Do'a Berhubungan dengan Istri


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Titik awal upaya memperoleh keturunan yang shalih penuh barakah dan menjaga mereka agar tetap dalam keadaan fithrah adalah saat suami-istri berhubungan intim. Ada yang mengingini anak yang shalih, tetapi mengawali dengan cara yang salah. Ada yang sangat berharap keturunan penuh barakah, tetapi memulainya dengan cara yang menyelisihi tuntunan.

Mari kita ingat sejenak hadis mursal tetapi berderajat hasan riwayat ‘Abdur Razaq:

إِذَا أَتَى الرَّجُل أَهْله فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقَتْنَا وَلَا تَجْعَل لِلشَّيْطَانِ نَصِيبًا فِيمَا رَزَقْتنَا، فَكَانَ يُرْجَى إِنْ حَمَلْت أَنْ يَكُون وَلَدًا صَالِحًا

“Jika seseorang mendatangi istrinya (berhubungan intim), maka ucapkanlah ‘Dengan menyebut asma Allah. Ya Allah, barakahilah kami dan keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini, dan jangan jadikan setan menjadi bagian pada keturunan kami’. Dari do’a ini, jika istrinya hamil, maka anak yang dilahirkan adalah anak yang shalih” (HR. ‘Abdur Razaq).

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata, “Hendaklah seorang muslim bersemangat mengamalkan do’a ini ketika berhubungan intim hingga menjadi kebiasaan. Hendaklah ia melakukannya dalam rangka mengamalkan nasehat Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam dan demi menghasilkan keturunan yang terjaga dan terlindungi dari gangguan setan, juga supaya mendapatkan kebarakahan dari do’a ini.”

Perkataan Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan yang saya nukil dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. ini memberi pelajaran berharga bahwa upaya menjaga fithrah anak itu bahkan harus kita semenjak anak belum lahir. Sesudahnya, kelak ketika anak telah lahir, maka kita menjaganya antara lain dengan memperhatikan ucapan yang kita ajarkan serta ucapan yang sampai kepadanya. Sesungguhnya setiap bayi yang baru lahir tetap dalam keadaan fithrah, yakni tetap tegak di atas tauhid, sampai kelak lisannya memalingkan ia dari fithrah itu.

Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتّىٰ يُعَبِّرَعَنْهُ لِسَانُهُ

"Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali tetap pada fithrahnya, sehingga lidahnya memalingkan padanya." (HR. Muslim).

Jadi tantangan paling awal mendidik anak adalah menjaga fithrahnya, sebab ia bukan semakin kokoh seiring bertambahnya umur. Ketika Dr. Khalid Asy-Syantut mengatakan bahwa pemuda adalah sosok yang paling dekat dengan fithrah, maknanya ialah ia (sepatutnya) belum bergeser jauh dari fithrah dibandingkan orang-orang yang telah lebih berumur. Ini semua menunjukkan bahwa fithrah itu hanya berhubungan dengan tauhid. Bukan sekedar kecenderungan maupun bakat. Secara lebih khusus, pelajarannya bagi kita ialah, upaya melahirkan anak yang shalih bermula dari saat bertemunya suami-istri saat berhubungan dan kita terus menjaganya setelah anak lahir.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Nah, mari kita ingat kembali do'a berhubungan dengan istri:
بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقَتْنَا وَلَا تَجْعَل لِلشَّيْطَانِ نَصِيبًا فِيمَا رَزَقْتنَا
BismiLlah. Allahumma baariklanaa fiimaa razaqtanaa wa laa taj'al lisy-syaithaani nashiibaan fii maa razaqtanaa.

Jangan salah. Ini bukan do'a mau makan.

Yogyakarta, 9-10-2019
Powered by Blogger.
close