Beri Mereka Dukungan, Perhatian, dan Umpan Balik


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Ada perasaan berbeda kali ini ketika bakda Maghrib anak saya yang ketujuh berpamitan mengajari teman sebayanya baca Al-Qur'an. Saat ia hendak mencium tanganku, segera kuraih tangannya dan menciumnya. Teringatlah saya panggilan kesukaannya semasa play group dan TK. Ia senantiasa memperkenalkan diri sebagai "Bu Sakin", alih-alih menyebut nama lengkap. Setiap kali ada tamu datang dan menanyakan namanya saat ia bergegas menemui, senantiasa ia memperkenalkan diri dengan “Bu Sakin”. Ia segera mengoreksi kalau ada tamu yang menyebut namanya dengan Sakin atau Sakinah saja tanpa kata “Bu”.

Aku termangu saat ia melangkah keluar. Bukan. Dulu bapaknya tidak seperti itu. Saat seusianya, di awal kelas 4 SD, saya belum dapat mengajarkan baca Al-Qur'an kepada teman-teman seumur. Di usia itu saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku-buku pinjaman yang seringkali bukan bacaan anak-anak. Maklum, mengandalkan buku pinjaman. Jika punya uang hasil dari menabung, hari Ahad merupakan saat yang tepat mengayunkan kaki sejauh 6 kilometer demi mendapatkan buku bacaan. Kelak ketika SMP kelas 2 barulah saya dapat mengajarkan bahasa Inggris kepada teman sebaya maupun kakak kelas yang mau Ebtanas (sekarang disebut UAN).

Sejenak kuteringat pada surat Al-Furqan, ada sebuah do'a di sana:

رَبَّÙ†َا Ù‡َبْ Ù„َÙ†َا Ù…ِÙ†ْ Ø£َزْÙˆَاجِÙ†َا ÙˆَØ°ُرِّÙŠَّاتِÙ†َا Ù‚ُرَّØ©َ Ø£َعْÙŠُÙ†ٍ ÙˆَاجْعَÙ„ْÙ†َا Ù„ِÙ„ْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ Ø¥ِÙ…َامًا

"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqan, 25: 74).

Ibnu 'Allaan rahimahuLlah berkata dalam Daliilul Faalihiin, "(Pada ayat tersebut) Allah memulai dengan menyebut istri-istri karena pada kebaikannya terdapat kebaikan anak keturunannya."

Artinya, jika malam ini ia berpamitan mengajarkan Al-Qur'an, itu bukan tentang bapaknya. Itu tentang ibu yang mengasuh, mengusap kepalanya dan mendampingi anak belajar. Juga tentang guru-gurunya yang mengajar dengan sabar di sekolah.

Sudah beberapa pekan ini ia belajar mengajar. Tak sendirian. Ada juga kakak kelasnya, putri seorang sahabat saya, yang turut belajar mengajar. Di rumahnyalah kegiatan ini berlangsung. Harapan saya cuma satu, semoga langkahnya barakah sehingga hatinya betul-betul terikat dengan Al-Qur'an. Ia membaca, meyakini dan memegangi sepenuh kekuatan.

Ø®ُØ°ِ الْÙƒِتَابَ بِÙ‚ُÙˆَّØ©ٍ ۖ

Maka bukan hadiah yang perlu diberikan untuk menguatkan motivasinya. Bukan. Yang ia perlukan adalah dukungan, perhatian dan umpan balik.

Tak boleh memberi hadiah? Boleh saja, tetapi tidak sebagai balasan bagi kegiatannya, melainkan tanda cinta dan perhatian yang tak terikat oleh waktu. Sayang sekali kalau motivasi dari dalam diri justru rusak oleh hadiah. Mendapatkan kepercayaan mengajari teman sebaya maupun yang sedikit di atasnya, sudah merupakan kehormatan tersendiri. Ini tak dapat dibeli dengan uang maupun hadiah-hadiah.

Sekali lagi, ini bukanlah tentang seorang bapak yang baik. Bukan. Saya masih teramat jauh. Ini adalah tentang ibu dan guru-guru yang mendidik dengan telaten dan sabar.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku dan Motivasi

Sumber : www.facebook.com/183316298384173/posts/2437556152960165/
Foto : ATIN
Powered by Blogger.
close