Kesadaran Bertanggungjawab
Oleh : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A
Hari itu, kira-kira di pertengahan tahun 2019,
ketika saya sedang mengajar salah satu mata kuliah semester lima, tiba-tiba ada
seorang peserta kuliah masuk ke ruang, padahal saat itu kuliah sudah berlangsung
selama tigapuluhan menit.
Bagi saya keterlambatan
sampai tigapuluh menit itu tidak wajar. Karena pada saat pertemuan yang
pertamakali, sudah ada kesepakatan bersama yang dituangkan dalam kontrak
pembelajaran. Disepakati keterlambatan maksimal sepuluh menit, kalau lebih akan
dikenai sanksi termasuk terhadap dosennya. Kalau seorang mahasiswa terlambat
sampai 30 menit berarti dia belum membaca kontrak pembelajaran yang sudah
disepakati dua minggu sebelumnya. Karena
penasaran, sebelum dia duduk saya tanya “Tahukah saudara sanksi bagi mahasiswa
yang datang terlambat lebih dari 10 menit”. “Tidak tahu Pak, saya tidak hadir di pertemuan
pertama.”
Benar dugaan saya,
karena jawaban yang seperti ini sudah sering saya dengar dari mereka yang
terlambat. Namun yang menjadi keprihatinan saya adalah tidak adanya kesadaran mereka
terhadap tanggung jawab dan komitmen sebagai mahasiswa. Seharusnya kalau mereka
tidak masuk, menanyakan ke temannya apa saja yang disampaikan oleh dosennya,
termasuk tugas-tugas kalau ada. Sehingga mereka tetap bisa mengikuti
perkembangan kuliah meskipun berhalangan hadir. Namun mereka tidak peduli
dengan hal ini, padahal kuliah sudah berjalan selama dua minggu. Barangkali
mereka akan berkilah bahwa materi kuliah bisa diambil dari tempat lain. Memang
ini benar, namun dia harus tetap menjalankan tugas sebagai mahasiswa dengan mengikuti
perkembangan perkulihaannya.
Hal ini nampaknya sangat
berbeda dengan mahasiswa pada beberapa dekade sebelumnya. Ketika ada mahasiswa
yang tidak masuk kuliah, pasti hari berikutnya dia sudah kesana kemari mencari
pinjaman catatan kuliah, bahkan ada yang meminjam lebih dari satu sumber
catatan kuliah, agar catatannya lengkap. Padahal kala itu belum ada mesin
fotokopi, atau kalaupun sudah ada, biaya setiap lembarnya masih sangat mahal,
sehingga dia harus menulis kembali dengan tangan catatan temannya itu. Bagi
mahasiswa yang tulisan tangannya bagus dan catatannya rapi dan lengkap pasti
catatannya laris.
Memang dengan kemajuan
teknologi informasi seperti sekarang ini, telah memungkinkan seseorang belajar
dari berbagai sumber, tidak harus dari dosennya. Namun sebenarnya saat tatap
muka dengan dosen, tidak hanya materi kuliah yang dibicarakan, tidak hanya
proses transfer of knowlegde atau proses
pembelajaran, namun juga proses pendidikan. Seperti halnya kesepakatan yang
saya buat dengan mahasiswa bahwa keterlambatan maksimal 10 menit tersebut, juga
dalam rangka membiasakan mereka untuk berdisiplin dan bertanggung jawab, karena
setelah lulus mereka akan memasuki dunia kerja yang mana kedua hal tersebut
menjadi salah parameter penting yang dinilai oleh atasan.
Memang saat ini jamannya
sudah berbeda, namun saya rasa yang namanya tanggung jawab tersebut harus
selalu ada, bahkan di era industri 4.0 ini tanggung jawab tetap diutamakan,
hanya apa yang dikerjakan saat dulu dan sekarang berbeda. Bahkan dengan kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi ini, seseorang dapat menyelesaikan tugasnya tanpa harus masuk ke
kantor. Mereka dapat menyelesaikannya dari mana saja, namun komitmen dan
tanggung jawab tetap yang utama.
Kesadaran, kepekaan dan
komitmen seseorang terhadap apa yang harus dilakukan, tidak muncul begitu saja
dalam diri mereka. Kesadaran tanggung jawab ini akan mudah muncul ketika sudah menjadi
kebiasaan, dan hal ini akan terbentuk ketika dilakukan berulang-ulang.
Ketidakpekaan ini jelas
akan merugikan diri mereka sendiri, sehingga kita sebagai orangtua maupun
pendidik harus mengkondisikan anak-anak didik kita dengan kebiasaan ini, dan
harus ditanamkan sedini mungkin.
Dalam hal penanaman rasa tanggung jawab ini, secara
pribadi saya setuju dengan sistem pendidikan dasar yang lebih mengedepankan
penanaman kesadaran tanggung jawab dari pada kesadaran akademik. Memahamkan
ilmu pengetahuan jauh lebih mudah dari pada membentuk karakter terpuji. Wallahu A’lam Bishawab.||
Penulis : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A, Pimpinan Umum Majalah Fahma, Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gajah Mada
Foto : Google
Post a Comment