Indahnya Persatuan dan Tercelanya Perpecahan


DALAM Pertemuan Ulama dan Dai Asia Tenggara, Afrika dan Eropa ke-V (3-6 Juli 2018), ada satu buku menarik yang dibagikan secara gratis untuk setiap peserta.
Judul buku itu: “Risâlah fî al-Hatstsi ‘ala Jam’i Kalimah al-Muslimîn wa Dzammu al-Tafarruq wa al-Ikhtilâf” karya Syeikh Abdurrahman bin Nashir bin Sa’di. Yang memiliki subtansi pesan penting terkait indahnya persatuan dan tercelanya perpecahan dan perbedaan (yang merenggut persatuan).
Risalah kecil ini sesuai dengan judul besar Pertemuan Tahunan antar ulama dan dai ini yang mengangkat tema “Wa’tashimû” yang mengandung pesan perintah untuk berpegang teguh pada “tali Allah” dan larangan berpecah belah antar sesama umat Islam. Ini terinspirasi dari Surah Ali Imran [3], ayat 103. Sebuah judul brilian di tengah kondisi umat yang rawan terpecah belah di tengah perbedaan yang acap kali merenggut persatuan.
Poin-poin besar yang dibahas dalam buku ini adalah: Pertama, berpegang teguh pada tali Allah adalah termasuk pesan besar yang diperintahkan Allah. Kedua, nasihat persatuan dan peringatan atas bahaya perpecahan untuk orang Islam.
Ketiga, contoh konkret nabi dalam sirah nabawiyah terkait hal ini. Keempat, bahaya perpecahan. Kelima, faedah persatuan umat Islam serta usaha untuk mewujudkannya. Keenam, tak menjadikan perpecahan dalam masalah keagamaan sebagai pemicu perpecahan.
Perintah berpegang teguh dan persatuan ini tercermin di antaranya dalam Surah Ali Imran [3], ayat 103 dan 104. Setelah Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa dan mati dalam keadaan Islam, pesan yang disampaikan berikutnya adalah berpegang teguh kepada Allah dan larangan perpecahan. Nabi pun dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, melarang dengan keras perpecahan ini;
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم – لا تحاسدوا ، و لا تناجشوا ، و لا تباغضوا و لا تدابروا ، و لا يبع بعضكم على بيع بعض ، و كونوا عباد الله إخوانا ، السلم أخو المسلم لا يظلمه و لا يخذله ، و لا يكذبه و لا يحقره ، التقوى ها هنا – و يشير إلى صدره ثلاث مرات – بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم كل المسلم على المسلم حرام دمه و ماله و عرضه – رواه مسلم
Rasulullah bersabda,
“Janganlah kamu saling dengki mendengki, tipu menipu, benci membenci, belakang membelakangi antara satu sama lain. Janganlah sebahagian kamu menjual barangan atas jualan orang lain. Hendaklah kamu menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim; dia tidak boleh menzaliminya, membiarkannya (dalam kehinaan), membohonginya.” [HR: Muslim]
Sehubungan dengan itu, maka pesan dan nasihat paling besar yang ditujukan pada umat Islam adalah selalu berusaha sekuat tenaga untuk menyatukan hati umat, berkumpul dengan mereka dan menanggulangi perpecahan umat.
Dalam hadits shahih riwayat Bukhari, pesan nabi kepada kaum Anshar penting untuk dicermati, “Wahai sekalian kaum Anshar! Bukankan aku dapati kalian dalam keadaan sesat lalu Allah berikan kalian hidayah dengan sebab aku? Dahulu kalian berpecah belah lalu Allah menyatukan hati kalian dengan sebab aku ?” Pesan ini disampaikan pasca Perang Hunain, yang hampir menyulut perpecahan akibat pembagian harta rampasan perang. Di sini, terlihat jelas betapa besarnya nikmat persatuan.
Pesan itu juga bisa terlihat jelas berdasarkan kacamata sejarah, bahwa nabi begitu menekankan persatuan ini. Ketika sebagian sahabat ada yang menyarankan beliau untuk membunuh orang-orang munafik, pesan penting yang disampaikan adalah, “Jangan sampai orang-orang berbicara bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ini menunjukkan betapa nabi sangat menjaga umat dari perpecahan.
Di samping itu, tidak membuat orang yang belum masuk Islam takut masuk ke dalamnya.
Kemudian, persatuan umat Islam mengandung manfaat yang sangat besar, di antaranya: menyatukan kekuatan agama Islam sehingga mereka mendapat kemuliaan dan amanah kekuasaan untuk mengatur dunia. Selain itu, islam dan iman akan semakin bertambah. Yang tak kalah penting, usaha untuk mewujudkannya adalah bagian dari ketaatan yang paling besar.
Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad nabi menjelaskan bahwa yang lebih besar dari derajat puasa, shalat malam dan sedekah adalah mendamaikan orang yang berselisih karena itu bisa menghancurkan agama.
Dengan demikian, usaha untuk menyatukan umat dan memperingatkan mereka dari hal-hal yang bisa menimbulkan perpecahan harus senantiasa diusahakan karena ini sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Wujudnya dengan suka memaafkan, memiliki hati yang lapang dan bersih, tidak membalas kejelakan orang dengan kejelekan dan lain sebagainya.
Nabi sendiri suka memaafkan, bahkan kepada orang non-Islam sekalipun. Ketika beliau dilempari batu oleh penduduk Thaif, lalu malaikat menawarkan untuk menghancurkan mereka, nabi malah berdoa;
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَومي، فَإِنَّهُمْ لا يَعْلَمُوْنَ
“Ya Allah ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka tidak tahu.” (HR. Bukhari)
Yang tidak kalah penting –sebagai pesan dari buku ini- adalah ketika terjadi perbedaan dalam masalah agama yang masuk dalam ranah ijtihad, maka jangan sampai menimbulkan perpecahan.
Para sahabat, tabiin dan orang-orang sesudahnya ada perbedaan dalam masalah ijtihadi, namun itu tak membuat mereka memaksa yang tak sepaham untuk mengikutinya atau bahkan menyesatkannya.
Pesan-pesan dalam buku ini sangat relevan dan penting utamanya untuk umat Islam yang rentan terpecah akibat perbedaan-perbedaan yang tak prinsipil.
Melalui risalah ini dan pertemuan ulama dan dai yang mengangkat spirit persatuan, semoga kekuatan umat bisa disatukan dan umat Islam menjadi semakin kuat dan bermartabat.*/Hidayatullah.com
Powered by Blogger.
close