sesuatu. Dari mana ia dapatkan itu? Kalau yang ditiru adalah hal yang baik, tentu membuat orangtua bangga. Tetapi kalau sesuatu yang tidak baik, apalagi tidak pantas. Tentu membuat hati orangtua duka.
Guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru (dipatuhi dan diikuti) tidak akan lekang digerus masa. Itulah yang melekat sepanjang zaman. Karena itulah guru dan orangtua harus hati-hati. Karena anak adalah peniru dan ada meniru yang tidak diperbolehkan, yaitu tasyabbuh. Apakah tasyabbuh itu?
Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili menyampaikan bahwa yang tergolong tasyabbuh adalah melakukan perbuatan yang tidak dilakukan kecuali oleh orang kafir bukan karena kebutuhan manusia.
Sedangkan Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan bahwa yang tergolong tasyabbuh kepada orang kafir adalah seorang muslim melakukan hal yang merupakan ciri khas kafir.
Adapun jika hal itu tersebar antara kaum muslimin dan bukan ciri khas kaum kuffar maka bukanlah tasyabbuh.
Bagaimana agar anak tidak terjerumus dalam tasyabuh? Pertama, sejak dini anak harus diberi pengertian tentang tasyabbuh yang dilarang. Tentu dengan cara dan bahasa yang sesuai dengan usianya saat diberikan. Sehingga dirasa anak lebih alami dan tidak membebani. Diimbangi dengan memperkuat kebanggaan menggunakan identitas diri sebagai muslim. Terutama dalam berucap, bersikap, dan berpakaian.
Kedua, orangtua dan guru harus sering mengkonter propaganda orang Yahudi, Nasrani, dan kafir melalui media massa. Melalui media massa, terutama televisi, anak mudah sekali meniru. Dan di situ tersiar gaya hidup orang-orang kafir yang sengaja dipropagandakan. Berarti orangtua dan guru juga harus mengikuti media massa yang menyiarkan propaganda gaya hidup orang kafir. Dengan mengetahui bahannya, maka orangtua dan guru bisa mengkonter dengan tepat dan cepat.
Ketiga, orangtua dan guru tidak mentolerir turunan dari gaya hidup orang kafir. Misalnya, ada kejadian seorang guru menemukan botol minum yang bentuknya tidak lazim sebagaimana anak membawa bekal minum. Botol yang ditemukan di kelas lima SD itu terbuat dari kaca dan berbentuk sebagai kemasan minuman keras. Minuman yang dilarang. Setelah diusut, diketahui bahwa pemilik botol itu ketika minum memang bergaya seperti orang yang minum khomr. Ia dengan bangganya memamerkan kepada teman-teman bagaimana ia minum sebagaiman yang ia lihat di televisi. Meskipun minuman yang ada dalam botol itu berupa air teh atau jus buah, tetapi cara atau gaya minum seperti itu tidak boleh ditolerir.||
Post a Comment