Membangun Karakter Melalui Tahajud
Oleh : Abu Fatih
Malam itu, terasa dingin. Ian,
seorang mahasiswa yang tengah berjuang menyelesaikan skripsi terbangun karena
alarm di hp menyala. Dengan berat, ia terbangun, mematikan alarm, lalu
berselimut lagi melanjutkan tidur. Tak lama kemudian, sebuah pesan WA datang.“Selamat
menunaikan tahajud. Jangan lupa doakan kebaikan untuk kedua ” Antara
sadar dan tidak, dilihatnya, ternyata yang mengirim pesan tersebut adalah dosen
pembimbing skripsinya. Sontak ia terbangun. Tak terasa lagi dingin yang
menggigit tulang. Ditunaikannya shalat tahajud malam itu.
Dalam
konteks pendidikan, apa yang dilakukan oleh sang dosen merupakan cerminan
seorang dosen yang bukan hanya sebagai pihak yang mentransfer ilmu pengetahuan,
tetapi juga menginternalisasikan nilai-nilai kebaikan. Sang dosen bukan hanya
menginginkan para mahasiswanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga religius,
dan memiliki budi pekerti yang baik.
Ajakan
sang dosen mengerjakan shalat tahajud merupakan bagian dari pendidikan
karakter. Sang dosen mengharapkan mahasiswa bukan hanya menjadi orang yang
cerdas secara intelektual, tetapi juga secara spiritual dan sosial. Selain itu,
kesholihan yang dimiliki oleh mahasiswa bukan hanya sholih secara ibaah
spiritual, tetapi juga sholih sosial, yakni berbuat baik kepada sesama manusia.
Bukan hanya menguasai hard skill¸ tetapi juga soft
skill. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Howard Gardner
menyimpulkan bahwa kesuksesan seseorang 20% ditentukan oleh hard skill dan
80% ditentukan oleh soft skill.
Soft
skill meliputi intrapersonal skill dan interpersonal
skill. Intrapersonal skill adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan
diri seperti mengendalikan emosi, murah senyum, ramah, sopan, santun, dan
karakter yang baik lainnya. Sedangkan interpersonal skill adalah
kemampuan seseorang dalam membangun relasi sosial yang baik dengan orang lain.
Orang yang memiliki soft skill yang baik pada umumnya
memiliki gaya komunikasi yang baik, supel, mudah bergaul dengan orang lain,
serta mampu bekerja dalam tim.
Ajakan-ajakan
mengerjakan kebaikan yang dilakukan sang dosen tersebut memiliki kekuatan
karena beliau terlebih dahulu telah melakukannya, alias telah memberikan
keteladanan kepada para mahasiswanya. Sang dosen telah melakukan dakwah dengan
perbuatan, sehingga setiap pesan yang masuk ke HP mahasiswanya memiliki
wibawa, membuat mahasiswa yang membaca pesan tersebut termotivasi dan malu jika
tidak melakukan ajakan sang dosen.
Sang dosen
telah memberikan inspirasi dan motivasi untuk sama-sama melakukan kebaikan dan
saling berbagi kebaikan. Komunikasi yang dijalin sang dosen dengan mahasiswa
bukan hanya komunikasi formal antara dosen dan mahasiswa, tetapi juga sebagai
teman, seorang kakak dan adik, dan sebagai orang tua kepada anaknya. Dengan
gaya komunikasi seperti itu, maka hubungan antara mahasiswa dengan dosen
menjadi lebih erat dan lebih dekat, walau tentunya ada etika dan batas-batas
tertentu yang perlu diperhatikan.
Chat WA ajakan qiyamullail yang
dilakukan oleh sang dosen, walau pun merupakan hal yang sederhana, tetapi berdampak
luar biasa. Jika ada sekian orang yang saja tergerak melakukan qiyamullail
tentunya hal tersebut menjadi pahala bagi yang mengajaknya.
Di
dalam kehidupan sehari-hari, sudah banyak komunitas yang menggunakan media
sosial WA sebagai sarana membangun karakter. Ada komunitas tahajud (Kutub),
komunitas membaca Al Qur’an (ODOJ), komunitas dhuha (Kodham) dan sebagainya.
Dalam
konteks sosial, ajakan-ajakan sederhana tersebut berkontribusi terhadap
perubahan sosial, khususnya menciptakan masyarakat yang agamis dan berbudi
pekerti luhur, karena masyarakat yang baik berawal dari pribadi-pribadi yang
baik. Perubahan sebuah masyarakat berawal dari perubahan individu-individunya.
Sebuah perubahan besar berawal dari yang hal yang kecil atau sederhana.||
Foto by : Google
Post a Comment