Love and Sacrifice


Oleh : Syaiful Anshor

Nabi Ibrahim bahagia luar biasa. Akhirnya doa-doa terindah yang selama ini dipanjatkan tanpa lelah dikabulkan. Abul Anbiya ini dikaruniai anak: Ismail. Shaleh, ganteng, sehat, dan, ah sempurna sebagai anak. Ismail beranjak dewasa dan mandiri. Kebahagiaan Ibrahim semakin bertambah- tambah.

Tapi, begitulah cara Allah menguji keimanan dan kecintaan hamba-Nya. Saat cinta dan kebahagiaan memiliki seorang anak sedang membuncah, perintah itu datang. Lewat mimpi. Bukan main-main: Nabi yang pernah dilempar ke kobaran api itu diperintahkan untuk menyembelih darah dagingnya yang selama ini dinanti nanti, dan begitu dicintai.

Meski cinta sedang membuncah, tidak lantas Ibrahim mengabaikan perintah. Dia langsung mengutarakannya kepada Ismail, "Bagaimana pendapatmu dengan perintah itu?" dan dengan mantap dan yakin dijawab Ismail, "Duhai Ayahku, lakukanlah titah Allah, InsyaAllah kau akan dapati aku termasuk orang yang sabar."

Perintah menyembelih Ismail sebenarnya sekadar ujian. Allah ingin tahu sejauh mana cinta Nabi Ibrahim itu kepada dirin-Nya: lebih cinta kepada putranya, Ismail ataukah kepada Tuhannya, Allah Ta'ala?  Sejarah mencatat, Nabi Ibrahim lebih memilih Allah. Perintah itu dikerjakan. Ismail disembelih. Namun, saat pisau tajam itu hendak mengoyak leher Ismail, Allah menggantinya dengan kibas yang gemuk, dan besar.

Pengorbanan Ibrahim bentuk kecintaan Allah melebihi segalanya: melebihi cinta kepada anaknya. Dan dia tahu, bahwa segalanya bersumber dan pemberian dari Allah. Jadi, jika Allah meminta, maka tak ada alasan untuk menahan, dan tidak mengeluarkannya. Inilah kunci pengorbanan: cinta. Tanpa cinta, tak mungkin berani berkorban.


Maka, seberapa besar cintamu kepada Allah?

Syaiful Anshor, Wartawan dan Penulis Buku
Foto : Syaiful Anshor
Powered by Blogger.
close