Seburuk-buruk Penghafal Qur’an
Oleh : Nur Fitriyana
Assalaamu
‘alaikum wa rohmatullahi wa barokaatuh
Salam
jumpa para pembaca, orangtua, guru dan pemerhati pendidikan semua.
Alhamdulillah, kita berjumpalagi dengan kisah Fahma. Semoga keberkahan
senantiasa menaungi kita semuanya.Pada kisah kali ini, kita akan belajar pada kisah
kemuliaan para penghafal Al Qur’an.
Selamat
menyimak
.
Peristiwa Perang Yamamah, perang menghadapi bani Hanifah, kaumnya
Musailimah al-Kadzab, adalah bentrok paling sengit versus kelompok murtad.
Perang ini memiliki cerita tersendiri bagi penghafal Alquran. Panglima pasukan,
Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu, memberi mandat kepada pemegang bendera. Bendera tak boleh jatuh
dari tangan mereka kecuali karena mati. Dan jangan pula diambil dari mereka
kecuali sebelumnya ruh mereka telah diambil.
Bendera Muhajirin dipanggul oleh Abdullah bin Hafsh bin Ghanim
al-Qurasyi. Panji Muhajirin terus berkibar bersamanya hingga ia terbunuh.
Kemudian diserahkan kepada Salim, maula Abi Hudzaifah radhiallahu ‘anhu. Salim mengatakan, “Aku tidak mengerti, mengapa
kalian serahi aku bendera ini? Menurut kalian penghafal Alquran akan teguh
kokoh hingga wafat, sebagaimana pemegang sebelumnya?”
Orang-orang Muhajirin mengatakan, “Iya, lihat apa yang akan
terjadi nanti? Apa engkau khawatir kami ditimpa kekalahan karenamu?”
“Kalau seperti itu, maka aku adalah seburuk-buruk penghafal
Alquran,” bantah Salim menepis keraguan kaumnya.
Salim mengepal panji muhajirin. Dia tahu, hal ini adalah
perjanjiannya dengan Allah dan kaum muslimin. Janji untuk tidak menyerah dan
membiarkan bendera pupus terlepas. Salim genggam erat bendera dengan tangan
kanannya, hingga tangan kanannya putus tertebas. Lalu pindah ke tangan kirinya,
hingga mengalami nasib serupa. Kemudian ia apit hingga tersungkur, sampai akhirnya
ruh berpisah dengan jasadnya. Salim pun menepati janjinya. Ia gugur sebagaimana
penghafal Alquran, pemegang panji sebelumnya.
Di saat kritis, Salim bertanya bagaimana keadaan temannya (mantan
tuannya), Abu Hudzaifah, “Apa yang terjadi pada Abu Hudzaifah?” Orang-orang
menjawab, “Ia terbunuh (syahid)”. “Letakkan aku bersamanya,” Salim meminta
dimakamkan satu liang dengan mantan tuannya. Lalu keduanya dikumpulkan dalam
satu makam. Keduanya syahid. Mereka berkumpul di perut bumi sebagaimana waktu
menginjakkan kaki di atasnya. Mereka hidup bersama dan wafat bersama. Mereka
bersama di saat hijrah dan bersama saat kemenangan tiba. Semoga Allah meridhai
keduanya.
Pelajaran:
Alquran adalah panji Islam. Para penghafal
Alquran adalah pemegang panjinya. Oleh karena itu, mereka diprioritaskan
membawa panji Islam di tengah kecamuk perang. Pembawa Alquran adalah mereka
yang membawanya dalam wujud ilmu dan amal. Mereka memuliakan diri dengan
Alquran. Kemudian Islam memuliakan mereka. Dan Allah menjadikan mereka mulia.
Lalu muncul orang-orang yang menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai
barang dagangan. Mereka membaca ayat-ayatnya untuk orang yang wafat.
Mengekspresikan duka cita dan kesedihan. Mereka telah menghinakan diri atas
nama penghafal Alquran. Kemudian Allah hinakan, karena buruknya apa yang mereka
buat.
Puji syukur kepada Allah, di bumi ini tidak pernah kosong dari
penghafal Alquran. Tidak pernah bumi kehilangan mereka para penegak hujjah.
Mereka memenuhi panggilan Allah, terwujud dalam prilaku dan cinta kasih. Tentu
banyak para penghafal Alquran yang memahami apa yang mereka hafali. Mereka
menggagas kebangkitan dengan Alquran itu. Melakukan sesuatu untuk kemuliaan
Islam dan meninggikan panji-panji Alquran. Panji kebenaran, keadlian,
persaudaraan, dan kebaikan untuk kemanusiaan.
Semoga Allah memperbanyak penghafal Alquran. Mereka mengilmui dan
beramal sesuai dengannya.
Penulis : Nur Fitriyana, Pemerhati dunia anak
Foto : Google
Post a Comment