Agar Nasehat untuk Anak Bekerja Dahsyat (Bagian 1)
Oleh : Ust Budi Ashari
Bukankah
hari ini banyak orangtua yang mengeluh tentang kalimat-kalimatnya yang nyaris
tidak bekerja pada anaknya? Mereka merasa telah banyak menasehati tetapi
mengapa tidak ada yang sekadar singgah di hati anaknya. Apatah lagi mengubah
mereka untuk lebih baik.
Di
sinilah seharusnya kita semua belajar kepada Luqman dalam rangkaian kalimatnya.
Karena sekali lagi, nasehat Luqman adalah nasehat yang mampu mengubah.
Jumhur
ahli tafsir berkata: Sesungguhnya anak Luqman dulunya musyrik. Luqman terus
menasehatinya hingga ia beriman hanya kepada Allah saja.
Bisa
jadi anak Luqman dahulunya beragama dengan agama masyarakatnya di Sudan. Ketika
Allah memberikan kepada Luqman Al Hikmah dan Tauhid, anaknya tidak mau
mengikutinya. Maka Luqman terus menasehatinya, hingga ia mau mengikuti tauhid.
(Ibnu Asyur dalam At Tahrir Wat Tanwir)
Di mana
rahasianya?
Mari
kita perhatikan kalimat-kalimat ayat sebelum isi nasehat disampaikan, karena di
situ kuncinya,
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ()
وَإِذْ قَالَ
لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ()
(12) Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
(13) Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.(Qs. Luqman)
Inilah
dua ayat yang mengawali nasehat-nasehat Luqman. Ada dua pelajaran penting yang
harus dilakukan orangtua, jika ingin nasehatnya memiliki dampak dahsyat pada
anaknya.
Orangtua
memiliki hikmah dan pandai bersyukur. Menasehati dengan nasehat yang
sesungguhnya. Tulisan ini membahas poin yang pertama. Poin pertama ini ada dua
hal: Pertama, Hikmah. Kedua, Syukur. Kedua hal ini harus dimiliki orangtua
sebelum menasehati anaknya. Ingat, sebelum menasehati anaknya!
Tapi apa
itu hikmah?
Ibnu Katsir
rahimahullah menjelaskan, “Pemahaman, Ilmu, dan kalimat bertutur.” Siapapun
yang menalaah kalimat-kalimat Luqman kepada anaknya, bisa mengetahui bahwa
Luqman mempunyai ketiganya dengan sangat baik dan mendalam. Karenanya Luqman
mempunyai modal besar untuk nasehatnya bekerja dengan dahsyat pada anaknya,
hingga sang anak berubah menjadi manusia betauhid.
Pemahaman.
Inilah pentingnya orangtua menjadi orang yang terus belajar dan mengasah
otaknya agar memiliki pemahaman yang baik terhadap segala permasalahan.
Sayangnya, kecerdasan orangtua hari ini hanya dibayangkan untuk pekerjaannya.
Tidak untuk anak-anaknya. Karenanya, banyak para wanita yang merasa gagal
ketika sekolah sampai jenjang tinggi tetapi ‘hanya’ mengasuh anak di rumah.
Hingga muncul kalimat di masyarakat: buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau
ujung-ujungnya hanya di rumah.
Kini,
dengan pembahasan ini kita paham di mana letak kegagalan rumah tangga. Mereka
tidak memperlakukan keluarganya seperti memperlakukan pekerjaannya. Maksimal di
pekerjaan, tetapi sekadarnya di rumah. Tampil paling cerdas dengan pemahaman
istimewa di pekerjaannya, tetapi hilang logika dan kecerdasannya untuk mengasuh
anak-anak.
Ilmu.
Dengan pemahamanlah ilmu bisa terus berputar dan menghasilkan. Pemahaman dan
ilmu saling menopang. Ilmu perlu pemahaman yang baik dan pemahaman bisa terus
terasah jika berilmu terus menerus dengan baik. Semua ilmu yang baik, pasti dan
harus bermanfaat untuk mendidik anak.
Jangan
merasa rugi berilmu tinggi dalam rangka mendidik anak. Jangan bakhil belajar
ilmu untuk mendidik anak. Karena tanpa ilmu, kita merasa telah menasehati,
padahal tengah membongkar aib anak. Tanpa ilmu kita merasa telah menyayangi,
padahal tengah menuruti syahwat anak. Tanpa ilmu kita merasa telah mendidik
dengan baik dan benar, padahal tengah lari dari tanggung jawab sebagai orang
tua. Tanpa ilmu kita merasa telah menjadi orang tua yang sesungguhnya, padahal
kita belum bergeser dari tempat kita duduk sebagai orang tanpa ilmu yang tak
pantas menjadi ayah dan ibu untuk anak-anak peradaban.
Kalimat
bertutur. Ini berhubungan dengan bahasa dan cara mengungkapkan. Lihatlah sekali
lagi. Alangkah pentingnya kecerdasan berbahasa bagi orang tua. Sayang sekali,
ketika kemampuan berbahasa yang baik, benar, dan santun hanya untuk klien
pekerjaan saja. Tetapi semua kaidah bahasa itu tiba-tiba menjadi berantakan
ketika bertemu anak-anak.
Ustadz Budi Ashari, Pendiri Sekolah Kutab
Darussalam
Foto : IG @atinprihatiningsih15
Post a Comment