Bahagia Itu di Jiwa
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Dimanakah kebahagiaan itu engkau letakkan? Berapa banyak yang menjadikan kata “bahagia” sebagai impian termewah sehingga harus berpayah-payah untuk mendapatkannya. Ada yang tak mengenal kata bahagia sebagaimana ia tak mengenal udara yang masuk ke dalam rongga dadanya, sebab kebahagiaan itu ada bersamanya. Sesekali berkurang, itu biasa. Tetap selebihnya ia menjalani hidup dengan bahagia. Teriknya tak menyusahkan, hujannya ia rasakan sebagai nikmat.
Hampir-hampir tak ada kata bahagia (سعادة) yang kutemukan dalam Al-Qur’an, kecuali dua kali saja. Dua-duanya ada di dalam surat Hud. Keduanya berhubungan dengan akhirat, salah satunya berbentuk pasif. Maka jika engkau keliru mencarinya, mengira sedang mengejar kebahagiaan, padahal ia hanya kegembiraan yang segera (farah). Gembira dengan segera, hampa dengan segera. Sesaat gembira, sesudah itu kembali kering jiwanya. Sehabis bulan madu, tinggallah bulan-bulan empedu.
Kemanakah engkau mencari bahagia? Dimanakah ia engkau simpan? Dalam dirimu, ataukah dalam gemerlap like dan tepuk tangan? Di tempat yang dekat ataukah di tempat-tempat jauh yang engkau hanya dapat menemukannya saat liburan?
Sangat berbeda antara makan enak dengan makan nikmat. Berapa banyak makanan yang disusun rapi, berhias indah di kanan kiri, bertabur gengsi dan harga diri, tetapi ia tak menghadirkan nikmat sepenuh hati. Sementara di saat yang sama, betapa banyak yang makan amat nikmat, dengan lauk sederhana duduk di pematang sawah, ikan asin sepotong pun dibagi dua. Tetapi duhai, alangkah murni kebahagiaan tersirat di wajah mereka. Bukan hanya saat makan.
Lalu sebagian mengira bahwa duduk di pematang sawah dengan nasi bungkus daun itulah sebab bahagia. Berkotor-kotor celana mereka tempuh. Tetapi hanya kegembiraan bercerita yang didapat. Sebab bahagia itu di jiwa. Bukan di sawah.
Mohammad Fauzil Adhim, Guru, Motivator, dan Penulis Buku
Foto budiccline
Post a Comment