Peran Sekolah dalam Menangkal Pornografi





Oleh : Galih Setiawan

Maraknya penggunaan media dan gadget digital masa kini bisa diibaratkan seperti pisau bermata dua. Di satu sisi,gadget memudahkan akses ilmu pengetahuan dan informasi, namun di sisi lain juga menyuguhkan “pengetahuan berbahaya” seperti pornografi yang harus diproteksi dari anak-anak kita. Psikolog anak dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman menyatakan bahwa dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh pornografi ini bahkan jauh lebih berbahaya daripada narkoba.

Otak anak yang rusak akibat pornografi diibaratkan seperti sebuah mobil yang bagian depannya mengalami kerusakan parah akibat tabrakan. Pre Frontal Cortex (PFC) atau bagian otak depan anak adalah bagian otak yang menjadi rusak jika telah kecanduan pornografi. Padahal, fungsi dari PFC pada otak adalah untuk merencanakan, mengendalikan emosi, mengambil keputusan, dan berpikir kritis dan lainnya. Fungsi PFC ini terus berkembang dan akan matang pada usia 25 tahun, maka bayangkanlah jika dalam tahap perkembangannya fungsi ini telah rusak bahkan sebelum mencapai kematangan.

Elly Risman menerangkan, sekolah mempunyai peran penting dalam mencegah penyebaran virus pornografi. Untuk itu, terdapat hal-hal yang dapat dilakukan para guru untuk mencegah pornografi. Menurut Elly, sekolah perlu mengingatkan bahaya pornografi dengan memberi pengetahuan. Pengetahuan tentang apa, mengapa dan bagaimana pornografi merusak otak.

Di sisi lain, para guru juga harus menjadi teladan bagi siswa. Dengan kata lain, tidak memberi contoh yang dapat mendorong siswa untuk menyukai pornografi. Guru yang berhubungan dengan teknologi informasi (TI) juga harus bisa mengarahkan murid-murid untuk menggunakan TI dengan tepat.

Jika ada tugas yang menggunakan fasilitas internet, guru wajib mengingatkan untuk menghindari gambar-gambar yang mengandung pornografi. Hal ini karena berpotensi muncul saat pencarian tugas.

Fasilitas internet di sekolah juga hendaknya diperiksa secara teratur untuk melihat adakah konten pornografi yang sering diunduh. Elly juga menyarankan sekolah untuk membuat aturan tegas tentang penggunaan gadget. Guru harus mengingatkan penggunaan yang berlebihan dapat membuat siswa tidak fokus mengerjakan tugas.

Selain itu, kerja sama antara guru dan orangtua menjadi hal terpenting. Selain itu, sekolah juga perlu mendeteksi bersama tingkat kecanduan anak apakah masih pada main-main, berbahaya atau kecanduan. Selanjutnya adalah melakukan pengawasan pada fasilitas dan kegiatan sekolah yang memiliki peluang bagi murid untuk mengakses konten pornografi, seperti toilet dan kelas kosong. Bila memungkinkan, sekolah perlu memasang kamera pantau (CCTV).

Sementara itu, jika terdapat siswa terdeteksi kecanduan, sekolah patut menjaga identitas anak. Sekolah diharapkan tidak menyebarkan informasi tersebut. Walaupun ada pertemuan dengan orangtua siswa terkait, sekolah sebaiknya melakukannya di waktu yang tidak beresiko diketahui orang lain.

Selain pornografi yang mengaktifkan hormon seksual, ada satu kebiasaan lain yang tidakkalah berbahaya, yang juga menjadi salah satu celah masukpornografi, yakni aktivitas pacaran. Apalagi film-film remaja saat ini begitu vulgar mengajak anak untuk berpacaran dan berhubungan seks secara bebas. Karena itu, orangtua juga harus ikut waspada terhadap serangan pornografi yang mengintai anak.

Jangan hanya berharap kepada sekolah untuk mengajari nilai-nilai agama pada anak. Orangtua harus ikut berperan aktif membangun moral agama pada diri anaknya sendiri. Kembalikan peran ibu dan ayah pada tempatnya. Dan para orangtua harus lebih dulu hadir dalam kehidupan anaknya, bukan mereka yang punya kepentingan bisnis pornografi yang hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Sebab anak-anak yang jiwanya selalu merasa sendiri, booring, stress, dan lelah akan sangat gampang dimasuki oleh industri pornografi.||


Penulis : Galih Setiawan, Sekretaris Redaksi Majalah Fahma
Foto      : Google 
Powered by Blogger.
close