Jangan Jadi Ayah Bisu!
Oleh : Adi Sulistama
Al-Qur’an
menyebutkan beberapa kisah ayah bersama
anaknya. Di antaranya adalah kisah Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Ya’qub dalam surat Al- Baqoroh 132-133, QS.
Luqman 12-19, QS. Yusuf. Proses pendidikan bukan hanya terjadi pada kita saja,
akan tetapi terjadi pula pada para Nabi dan Rasul.
Ketika kita membaca kisah Nabi Ibrahim yang sabar dalam menjalankan perintah Allah.
Hajar yang tegar, dan Ismail yang sabar. Pertanyaannya apakah pengorbanan
mereka datang secara kebetulan atau melalui proses tarbiyah (pendidkan)?
Jika contoh diatas ada pada Nabi dan
Rasul. Maka beda halnya dengan Luqman. Dia adalah hamba Allah yang shalih.
Berkat keshalihannya Allah berikan padanya kata-kata hikmah yang menghiasi
lembaran Al-Qur’an. Nasihat Luqman yang ia berikan kepada anaknya dan menjadi
pelajaran bagi kita.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”. (Q.S. Luqman 31:13)
Bahkan untuk pendidikan anak perempuan
sekalipun, hendaknya seorang ayah tidak melemparkan tanggung jawab kepada sang
istri. Contohnya adalah bagaimana kesuksesan Nabi Zakaria dalam mendidik dan
membesarkan Maryam. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan
anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang
baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan
bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalanku?”
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub
kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang
kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Q.S. Al Baqarah 2:133).
Sudah sangat jelas bahwa di dalam Islam,
peran ayah bukan hanya sebatas memberi nafkah saja. Ayah juga memiliki tanggung
jawab yang besar dalam pendidikan anak. Jangan sampai ayah hanya menjadi orang
yang apatis dan tidak peduli pada pendidikan anak, atau biasa disebut ayah
‘bisu’.
Kalau hari ini banyak muncul ayah ‘bisu’ dalam rumah, inilah salah
satu yang menyebabkan munculnya banyak masalah dalam pendidikan generasi.
Sebagian ayah seringkali kehabisan tema pembicaraan dengan anak-anaknya.
Sebagian lagi hanya mampu bicara dengan tarik urat alias marah-marah. Ada lagi
yang diaaamm saja, hampir tidak bisa dibedakan saat sedang sariawan atau memang
tidak bisa bicara. Sementara sebagian lagi, irit energi; bicara seperlunya. Ada
juga seorang ayah yang saat dia belum selesai bicara sang anak bisa menebak apa
yang akan dikatakan ayahnya. Saking rutinitas yang hanya basa basi dan itu-itu
saja.
Jika begitu keadaan para ayah, maka pantas hasil generasi ini jauh
dari yang diharapkan oleh peradaban Islam yang akan datang. Para ayah
selayaknya segera memaksakan diri untuk membuka mulutnya, menggerakkan
lisannya, terus menyampaikan pesannya, kisahnya dan dialognya.
Ayah, kembali ke al-Qur’an. Dialog lengkap, utuh dan panjang lebar
di dalam al-Qur’an, hanya dialog ayah kepada anaknya. Bukan dialog ibu dengan
anaknya. Yaitu dialog Luqman dengan anaknya. Sebuah nasehat yang lebih berharga
bagi seorang anak dari semua fasilitas dan tabungan yang diberikan kepadanya.
Dengan kajian di atas, kita terhindar dari kesalahan pemahaman.
Salah, jika ada yang memahami bahwa dialog ibu tidak penting. Jelas sangat
penting sekali dialog seorang ibu dengan anaknya. Pemahaman yang benar adalah,
al-Qur’an seakan ingin menyeru kepada semua ayah: ayah, kalian harus rajin
berdialog dengan anak. Lebih sering dibanding ibu yang sehari-hari bersama buah
hati kalian. Jangan jadi ayah bisu!
Adi Sulistama, Pemerhati
dunia anak
Post a Comment