Menggapai Husnul Khotimah



Oleh : Galih Setiawan, S.Kom.I.

Seorang mantan gitaris grup band Indonesia yang melejit di era 1990-an, pernah mengungkapkan kisah yang menjadi titik awal hijrahnya. Berawal dari sebuah buku tentang kematian yang dibacanya, dia mendapati sebuah hadits yang membuat bulu kuduknya merinding. Dalam buku tersebut, ada hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa seseorang akan diwafatkan sesuai dengan kebiasaan atau keadaan yang dijalankannya, “Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya.” (HR Muslim)

Imam Al-Munaawi menjelaskan hadits tersebut dalam Kitab At-Taysir Syarh Al-Jami’ Ash-Shagir, ‘Seseorang meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu juga’. Hadits ini terus berkecamuk di dalam hati dan pikirannya. Dia khawatir, suatu ketika ketika maut menjemputnya, dia sedang dalam keadaan loncat-loncat di atas panggung. Bagaimana bisa dia meninggal dalam husnul khotimah jika kebiasaan yang paling sering dilakukannya seperti itu. Banyak pembalap yang meninggal saat balapan. Ada juga pesepakbola yang menemui ajalnya saat merumput di lapangan hijau. Namun ada juga kisah indah, seorang pendakwah yang meninggal saat sedang berdakwah. Atau ahlul qur’an yang meninggal saat membaca Al Qur’an.

Di sisi lain, dia juga bimbang. band yang diperkuatnya sedang dalam puncak kejayaan. Setelah berkonsultasi dengan beberapa ustadz, akhirnya dia memilih mundur dari grup bandnya sekitar awal tahun 2000-an. Fokus belajar agama, dan aktif dalam kegiatan dakwah.

Pembaca yang dirahmati Allah, kisah di atas mengingatkan kita bahwa husnul khotimah merupakan dambaan sekaligus harapan terakhir setiap hamba yang beriman dalam hidupnya. Karenanya doa husnul khotimah harus sering dipanjatkan sebagai motifasi dan kesungguhan meraihnya. Husnul khotimah tidak hanya berhubungan dengan orang tua dan lanjut usia. Urusan husnul khotimah adalah urusan setiap orang, tua muda, besar kecil, pejabat maupun rakyat. Karena hakikatnya husnul khotimah juga hak setiap individu muslim di akhir hayatnya.

Secara bahasa, husnul khotimah artinya akhir yang baik, sebuah anugerah Allah Ta’ala untuk mengakhiri kehidupan dengan sebaik-baiknya. Namun seperti juga karunia Allah yang lain, husnul khotimah tidak diraih dengan berpangku tangan, tanpa usaha, perencanaan, dan persiapan yang memadai.

Persiapan itu setidaknya diingatkan oleh ayat Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: Al-Hasyr: 18)

Husnul khotimah merupakan penilaian akhir yang sangat menentukan. Karena boleh jadi, di awal kehidupan seseorang kental dengan kemaksiatan dan dosa, lantas ia bertaubat dan menjadilebih baik di akhir waktu. Namun yang paling aman, tetap istiqamah dengan keimanan dan ketakwaan dari awal hingga akhir usia.

Allah Ta’ala mengingatkan tentang sunnatullah yang berlaku dalam kematian seseorang. Ada yang diwafatkan dalam keadaan husnul khotimah, dan sebaliknya ada yang diwafatkan dalam keadaan su’ul khotimah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); “Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatanpun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Ar-Ra’d: 28). “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam Surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Ar-Ra’d: 32)

Jika masih berharap husnul khotimah, maka kebiasaan dan keadaan harus mulai ditata ke arah yang lebih baik. Semua hal yang kontra atau menjauhkan dari predikat husnul khotimah harus dicegah dan dihindari. Sedang hal-hal yang mendekatkan dan mengarah kepada husnul khotimah diperbanyak dan diperkuat.||


Penulis : Galih Setiawan, S.Kom.I., Redaktur Majalah Fahma 
Foto      : Google 

Powered by Blogger.
close