Ayah Tidak Berintegritas Melahirkan Anak Atheis


Oleh : Jamil Azzaini

Perilaku ayah bisa berdampak besar kepada anak. R.C. Sproul dalam bukunya Objections Answered memberi contoh tentang hal ini.

Ada seorang anak muda Yahudi dibesarkan di Jerman. Anak kecil ini sangat kagum dengan ayahnya yang mengajarkan bahwa semua hal harus berpusat kepada kegiatan relegius, sesuai keyakinan mereka. Sang ayah pun sering mengajak anak muda ini ke tempat ibadah mereka, Sinagog.

Saat sang bocah berusia 10 tahun, keluarga mereka pindah ke kota lain yang tidak memiliki Sinagog, hanya ada sebuah gereja Lutheran. Kehidupan orang di kota ini sangat relegius dan terikat dengan gereja. Orang-orang terbaik di kota ini tergabung menjadi jamaah gereja.
Tanpa diduga, sang ayah mengajak keluarganya untuk meninggalkan tradisi Yahudi dan beralih serta bergabung dengan gereja Lutheran. Ketika anggota keluarganya bertanya mengapa harus berpindah tradisi? Sang ayah menjelaskan bahwa itu akan menguntungkan bisnisnya.

Si bocah kecil kecewa. Ia merasa orang tuanya tidak memiliki integritas, plin-plan. Apa yang diyakini dan dilakukannya berbeda. Pikiran dan tindakan sang ayah tidak selaras. Si bocah kecil marah dalam waktu yang lama.

Saat tumbuh dewasa, sang bocah ini melanjutkan studi ke Inggris. Ia akhirnya menulis sebuah buku yang memperkenalkan ide dan gagasan bahwa agama sebagai candu masyarakat. Ia membuat gerakan yang mengajak orang lain untuk tidak percaya dengan Tuhan. Idenya kini tersebar ke berbagai penjuru dunia. Nama si bocah atheis itu adalah Karl Marx, pendiri gerakan komunis.

Anak ini akhirnya menjadi tidak percaya dengan Tuhan karena dipengaruhi oleh seorang ayah yang tidak punya integritas.

Ya, integritas yang hilang bisa melahirkan kebencian dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari orang-orang di sekitarnya baik di rumah maupun perusahaan tempat orang tersebut bekerja.

Waspadalah, jangan sampai integritas kita luntur karena lingkungan yang berubah.

Jamil Azzaini, Penulis Buku dan Motivator
Powered by Blogger.
close