Pembiasaan Ibadah di Sekolah
Oleh : Galih
Setiawan
Jam menunjukkan pukul 12.00. Suara adzan pun
terdengar dari mushola. Para siswa PAUD Amanah pun segera mempercepat makan
siangnya. Setelah selesai merapikan kelas yang digunakan untuk makan siang
bersama, beberapa anak bahkan terlihat segera mengambil air wudhu untuk
menunaikan Shalat Dzuhur berjamaah. Tanpa perintah bertubi-tubi, mereka seakan
mengerti ritme kegiatan yang harus mereka lakukan, terutama pada siang hari.
Setelah selesai berwudhu, dengan ditemani
oleh ustadzah masing-masing mereka bersiap berkumpul untuk melakukan Shalat
Dzuhur berjamaah. Sambil menunggu yang lainnya berkumpul, para ustadzah
mengajak anak-anak mengisi waktu dengan murajaah dan hafalan surat-surat
pendek.
Salah satu aspek perkembangan nilai agama dan
moral untuk anak usia dini adalah mengenal kegiatan beribadah sehari-hari
dengan tuntunan orang dewasa. Salah satu caranya, anak dapat mengenal dan
melakukan tata cara shalat dengan benar.
Di sekolah, anak sudah diajarkan berbagai
pembiasan ibadah. Tidak hanya shalat wajib berjama’ah saja, melainkan juga
ibadah lain, seperti shalat dhuha, al ma’tsurot, doa bersama, hafalan Al
Qur’an, dan sebagainya. Ada juga pembiasaan sederhana, namun bermakna, seperti mengucapkan
dan menjawab salam, adab masuk dan keluar kamar mandi, makan dan minum dengan
tangan kanan, serta membaca basmallah. Anak juga diajak terbiasa dengan kalimat
thoyyibah.
Anak
usia dini punya kecenderungan meniru apa yang dilihatnya. Karena itu faktor
lingkungan sekitar menjadi peran penting dalam perkembangan mereka. Selain
lingkungan keluarga, sekolah menjadi lingkungan penting kedua dalam menanamkan
nilai- nilai agama dan moral pada anak. Pembiasaan ibadah yang telah diajarkan
di sekolah tentunya harus diulang-ulang di rumah. pengulangan atau pembiasaan
adalah induk dari ilmu atau pun pengetahuan dan keterampilan.
Teladan kita, Rasulullah Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dalam sabdanya, yang artinya, “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.”
(HR. Bukhari&Muslim).
(HR. Bukhari&Muslim).
Hadits ini memberi penegasan pada kita bahwa
salah satu kewajiban kita sebagai orangtua adalah mewarnai anak dengan nilai-nilai
keagamaan. Dan salah satu caranya adalah dengan memberikan pendidikan yang
baik, yakni memilihkan sekolah yang tepat, sekolah yang bukan hanya mentransfer
ilmu, namun juga bisa mengajak anak untuk mengenal Rabbnya.
Ibadah-ibadah keseharian
yang harus sudah mulai diperkenalkan kepada anak-anak sejak usia dini antara
lain adalah sholat, berdoa, berpuasa, zakat dan sedekah, bahkan ibadah
haji. Tentu saja metode pendekatan yang digunakan adalah metode yang
sesuai dengan psikologi anak-anak dengan menjauhkan unsur-unsur pemaksaan
dan mendisain prosesnya dalam nuansa yang gembira dan menyenangkan. Untuk
itu kreativitas para guru menjadi salah satu keberhasilan proses ini.
Pada
anak usia dini, tahapan yang dilakukan orangtua dalam mendidik dan membiasakan
ibadah kepada anak adalah tahap pengenalan. Kesadaran beragama anak usia dini
dalam ibadah ditandai dengan sikap yang reseptif (menerima) meskipun banyak
bertanya. Oleh karena itu, pada masa ini mulailah mengajak anak untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan ibadah.
Dalam
hal mengajarkan pembiasaan ibadah kepada anak, praktek pembiasaan ibadah harus
konsisten dilakukan setiap harinya. Misalnya pembiasaan wudhu dan praktek
shalat. Melalui pembiasaan praktek wudhu dan shalat yang dilakukan setiap hari,
secara tidak langsung anak mengenal cara-cara berwudhu, mengenal gerakan shalat
serta mengenal bacaan shalat. Dari pembiasaan praktek ibadah tersebut,
diharapkan anak akan terbiasa dengan ibadah yang wajib dilakukan tanpa ia
merasa terbebani.
Dalam
tahap memberikan pengenalan ibadah kepada anak, satu faktor yang diutamakan
adalah memberikan kesan positif terhadap pelaksanaan ibadah. Dengan demikian
diharapkan anak akan mencintai kegiatan ibadah dan dapat termotivasi
melaksanakan ibadah karena kesadaran yang muncul darinya.
Agar pembiasaan tersebut selalu membekas pada
anak, maka dibutuhkan kerjasama orangtua untuk juga menerapkan
pembiasaan-pembiasaan yang sudah biasa diterapkan di sekolah. Agar pendidikan
anak selalu berkesinambungan. Sebaik-baik tauladan bagi anak adalah orangtua
mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, masa kanak-kanak adalah masa paling
tepat untuk menanamkan benih-benih keimanan.
Galih
Setiawan, Redaktur Majalah Fahma
Post a Comment