Kepoin Terus

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

HP berdering. Seorang perempuan menyampaikan niatnya untuk konsultasi. Ada masalah rumah-tangga yang sedang ia hadapi. Serius. Sejenak berusaha meminta diluangkan waktu saat itu juga, lima menit saja, tetapi mana mungkin konsultasi 5 menit? 30 menit pun kadang hanya mendengar (belum mendengarkan) cerita dan keluh-kesah.

Ringkas kata, janjian pun dibuat. Meskipun hanya via telepon, tetapi saya menjadwalkan saat saya sudah berada di rumah, bersanding kopi seduhan istri saya yang semata wayang. Meskipun istri tak ikut mendengarkan sesi konsultasi karena via telepon, tetapi kehadirannya di belakang agak samping dan sesekali beranjak, sangatlah berarti.

Emak muda ini hendak memperkenalkan namanya, tetapi saya menyarankan tak perlu sebut nama. Kun-yah bolehlah disebut, sekedar untuk memudahkan proses konsultasi. Tetapi tak perlu rinci.

"Ustadz pasti kenal suami saya," kata Emak muda ini. Tetapi saya buru-buru memotong ketika Emak ini hendak memperkenalkan nama suami. Seorang yang sudah masyhur, konon demikian.

"Ibu, masalahnya antara Ibu dan suami atau masalah jama'ah dengan Ustadz?" saya mengajukan pertanyaan, "Jika masalah suami-istri, tak perlu sebut nama suami dan tempat tinggalnya. Kalau memang sangat diperlukan untuk memahami masalah, saya akan tanyakan."

Saya bukan tidak mau mengenal para Ustadz. Saya sangat memerlukan nasehat dan curahan ilmu dari mereka. Tetapi ketika ada masalah rumah-tangga yang rupanya menjadi amanah saya untuk membantu menyelesaikan melalui nasehat, saran ataupun pemetaan masalah, maka saya harus belajar menjaga mana yang benar-benar perlu saya ketahui dan mana yang tidak. Jangan sampai ladang amal shalih ini justru berubah menjadi pintu-pintu ghibah dan fitnah.

Ini bukan pertama kali seseorang berusaha memperkenalkan suaminya, kadang setengah memaksa, untuk meyakinkan betapa genting masalah dia dan memang perlu nasehat dari orang yang tepat. Saya sendiri bukannya tak pernah ingin tahu, tetapi ada hal yang jauh lebih penting, yakni menjaga agar ladang amal shalih itu tidak berubah menjadi pintu ghibah yang menghapuskan pahala mendatangkan dosa. Istri pun sama seperti saya, bukan sekali dia kepo, sangat ingin tahu siapa yang sedang bermasalah. Apalagi jika disebut istri seorang pesohor.

Begitu pula kadang jika ada teman yang bi idzniLlah sedang ada di dekat saya saat seseorang melakukan konsultasi via telepon. Tetapi sekali lagi, ada yang perlu dipastikan, apa manfaatnya mengetahui seseorang sedang bermasalah jika justru dengan itu kita sulit menjaga kehormatannya dan menegakkan kemuliaannya.


Kepo itu baik selama untuk hal-hal yang baik. Tetapi bukan untuk mengingat-ingat dan mewartakan keburukan orang. Padahal boleh jadi keburukan kita pun sedang digenggam orang.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku dan Motivator
Powered by Blogger.
close