Berempati Kepada Siswa
Oleh : Mahmud Thorif
“Capek, Pak, belajar terus” begitu
biasanya yang terucap oleh siswa saat guru memberi tugas. Jika guru tidak
memperhatikan, dia akan memberikan ‘cap’ anak malas, anak manja, atau hal
negatif lainnya.
Agar tidak terjadi hal tersebut, guru harus
berempati kepada siswa, bagaimana kalau posisi guru sebagai siswa. Bisa
dibayangkan, jika di pagi hari saat bangun pagi, akan mandi, mau sarapan siswa
sudah mendapat marah dari orang tuanya, pasti jiwa siswa tersebut lelah.
Beruntung kalau ada siswa dengan orang tua penyabar, pasti ungkapan
membangunkan, menyuruh mandi, menyuruh sarapan dengan kata-kata yang enak
didengar. Kalau siswa mendapati orang tua yang mudah marah, mudah emosi? Mereka
akan ‘dihajar’ habis-habisan dengan kata-kata atau bahkan ada juga orang tua
yang ringan tangannya memukul mereka, ada juga yang enteng kakinya
menendangnya.
Empati menjadi jalan guru untuk mengetahui
bagaimana sesungguhnya suasana hati siswanya. Jika pagi hari sarapannya adalah
amarah orangtua, siang hari amarah guru-gurunya, sore hari amarah guru TPA nya,
malam hari amarah guru lesnya, wajar jika mereka capek jiwanya, lelah hatinya,
runtuh perasaannya. Apalagi jika itu siswa dapatkan setiap hari. Wajar jika
siswa kita memberontak.
Sebagai guru tentu harus
bijaksana, guru harus paham kapan saat harus memberi tugas kepada
siswa-siswanya dan kapan harus memberi mereka jeda istirahat. Siswa yang
terlalu banyak mendapat PR pun dampaknya buruk, siswa yang dibiarkan tanpa PR
pun juga bisa berakibat buruk. Jadi harus seimbang.
Dengan
empatilah guru akan bisa mengerti seandainya menjadi siswa dengan banyak beban
yang ditanggung dari orang tuanya, dari gurunya, dan dari masyarakat.
Berempatilah kepada siswa, guru akan semakin bijak menjalani profesinya.
Post a Comment