Pahami, Bukan Labeli

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Anak nakal itu ada. Anak yang secara mental kurang sehat juga banyak. Mengingkari kenakalan maupun tidak sehatnya mental justru menghalangi orangtua maupun guru dari pemahaman yang utuh. Akibatnya, orangtua dan guru tidak dapat mengambil langkah yang diperlukan untuk memulihkan dan menyehatkan kembali mentalitas anak.

Tetapi memahami kondisi anak berbeda dengan melabeli, berbeda pula dengan menunjuk-hidung (point out). Meskipun tidak menyatakan secara terbuka, kepada anak maupun orangtua, labelling sangat rawan masalah. Boleh jadi niatnya baik, tetapi labelling memudahkan kita memudah-mudahkan mengambil kesimpulan. Serampangan. Tidak menelisik lebih jauh, tidak menggali akar masalah secara mendalam.

Pointing out (menunjuk-hidung) lebih bahaya lagi, meskipun maksudnya baik. Anaknya bermasalah? Iya (itu pun boleh jadi yang paling bermasalah justru orangtua), tetapi menyatakan "Kamu dikumpulkan di sini karena kamu bermasalah. Dengarkan baik-baik agar kamu mendapat manfaat dari beliau yang akan menerapi kamu." Meskipun maksudnya baik, menunjuk-hidung (point out) menjadikan anak disgraced (merasa dipermalukan, dijatuhkan harga dirinya) sehingga alih-alih terlibat aktif dalam proses intervensi perilaku, mereka justru menarik diri atau lebih buruk dari itu.

Teringat suatu hari ada seorang ayah datang ke rumah mengajak anaknya. Datang dari jauh, beratus kilometer perjalanan ditempuh, begitu tiba di rumah ayah ini berkata, "Ustadz, tolong nasehat anak saya. Dia ini perlu diterapi."

Perilaku ayah ini termasuk point out yang bisa berawal dari melabeli secara terbuka. Bagi anak, perilaku ayahnya merupakan tindakan yang disgraceful (mempermalukan, menghinakan). Beruntung saat itu saya segera menyadari dan dapat menetralisasi keadaan, sehingga masih ada perbaikan yang dapat dilakukan. Tetapi apa yang terjadi jika tindakan yang disgraceful tersebut tidak kita ketahui sementara waktu kita terbatas? Anak-anak itu boleh jadi segera menarik diri (withdrawal) atau lebih buruk dari itu.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku dan Motivator
Powered by Blogger.
close