Sang Pembela dan Pemberi Syafa’at
Oleh : Irwan Nuryana Kurniawan
Nak, di
antara manfaat membaca Al-Quran adalah Al-Quran akan mensyafaati pembacanya di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala pada
Hari Kiamat dan meminta kepada Allah Ta’ala agar meridhai pembacanya.
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda, “Al-Quran adalah pemberi syafaat yang dikabulkan
syafaatnya dan penunjuk jalan yang bisa dipercaya. Siapa yang menjadikannya
sebagai imamnya, maka Al-Quran akan menuntunnya ke surga” (HR Ibnu Hibban,
Baihaqi, dan Ath-Thabrani); “Al-Quran didatangkan pada hari Kiamat dan ia
berkata, ‘Wahai Tuhan, hiasilah dia (orang yang membaca Al-Quran).’ Lalu
dipakaikan padanya mahkota kemuliaan. Lalu Al-Quran berkata, ‘Wahai Tuhan,
tambahi dia.’ Lalu dipakaikan padanya hiasan kemuliaan. Lalu Al-Quran berkata,
‘Wahai Tuhan, ridhailah dia.’ Lalu dia diridhai. Lantas dikatakan padanya,
“Bacalah dan naiklah sesuai dengan apa yang kamu baca. Setiap satu ayat kamu
akan Aku tambahi satu kebaikan.” (HR Imam Tirmidzi); “Dikatakan pada
pemilik Al-Quran, ‘Bacalah, naiklah, tartillah sebagaimana kamu membacanya
dengan tartil di dunia. Sesungguhnya tempatmu ada pada akhir ayat yang kau
baca.” (HR Abu Dawud dan Imam Tirmidzi).
Nak,
membaca Al-Quran itu adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan termasuk amal takarub
kepada Allah Ta’ala yang
agung—meskipun bukan yang paling agung. Membacanya di dalam shalat adalah
ibadah, dan membacanya di luar shalat juga bernilai ibadah. Mengajarkan
Al-Quran adalah ibadah, membacanya juga ibadah. Bahkan orang yang belajar
membaca Al-Quran, memahaminya, dan menghafalkannya adalah termasuk seorang ahli
ibadah kepada Allah, termasuk golongan manusia yang paling baik. “Sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR Bukhari
dan Tirmidzi).
Nak,
pastikan dan upayakan bahwa tujuan dari membaca Al-Quran adalah hanya karena
Allah Ta’ala semata, hanya untuk
mendapatkan ridha-Nya, mendapatkan pahala, keutamaan membaca Al-Quran dari-Nya,
dan menjauhkan diri dari neraka-Nya. Jauhkan dirimu dari niat untuk bersaing,
riya, membanggakan diri, mencari sanjungan da pujian dari manusia, dan agar disematkan
predikat yang luhur padamu. Dan jangan sampai tujuannya adalah untuk
mendapatkan imbalan harta, mengambil hadiah barang atau uang atas apa yang kamu
baca dan hafal dari Al-Quran. “Setiap mencari ilmu untuk pamer pada
orang-orang bodoh atau untuk menyaingi ulama atau untuk menarik perhatian
manusia kepadanya, maka sungguh tempatilah tempatnya di neraka.” (HR Imam
Tirmidzi).
Nak, karena
Allah Ta’ala semata utamakan untuk
membaca Al-Quran, mempelajarinya, mengajarkannya, menjaganya, memahaminya, dan
mengamalkannya dibandingkan ilmu-ilmu dunia lainnya, dibandingkan
masalah-masalah dunia yang menyibukkan manusia dari berbuat kebaikan dan dari
perhatian mengulang hafalan Al-Quran—Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk menjaga
Al-Quran dan mengulang apa yang telah dihafal jangan sampai lupa, “Jagalah
Al-Quran, demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, sungguh ia lebih
mudah lepas dari unta dalam ikatannya.” (HR Bukhari). Memiliki waktu setiap
harinya untuk membaca Al-Quran—misalnya setelah shalat subuh berjamaah—menghafal,
memahami tafsir dan kandungan Al-Quran. Memperdengarkan pada diri kita sendiri
ketika kita membaca Al-Quran karena memasukkan makna-maknanya ke dalam pikiran
tanpa pengucapan bukanlah membaca Al-Quran, menyertakan jiwa kita ketika
membaca Al-Quran—mantap membawa diri diri kita ketika melakukan amal ketaatan
dan membaca Al-Quran—dan bersegera mengatasi kekurangan dan kelemahan dalam
diri kita.
Nak, karena
Allah Ta’ala semata mari kita menjaga
untuk selalu membaca Al-Quran setiap harinya dan mengkhatamkannya tidak lebih
dari satu bulan—kira-kira rata-rata membaca Al-Quran setiap hari satu juz.
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam pernah bersabda pada Abdullah bin Amru ibnu-Ash r.a., “Bacalah
Al-Quran dalam satu bulan.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Disunnahkan juga untuk puasa pada hari khatamul Quran kecuali jika bertabrakan
dengan hari yang dilarang puasa oleh Syariah. Diriwayatkan dari Abu Dawud
dengan sanad shahih bahwa Thalhah bin Mathraf, Hubaib bin Abi Tsabit, dan
Al-Musayyab bin Rafi’, mereka adalah para tabi’in dari kota Kuffah, mereka
berpuasa pada hari mengkhatamkan Al-Quran.
Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi., Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia, Pemimpin
Redaksi Majalah Fahma
Post a Comment