Kurikulum 2013 Menumbuhkan Sikap Muraqabah



Oleh : Drs. Slamet Waltoyo

Antara kesal dan memaklumi. Demkian itu sikap yang ada pada guru maupun orangtua menghadapi perilaku anak-anaknya. Fenomena yang terjadi; ketika jamaah sholat Dzuhur di sekolah. Susahnya mengatur anak untuk duduk, diam, mendengarkan dan menjawab suara adzan yang baru dikumandangkan. Susahnya mengatur anak untuk segera berdiri dengan tenang mengatur shof dengan lurus, rapi, dan rapat setelah iqomah dikumandangkan. Susahnya meminta anak ketika sholat sunah qobliyah dan ba’diyah dengan tenang, tertib dan tidak cepat-cepat. Selalu saja ada yang bermain di sana sini. Kesal, jauh dari sikap yang diharapkan. Maklum, namanya masih anak-anak.

Haruskah kesal atau memaklumi? Kesal akan membuat jiwa tidak sehat dan terlalu memandang negatif terhadap semua anak. Memaklumi? Karena ini di lingkungan pendidikan, jika mamakluminya akan menjadi preseden yang tidak baik. Seperti beranggapan bahwa anak tidak mungkin memiliki kesadaran. Padahal kesadaan ini (dalam bahasa kurikulum 2013) merupakan sikap spiritual yang harus dikembangkan.

Maka sekolah sebagai lembaga pendidikan , yang melaksanakan Kurikulum tahun 2013 harus mengembangkan Kompetensi Inti yang pertama (KI-1) yaitu sikap spiritual. KI-1 dalam Kurikulum tertulis: “Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya”. Adapun Kompetensi Dasar dari sikap spiritual yang harus dikembangkan untuk kelas 3 SD adalah; (1) Menunaikan shalat secara tertib sebagai wujud dari pemahaman Q.S. Al-Baqarah (2): 3. (2) Terbiasa berzikir dan berdoa setelah selesai shalat sebagai wujud dari pemahaman Q.S. Al-Kautsar dan (3) Meyakini adanya Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar.

Kompetensi Dasar yang ketiga, yaitu meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar adalah dasar dari sikap Muraqabah

Muraqabah adalah sikap merasa selalu diawasi oleh Allah Ta’ala. Sikap ini mendorong  kesadaran  manusia untuk senantiasa melaksanakan kebaikan sebagaimana yang Allah Ta’ala perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Sesungguhnya pada diri manusia sudah tertanam sikap spiritual. Manusia memiliki sikap hanif. Manusia hakikatnya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya. Itulah fitrah manusia.

Maka sekolah dan orangtua tinggal menjaga dan mengembangkan sikap muraqabah yang sudah menjadi sikap dasar pada setiap diri manusia. Adapun mengembangkan sikap yang efektif adalah dengan membangun keyakinan dan menunjukkan bukti. Keyakinan akan menjadi dasar dari sikap. Tanpa keyakinan orang akan mudah goyah dalam memegang sikap. Dan keyakinan ini ditanamkan melalui doktrin-doktrin dengan kesungguhan secara bertahap. Adapun bukti yang harus ditunjukkan adalah dengan dilakukannya dalam kehidupan sehari hari berdasarkan sikap yang dikembangkan. Artinya perilaku yang berdasarkan sikap muraqabah itu harus dijalankan oleh semua warga sekolah/madrasah. Sehingga bisa dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan: ”Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya kamu memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah Ta’ala, kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak didalam perilaku lahiriahmu sehari-hari”.

Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur. Seharusnya engkau malu terhadap Allah Ta’ala dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah Ta’ala menjadi pegangan dalam keseharianmu. Janganlah engkau turutkan hawa nafsu dan bisikan syaitan.

Dengan kesadaran sikap muraqabah anak akan malu terhadap Allah Ta’ala pada saat beribadah menghadap-Nya. Mendengar seruannya dan melaksanakan  perintah-Nya dengan segera.||

Penulis : Drs. Slamet Waltoyo, Redaktur Majalah Fahma
Foto      : Google 
Powered by Blogger.
close