Pentingnya Dialog dengan Anak
Oleh: Suhartono
Dialog merupakan
salah satu metode mendidik yang sangat baik. Dengan dialog seseorang tidak
merasa digurui. Dengan dialog, akan terungkap motif atau faktor dilakukannya
sebuah perbuatan. Dialog selalu dibutuhkan dalam sebuah proses pendidikan.
Tanpa dialog sebuah pendidikan tidak akan lancar dan sulit membuahkan hasil
yang diharapkan.
Allah Ta’ala lewat Al-Quran telah memberikan
pelajaran berharga bagi manusia. Ayat ayat ini sering dibaca dan diulang-ulang
namun belum banyak yang mengetahui mutiara darinya yaitu kisah dialog antara
Allah Ta’ala dan Iblis la’natullah ‘alaih.
Allah berfirman:
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya
dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. 13. Allah berfirman: “Turunlah
kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya,
maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. 14. Iblis
menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. 15. Allah
berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. 16. Iblis
menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. (Qs. Al-A’raf [07]: 12-16)
Allah yang Maha
Tinggi saja mau berdialog dengan makhluk yang hina seperti Iblis, lalu jika
kita tidak mau berdialog dengan anak atau murid apakah mereka lebih hina dari
Iblis? Tentu tidak bukan. Lewat ayat ini Allah ingin memberikan pelajaran agar
manusia mau berdialog dengan orang yang lebih rendah sekalipun sebagaiamana
Allah berdialog dengan Iblis.
Demikian
pentingnya dialog, maka dalam banyak kesempatan Rasulullah menggunakan metode
ini dalam mendidik para sahabatnya.
Karena itu,
penting rasanya bagi orangtua untuk membuka ruang dialog dengan anak. Di antara
dalil (kisah) yang menunjukkan pendapat dan pandangan anak yang lebih tepat
dibandingkan orangtuanya adalah firman Allah Ta’ala:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu yang berbeda
memberikan keputusan tentang tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh
kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami Menyaksikan keputusan yang
diberikan oleh mereka itu. M alias Kami telah memberikan pemahaman tentang
Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat). Dan bagi masing-masing mereka ,
telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” (QS. Al – Anbiya’: 78-79 )
Perlu diketahui, Nabi Sulaiman adalah anak dari Nabi
Daud ‘alaihimassalam. Demikian pula, dalam Shahih Bukhari melalui jalur
periwayatan Abu Hurairah ra dhiyallahu ‘anhu
“Dahulu ada dua orang wanita yang bersama dua orang
anak. Seekor serigala datang dan memangsa salah satu dari anak
salah. Salah satu wanita ini berkata kepada wanita yang hanya, “Serigala
sejati itu telah memangsa anakmu.” Wanita ini pun menjawab, “Bukan, yang dia
mangsa adalah anakmu.”
Lalu tanggapan pun meminta keputusan hukum kepada Nabi Daud
‘alaihissalam . Nabi Daud memberikan keputusan tentang anak tersebut milik
perempuan yang lebih tua umurnya. Kedua perempuan itu pun pergi untuk Nabi Sulaiman
bin Daud ‘alaihimassalam.
Dia berkata, “Bawakan kepadaku belati, agar aku membelah dua
anak itu.” Mudah-usaha Allah merahmatimu. Dia adalah kambing (perempuan yang
usianya lebih tua). “Lalu Nabi Sulaiman pun memutuskan bahwa anak itu milik
perempuan yang lebih tua.” (HR. Bukhari)
Di antara hikmah dan orangtua meminta pendapat anak dalam
diskusi yang membahas sang anak meminta keluarga tidak dibangun model komando
diktatoris, namun lebih ke pola argumentatif. Oleh karena itu, perlunya orangtua
tidak selalu percaya dengan pendapatnya.
Akan tetapi, orangtua akan mau mendengarkan saran dan pendapat
anak-anak, meminta jika didukung dengan argumen dan argumentasi yang jelas,
sesuai dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh oleh sang anak.||
Penulis : Suhartono, Pemerhati dunia anak
Foto : Google
Post a Comment