Agar Nasehat untuk Anak Bekerja Dahsyat (Bagian 2)
Oleh : Ust Budi Ashari
Sambungan
>> Bagian 1
Orang
tua harus menguasai benar cara mengungkapkan dan menyampaikan sesuatu. Dengan
bahasa yang biasa digunakan untuk berkomunikasi di rumahnya. Jika harus dengan
Bahasa Indonesia, maka berbahasa Indonesia lah yang benar dan baik. Jika dengan
bahasa daerah, maka berbahasa daerahlah yang baik dan benar. Jika dengan bahasa
lain, pun demikian. Cara bertutur, dalam bahasa kita tak hanya masalah kaidah,
tetapi juga masalah intonasi. Kita harus paham, tema apa yang akan disampaikan
dengan pilihan kata dan dengan intonasi seperti apa. Begitu seterusnya,
kemampuan bahasa harus dimiliki oleh para orangtua agar nasehat bisa bekerja
baik dalam kehidupan anak-anak.
Contoh
aplikatif. Jika orangtua ingin menanamkan tentang kejujuran. Maka orangtua
harus menguasai benar tentang tema kejujuran ini. Memahaminya dengan baik dari
berbagai sisinya dengan ilmu. Bukan hanya definisi jujur. Tetapi berikut segala
hal yang mungkin terjadi setelah orangtua menyampaikan dengan tutur bahasa yang
baik dan benar. Contoh, ketika suatu hari anak menyampaikan dengan kejujurannya
tentang keinginannya untuk melakukan sebuah dosa. Atau terbukti bahwa ia tidak
jujur tetapi karena tekanan yang dialaminya. Semua ini memerlukan pemahaman,
ilmu dan cara bertutur yang baik dan benar. Sehingga tidak salah dalam
bersikap.
Itulah
yang dikuasai Luqman sebelum memulai nasehatnya. Hal ini bisa dipahami dari
kata (وإذ قال لقمان)huruf waw di awal ayat ini mengaitkan dengan kalimat di
ayat sebelumnya. Sehingga maknanya adalah: Dan Kami telah memberikan kepada
Luqman Al Hikmah, ketika itulah ia berkata kepada anaknya.
Hal ini
menunjukkan bahwa Luqman mulai berkata kepada anaknya dalam rangka menasehati,
setelah ia diberi Allah Al Hikmah. (Lihat tafsir At Tahrir Wat Tanwir)
Jika
orang tua memiliki Al Hikmah dalam mendidik anak, maka sungguh ia telah
mendapatkan anugerah sangat amat besar dalam hidupnya. Karenanya, kata
setelahnya bagi Luqman adalah perintah kepadanya untuk bersyukur kepada Allah
atas nikmat tersebut.
Ibnu
Katsir –rahimahullah– berkata, “Kami perintahkan untuk bersyukur kepada Allah
azza wajalla atas pemberian dan anugerah Allah berupa keutamaan yang khusus
diberikan kepadanya dan tidak diberikan kepada anak-anak negerinya dan
masyarakat di zamannya.”
Luqman
adalah contoh ideal untuk sebuah hikmah. Bagi yang bisa mencapai apa yang
dicapai Luqman tentu sebuah kenikmatan yang sangat agung dari Allah. Tetapi
setidaknya orang tua terus mencoba hingga memiliki pemahaman, ilmu dan cara
bertutur sebelum menasehatkan sesuatu bagi anaknya.
“Ini
adalah puncak hikmah, karena mencakup analisa terhadap hakekat dirinya sendiri
sebelum menganalisa sesuatu yang lain dan sebelum memberi petunjuk bagi orang
lain.” (Ibnu Asyur dalam tafsirnya)
Syukur.
Sifat mulia yang menjadi kata yang menggabungkan semua makna hikmah yang telah
diberikan Allah kepada Luqman. Menjadi orang tua, harus kaya dengan rasa
syukur. Pahamilah tema syukur dan hiaskan itu pada diri kita.
Untuk
memahami lebih jelas, maka ketahuilah lawan katanya. Kufur: ingkar nikmat.
Mengingkari nikmat, sekaligus akan mengingkari Pemberinya. Nikmat yang
sesungguhnya besar, tidak terasa nikmat. Sesuatu yang berkurang sedikit,
padahal masih dalam batas kenikmatan besar jika dibandingkan dengan orang di
bawahnya, tidak terasa nikmat. Apalagi musibah, padahal masih banyak kenikmatan
lain dalam hidupnya. Hidup ini serba kurang, gelisah dan keluh kesah. Padahal
jika melihat ke bawah, kita masih jauh lebih baik dari kebanyakan orang yang
lain. Karenanya Nabi memerintahkan untuk melihat orang yang dibawah kita secara
nikmat agar tidak mudah meremehkan nikmat Allah, sekecil apapun.
Bersyukur
kepada Allah, kebaikannya tidak dikirimkan kepada Allah yang disyukuri. Tetapi
kembali kepada hamba yang bersyukur itu sendiri. {وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ}
“Sesungguhnya
manfaat dan pahalanya kembali bagi mereka yang bersyukur.” (Ibnu Katsir dalam
tafsirnya)
Kata (فَإِنَّمَا)
semakin menguatkan bahwa kebaikannya syukur itu benar-benar hanya kembali
kepada hamba yang bersyukur.
Maka,
teruslah memupuk rasa syukur agar ilalang keluh kesah itu perlahan layu dan
mati. Untuk menumbuhkan berbagai pohon kebaikan yang lebih manfaat.
Hikmah
dan Syukur. Menjadi orang tua yang memiliki hikmah dan menjadi orang tua yang
pandai bersyukur. Semua kebaikannya akan kembali kepada mereka yang memiliki
hikmah dan pandai bersyukur. Di antara kebaikan itu adalah anak-anak yang terus
bergerak menuju sebuah perubahan yang baik dari hari ke hari. Dengan panduan
nasehat-nasehat.
Bukankah
itu harapan kita semua?
Foto IG @atinprihatiningsih15
Post a Comment