Pesona Guru Shalih
Oleh
: Yulias Fita Ari Antika, S.Pd.
Shalih.
Sebuah kata yang tidak bisa orang nilai seperti apakah ia, nilai keshalihan
tidak bisa dilihat dengan mata begitu saja. Karena hanya Allah yang mampu dan
berhak. Meski begitu, bukan berarti kita, manusia biasa ini tidak bisa
mengusahakannya.
Shalih
itu apa? Shalih itu seperti apa? Banyak
disebutkan dalam Al-Qur’an kata shalih.
“Mereka
itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur,
mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari dan mereka (juga) bersujud
(shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai
kebajikan. Mereka termasuk orang-orang shalih.” (QS Ali-Imran: 113-114)
“Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan mereka pasti akan Kami
masukkan mereka ke dalam (golongan) orang yang shalih.” (QS Al-Ankabut: 9)
Dari
ayat di atas kita lihat siapa-siapa yang bisa dikatakan sebagai orang yang
shalih. Dan tentu saja masih banyak ibadah-ibadah lain yang bisa dilakukan
untuk mencapai kata shalih itu.
Lantas
apa kaitannya keshalihan dengan guru? Guru yang shalih, guru yang selalu
meningkatkan kualitas dirinya, baik dari segi ruhiyah maupun ilmu memiliki
pesona tersendiri. Dan guru yang mau berusaha menjadi shalih bisa dengan
merenungi makna dua ayat di atas.
Dikatakan
dalam ayat di atas mereka yang jujur, membaca Al-Qur’an, shalat, beriman kepada
Allah, mengajak kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran dan bersegera
mengerjakan kebajikan termasuk orang-orang yang shalih. Sudahkah seperti itu
diri kita, wahai para guru? Jika belum hal tersebut bisa kita mulai dari
sekarang. Ini adalah hal pertama yang bisa dilakukan untuk menjadi guru yang
penuh pesona.
Ketika
seorang guru memiliki pesona, maka guru tersebut sudah pasti akan didengar dan
diperhatikan oleh para muridnya, bahkan disayangi. Pesona yang ada pada guru
tidak bisa serta merta ada begitu saja, maka dengan menjadi shalih adalah salah
satu caranya.
Banyak
mungkin guru yang ditakuti dan disegani oleh para murid, terutama murid yang
bermasalah, namun mereka tidak selalu didengar oleh para murid. Mereka mungkin
takut ketika ada guru tersebut tapi akan kembali berulah seperti biasa jika
sang guru tersebut tidak ada. Ini tidak membawa dampak positif jangka panjang.
Berbeda
dengan guru yang memiliki pesona. Setiap perilakunya, ucapannya, kebiasannya
akan begitu membekas di hati dan ingatan para muridnya. Tanpa membutuhkan
banyak tenaga murid mampu untuk dikendalikan dan bukan karena takut pada sang
guru.
Guru
yang memiliki pesona, akan mudah menyampaikan materi kepada muridnya, pun
muridnya juga cepat dalam memahami apa yang disampaikan. Bagaimana kondisi
kelas dan seluruh isinya bergantung siapa guru kelas di dalamnya. Bahkan
terkadang bagaimana perilaku sang murid bisa dilihat siapa wali kelas atau guru
yang paling dominan di kelas tersebut.
Terkadang
sering terlupa bahwa yang memegang hati para murid adalah Allah Sang Pencipta. Maka
dengan mendekati-Nya, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjadi sebaik-baik
manusia adalah cara yang paling tepat untuk menjadi guru yang baik nan penuh
pesona.
Meningkatkan
kualitas diri dari segi keilmuan menjadi cara kedua yang sangat perlu juga untuk
dilakukan. Karena hal ini juga salah satu pendukung pesona guru. Jika guru
selalu bisa menjawab dengan tepat setiap pertanyaan yang dilontarkan murid dan
murid pun merasa puas dengan jawaban yang diberikan tentu murid akan semakin
respek dengan sang guru.
Guru
yang menyenangkan jauh lebih disukai murid dari guru yang terlalu serius dan
galak. Sesekali menjadi guru yang humoris juga perlu dilakukan, agar tercipta
suasana yang akrab dan nyaman, namun jangan terus menerus banyak humor dan
candaan karena itu mampu menghilangkan wibawa, murid akan selalu menganggap
kita bercanda dan tidak serius.
Guru
tugas mulia, bagaimana tidak, seorang yang dengan niat ikhlas mengajarkan ilmu
kepada para muridnya, belum lagi ditambah dengan tugas administrasi dan menghadapi
berbagai perilaku muridnya. Niatkan
setiap waktu yang dihabiskan di sekolah lillahi
ta’ala, hanya untuk Allah semata, ikhlas. Memberikan yang terbaik setiap
saat dan menyadari bahwa mendidik merupakan salah satu medan dakwah. Agar lelah
yang terasa ketika mengajar tidak hanya sekedar lelah yang biasa, lelah yang
lillaah (karena Allah) sehingga lelah yang berpahala.
Yulias Fita
Ari Antika, S.Pd., Guru SDIT Hidayatullah Yogyakarta
Post a Comment