Dzikrul Maut dan Pengendalian Diri
Oleh : Drs. Slamet
Waltoyo
Hampir setiap pekan, saya di
sekolah berhadapan dengan kasus “anak nakal”. Ya, nakal versi sekolah/madrasah.
Mulai dari saling mengejek, berantem, merusak fasilitas sekolah, mengambil
barang orang lain, hingga kasus mendekati zina. Beberapa fakta yang bisa
diungkap; setiap kasus yang ditemukan, saya hampir selalu menghadapi anak yang
sama, kurang dari 5% dari murid di sekolah. Hampir semuanya berlatar belakang
keluarga yang kurang harmonis terutama dalam mendidik anak. Ending kasus,
mereka sadar telah melakukan perbuatan yang tidak pantas, minta maaf, berjanji
tidak mengulangi di hadapan guru dan orangtua. Siap menjalani hukuman.
Meskipun persentasenya kecil,
tetapi tidak ada orangtua yang mau anaknya melakukan kenakalan. Dan motto
penyayang anak adalah;” semua anak adalah anak saya”. Semua guru adalah
penyayang anak, maka semua guru harus berusaha mencegah dan mengatasi
terjadinya kenakalan pada semua anak muridnya.
Dari fakta yang terungkap,
sebenarnya anak-anak tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Bahkan
tidak pantas mereka kerjakan. Tetapi ada dorongan dan kondisi yang membuat
mereka lupa hingga tidak menyadarinya. Inilah yang menjadi kelemahannya, yaitu
kemampuan atau kekuatan untuk mengendalikan diri. Jika ada situasi yang
menyentuh jiwanya, mereka kurang memiliki kekuatan untuk mengontrol dan
mengendalikan diri sehingga segera memberi reaksi “negatif”.
Maka kepada anak tidak cukup
diberikan pengetahuan tentang perilaku baik dan buruk, melainkan harus ada
latihan untuk menguatkan jiwanya. Sehingga mempunyai kekuatan untuk
mengendalikan diri di setiap saat dan keadaan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak
mensyaratkan kepada orang yang beriman untuk bisa melakukan kebaikan adalah
keyakinan adanya Allah dan hari akhir. Ya, selalu diyakini adanya Allah Ta’ala dan hari akhir.
Hari akhir dilalui melalui gerbang
kematian. Hari akhir adalah hari pembalasan. Hari akhir adalah hari
pertanggungjawaban. Manusia harus selalu diingatkan akan pertanggungjawabannya
atas semua yang telah dilakukan. Baik atau buruk, besar atau kecil, ingat atau
lupa, semua pasti dimintai pertanggungjawabannya.
Keyakinan yang harus dibekalkan kepada
anak-anak bahwa bagi seorang muslim kematian adalah pintu gerbang menuju
kehidupan abadi yang berujung pada kebahagiaan (surga) atau kesengsaraan
(neraka). Keyakinan ini akan mengajarkan untuk mempersiapkan sebaik mungkin
untuk mendapatkan kebahagiaan selamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam;”
Orang yang cerdas adalah orang yang mengendalikan diri dan bekerja untuk
kehidupan setelah kematian” (HR.Tirmidzi).
Maka ingat kematian (dzikrul maut)
pada dasarnya adalah melatih jiwa anak untuk terus mengenal dan merasa diawasi
oleh Allah Ta’ala. Kecerdasan
yang akan menyadarkan dan kemudian mengambil tindakan dengan menghindarkan diri
dari tipu daya dan menggiatkan persiapan menuju kampung akhirat. Membongkar
berbagai keburukqan dunia, menyadarkan dunia hanya sebagai hiasan semu dan
sementara. Dengan demikian dzikrul maut akan meringankan segala kesusahan dan
penderitaan dunia
Bahkan dengan mengingat mati akan melembutkan
hati dan menajamkan bashiroh. Karena pasti terus memperbaiki diri dan
memperbanyak amal sholih, berhati-hati dalam bertindak, jangan ada orang lain yang tersakiti.
Bagaimana cara menghidupkan dzikrul maut pada
anak-anak. Pertama guru harus memahami dan menyadari bahkan menjiwai dalam
kehidupannya tetang dzikrul maut. Kedua guru , guru apa saja, harus berusaha
menyisipkan keyakinan ini dalam setiap penyampaian materi pelajaran. Dengan
mengingat pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa anak yang
cerdas adalah yang mampu mengendalikan diri dan memikirkan kehidupan masa
depannya.||
Penulis: Drs. Slamet Waltoyo
Foto : Google
Post a Comment