Sakit Mengingatkan Nikmatnya Sehat



Oleh : Tuswan Reksameja

Sakit adalah musibah, apabila tertimpa musibah hendaknya kita mengucap, “Sesungguhnya kepunyaan Allah dan sungguh kepada Allahlah tempat kembali.” Seperti yang diajarkan Allah dalam surat Al-Baqarah. Musibah memang datang dari Allah Ta’ala, karena sungguh segalanya memang dari Allah. Jangan pernah mengaitkan musibah karena mimpi kita, karena kejatuhan cicak yang padahal cicaknya juga kena musibah jatuh, atau karena mengikuti suara tokek, dalam bahasa Agama Islam disebut tiyarah. Jangan. Karena itu bisa membahayakan keimanan kita. Musibah datang dari Allah Ta’ala, sebagai hambaNya tentu kita harus menerima dan berusaha keluar dari musibah tersebut.

Saat musibah sakit menimpa kita, sungguh itupun kifarat untuk menggugurkan dosa-dosa yang telah diperbuat. Syaratnya cukup dengan ikhlas menerima sakit. Ikhlas menerima sakit bukan terus kita diam saja tanpa mencari sembuh, kita harus aktif mencari sembuh agar sakit yang diderita nantinya akan diangkat.

Ikhlas sakit bisa ditafsirkan kita menerima sakit dan tidak mengeluh karena sakit, apalagi sampai kita menyalahkan Allah tidak adil atau lainnya. Ikhlas ini juga kita tidak dianjurkan mencari sembuh dengan cara-cara yang diharamkan, semisal mencari sembuh di tempat dukun, atau tempat-tempat yang tidak dibenarkan oleh syariat.

Hakikat sakit kita jadi paham, bagaimana nikmatnya sehat. Maka seharusnya rasa syukur bertambah saat sakit menimpa kita.

Cobalah kita tengok kisah nabi Ayub ‘alaihissalam, beliau ditimpa sakit menahun, tapi Beliau tetap bersabar, beliau menyampaikan nikmat kesehatan yang Engkau berikan, wahai Tuhan, lebih banyak dari sakit yang Engkau anugerahkan padaku. Nah, saat sakit menimpa kita, cobalah kita kalkulasi, sekarang sudah berapa tahun hidup? Apakah selama hidup kita lebih banyak sakit dari sehatnya?

Ambillah pelajaran dari semua musibah, lebih baik bersusah-susah di dunia, dicuci oleh Allah dengan berbagai kesusahan dunia, dari pada ditimpa kesusahan di akhirat dan jadikanlah semua musibah sebagai koreksi atas segala amalan yang telah kita perbuat.

Wallahu a’lam bi shawab

Tuswan Reksameja, Redaktur Majalah Fahma

Powered by Blogger.
close