Agar Anak Senantiasa Merasa Diawasi Allah





Oleh : Galih Setiawan, S.Kom.I.  

Merasa diawasi oleh Allâh Azza wa Jalla , atau disebut murâqabah, artinya apabila seorang manusia memahami dan meyakini bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu mengawasi segala gerak lahir dan batinnya. Prilaku seorang hamba yang senantiasa memahami dan meyakini dirinya selalu diawasi inilah yang disebut murâqabah.

Murâqabah ini merupakan hasil dari pengetahuan seseorang yang dengannya dia meyakini bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengawasi, melihat, mendengar dan mengetahui semua sepak terjangnya setiap saat, setiap tarikan nafas dan setiap kejapan mata

Salah satu sisi pendidikan anak yang sangat penting dan merupakan keharusan dalam pendidikan mereka adalah sisi “merasa dalam pengawasan Allah azza wajalla”.

Metodologi dalam pendidikan dalam Islam sangat menitik bertakan persoalan semacam ini. Banyak ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan hal semacam ini. Allah abadikan kisah Luqman yang membimbing anaknya agar tumbuh di dalam jiwanya rasa merasa diawasi Allah azza wajalla.

(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui (Qs. Luqman : 16)

Allah azza wajalla juga berfirman,
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (Qs. Qaaf : 16)

Meskipun hal tersebut merupakan bisikan yang terlintas dalam hatinya, Allah pun mengetahui hal tersebut.

Dan di dalam hadis, ketika Abdullah bin Abbas dibonceng oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– di atas hewan tunggangannya, di mana beliau ingin menanamkan persoalan ini di dalam diri anak pamannya yang masih kecil ini, beliau pun mengatakan kepadanya, “ wahai anak kecil, maukah engkau aku ajari beberapa kata yang dengannya Allah memberikan manfaat kepadamu? Abdullah bin Abbas menjawab : tentu mau. Lalu beliau bersabda, jagalah Allah niscaya Allah menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau mendapatiNya dihadapanmu, ingatlah Dia saat kelapanganmu niscaya Dia mengingatmu saat kesusahanmu. Bila engkau memohon, maka mohonlah kepada Allah. Bila engkau minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Sungguh pena telah kering (tintanya) dari menulis segala sesuatu yang ada, kalaulah saja semua makhluk yang ada ingin memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatau yang tidak dicatat oleh Allah untukmu niscaya mereka tak akan kuasa melakukannya, begitu pula jika mereka ingin memerikan madharat kepadamu dengan sesuatu yang tidak Allah tulis untukmu niscaya mereka pun tak akan sanggup untuk melakukannya.

Dengan gaya ungkapakan qur’aniy – nabawi ini seorang anak akan termotivasi untuk senantiasa terkonek dengan Allah azza wajalla, memutuskan segala bentuk ketergantungan kepada selain Allah, maka ia akan berharap hanya kepada Allah, ia tidak akan takut melainkan kepada Allah, tidak akan meminta melainkan kepada Allah, ia menjaga Allah di saat kesendiriannya, beristiqamah dalam berpegang teguh terhadap aturan hidup yang ditentukanNya, dengan demikian ia senantiasa akan merasa selalu dalam pengawasan Allah azza wajalla baik dalam kondisi lapang maupun sulit.

Dengan metodologi inilah anak-anak kecil di zaman Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– terdidik dengan sedemikian mantap, metode ini menjadikan mereka memiliki kepribadian yang kokoh, menjadi contoh nyata dalam kemuliaan kepribadian, hampir-hampir saja tidak terbedakan antara orang-orang dewasa dan anak-anak, mereka semunya terkesan sebagai orang-orang besar dengan perbuatan mereka, perbuatan mereka adalah purbuatan yang mulia ||


Penulis : Galih Setiawan, S.Kom.I., Redaktur Majalah Fahma  
Foto      : Google 
Powered by Blogger.
close