Mendidik Dengan Kasih Sayang

       Oleh : Yulias Fita Ari Antika, S.Pd.
Hari itu, panggil saja Ustadzah Maryam mulai mengajar di kelas yang baru, kelas 1. Dengan penuh semangat beliau masuk kelas. Mengucapkan salam namun sebagian kecil saja yang menjawab, sisanya bagaimana? Sudah dipastikan mereka asyik dengan dirinya atau bermain dengan temannya. Untuk kedua kalinya Ustadzah Maryam mengucap salam, dan hasilnya sama. Pun ketika pelajaran, banyak murid yang tidak fokus memperhatikan dan hanya bermain atau melamun.

Kisah di atas merupakan salah satu dari sekian banyak kisah murid-murid yang begitu ‘istimewa’. Tak jarang juga murid yang tidak mau mengikuti pelajaran dan ingin pulang. Mereka tidak mau sekolah dengan berbagai alasan.

Di sini sisi keibuan seorang perempuan sangat dibutuhkan. Bagaimana tidak, murid yang seperti ini tidak bisa dengan kekerasan. Kekerasan hanya akan menyisakan luka yang membekas di hati mereka. Meski tak jarang kelembutan juga tak mempan.

Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tugas kita sebagai orangtuanya di sekolah adalah mendidiknya untuk menjadi semakin baik dengan berbagai potensi mereka. Membimbing mereka untuk semakin taat pada Rabbnya dengan ilmu yang telah dipelajari, untuk semakin mengerti tugas dan kewajiban sebagai seorang muslim dan murid di sekolah, untuk mengajak mereka terus berproses menjadi lebih baik.

Anak ibarat kertas yang bisa ditoreh dengan warna dan tulisan apapun, mereka bisa menjadi baik atau buruk dengan lingkungan dan kondisi yang ada. Maka ciptakan lingkungan di kelas lingkungan yang baik dan kondusif.

Ketika menemukan murid yang ‘istimewa’ lantas kita marah dan meneriaki mereka mungkin mereka akan diam dan memperhatikan, mau sekolah dan mengikuti pelajaran, namun itu bertahan tidak lama. Setelahnya mereka akan kembali ramai seperti biasa atau mogok sekolah lagi. Daripada marah, tegas lebih diperlukan. Tegas namun lembut.

Mendidik dengan kasih sayang dan kelembutan sangat diperlukan. Meski emosi sudah memuncak dan ingin rasanya melampiaskan kepada mereka sesungguhnya itu tidak ada gunanya. Hanya membuat mereka akan mengecap kita sebagai guru pemarah.

Ajak mereka untuk duduk dan memperhatikan dengan baik-baik, dengan lembut dan sentuhan. Saat mengajak mereka untuk memperhatikan pelajaran cobalah untuk menatap matanya. Tatap dengan tajam namun penuh kasih. Tatap tepat dikedua bola matanya. Ketika dengan tatapan belum mempan maka sentuh mereka. Sentuh tangan dan usap dengan halus, sembari mengulangi perintah kita untuk memperhatikan pelajaran.

Dan jika ternyata masih belum mempan, maka hanya ada satu kata, sabar. Karena tanpa sabar akan mudah sekali lisan ini mengeluarkan kalimat-kalimat pedas, tanpa sabar akan mudah diri ini emosi dan langsung melampiaskan kepada murid dan tanpa sabar pula hanya lelah yang akan kita dapat setiap harinya.

Berikan kasih sayang terbaik untuk mereka. Sesuatu yang diberikan dengan hati insyaAllah akan diterima dengan hati. Kelak, bisa jadi merekalah yang akan menarik tangan kita ke jannah-Nya. Selalu didik mereka dengan maksimal.

Jangan lupakan pula untuk terus mendoakan mereka. Di setiap shalat 5 (lima) waktu kita atau pun shalat malam kita. Berikan doa tulus dan terbaik untuk mereka. Selain terus mendoakan mereka, pun kita sebagai guru juga harus terus memperbaiki ibadah dan menambah ilmu.

Tingkatkan ibadah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Karena Allahlah sang pemilik hati mereka. Allah lah yang mampu membolak-balikkan hati dan memberikan kesadaran kepada mereka. Maka dekati sang maha pemilik hati tersebut. Mohon pada-Nya.

Tambah ilmu dan wawasan kita agar mampu memberikan jawaban terbaik untuk mereka ketika mereka bertanya. Selain itu mempelajari ilmu psikologi dalam mendidik juga sangat diperlukan. Agar kita mampu menghadapi anak dengan berbagai karakter mereka.
Semoga kita termasuk guru yang mendidik para murid bukan hanya sekedar sebagai profesi. Namun panggilan hati dan kesadaran bahwa mendidik adalah tugas setiap insan, bukan hanya guru.||

Penulis : Yulias Fita Ari Antika, S.Pd., Guru SDIT Hidayatullah Sleman
Foto      : Google 
Powered by Blogger.
close