Perayaan Cinta Internasional


Oleh : Aya Faina

Februari 2018

Bulan kedua dalam penanggalan Masehi. Banyak yang menyebut sebagai bulan cinta, cokelat dan bunga laris di mana-mana. Tak sedikit orang yang mengaku beragama Islam tahu bahwa perayaan kasih sayang di bulan ini berasal dari budaya Barat. Namun, mata mereka buta, telinga mereka tuli, mulut mereka bisu, antara tidak tahu atau pura-pura tak tahu. Tak pandang usia, anak-anak, remaja, tua hingga muda turut bersukacita menyambutnya. Budaya ikut-ikutan seakan mendarah daging dalam tiap tetes darah yang mengalir ditubuhnya. Saat di zaman sekolah teman-teman saling berbagi cokelat, bahkan dikomando oleh beberapa guru yang mengajar. Bahkan menjadikan momen ini untuk ‘menembak’ teman perempuan dan mendeklarasikan pacaran. Tontonan di televisi tak henti menyiarkan siaran bertema Romeo and Juliet. Ditambah mengudaranya berbaga konser music bertema lagu cinta nan mendayu. Momentum Valentine’s Day biasanya berakhir dengan perayaan zina internasional. Kehormatan wanita tak ada harganya, begitu murah.

Memori Urfa melayang di masa beberapa tahun silam, tatkala dirinya duduk dibangku SMA dan tergabung dalam organisasi Rohis. Bersama teman-temannya turun di jalanan alun-alun kota, dengan membawa berbagai poster menolak Valentine’s Day. Tak lupa sticker dengan tulisan bertema senada dibagikan kepada siapa saja orang yang melintas di Car Free Day tersebut. Senyuman kecil mengembang dibibirnya, melihat sticker yang menempel dalam diary nya. Sticker itu berbunyi, ‘Cintaku tak semurah cokelatmu’ dan juga ‘Yang bawa cokelat akan kalah sama yang kasih seperangkat alat sholat’. Manis sekali!

“Mbak, di medsos pada lebay amat sih! Pakai tagar no valentine’s day segala, norak banget sih!” suara nyaring itu membuyarkan lamunan Urfa. Nampak gadis Ayu berumur belasan mendekatinya.

Urfa menghela nafas perlahan, “Emang kenapa sih, Dik! Kan valentine bukan budaya orang Islam,”

“Tapi kan nggak gitu juga caranya, kita harus hormat dan toleransi sama non-muslim yang merayakan valentine dong! Sampai ada yang bikin spanduk di jalan dengan tulisan gede #SAYNOTOVALENTINE!”

“Terus salahnya dimana?”

“Ya salah, itu kan perayaan keagamaan mereka. Misal ada non muslim yang nulis tagar #NORAMADHANDAY, gimana coba? Nggak terima kan?”

“Jadi gini ya adik sepupuku sayang, cantik, sholihah, sini duduk dulu! Santai, nggak usah ngegas,”

“Tapi jangan lama-lama ya Mbak Urfa, aku mau ke toko beli cokelat buat sahabatku.”
Gadis imut didepannya sungguh polos. Memang tidak mudah lahir di zaman sekulerime seperti ini. Dimana agama dibuang jauh dari kehidupan. Maksiat dianggap wajar, karena biasa dilakukan. Sangat sulit membedakan mana yang benar dan mana yang kelihatannya benar.

“Dik Nisa ikut ngerayain Valentine?” Tanya Urfa selembut mungkin. Karakter sepupunya memang sedikit temperamental dan gampang emosi-an. Oleh karena itu diperlukan pemilihan kata yang pas untuk memahamkannya. Semua ini tak lepas dari kondisi masa kecilnya yang kehilangan figur ayah, dikarenakan perpisahan kedua orangtuanya.

“Iya, emang kenapa? Hampir semua teman sekolahku ikut ngerayain, Bu Tari suruh satu kelas bawa cokelat untuk ditukar sama teman-teman besok!”

Dugaan Urfa tak meleset sesenti pun. “Kamu tahu nggak sejarahnya hari valentine?”

“Valentine kan hari kasih sayang, berbagi cinta, kayak Romeo and Juliet, so sweet banget pokoknya.”

“Eits, tidak sesederhana itu Ferguso! Jadi tahun 270 SM valentine itu awalnya festival yang dirayain kaum pagan Romawi tiap tanggal 15 Februari. Festival itu dinamain Lupercalia, tujuannya buat menghormati Lupa, serigala betina yang menyusui Romulus dan Remus, pendiri kerajaan Romawi.”

Tiba-tiba Nisa menyela, “Lhoh, emang bisa serigala menyusui bayi manusia? Nggak logis.”

“Namanya juga mitologi Yunani, bertentangan sama akal manusia. Tapi anehnya, buanyaakk banget yang percaya. Festival Lupercalia diawali dengan mengorbankan domba atau anjing, lalu para wanita dicambuk memakai cambuk yang dilumuri darah hewan yang dikorbankan, tujuannya buat meningkatkan kesuburan wanita. Namun pada abad ke-5 Paus Gelasius menganggap festival itu bertentangan dengan kepercayaan Kristen. Terus dia menggantinya dengan perayaan untuk mengenang Saint Valentine, yang dilaksanakan tiap 14 Februari.”

“Pernah dengar sih nama Saint Valentine, tapi akum alas baca. Emang sejarahnya gimana?”

“Menurut legenda Saint Valentine adalah pendeta yang hidup antara tahun 214-270 M, masa pemerintahan Claudius II. Dia melarang tentaranya untuk menikah muda, agar kuat di medan perang dan nggak berpikir untuk pulang. Kemudian Saint Valentine secara diam-diam menikahkan tentara muda yang mau menikah. Karena kesal, Kaisar Claudius II agar Valentine dihukum mati. Oleh gereja, Valentine dinobatkan sebagai Santo (orang suci) kematiannya dikenang dan dirayakan masyarakat Kristen Eropa.”

“Kasihan banget ya Saint Valentine, padahal baik eh malah dihukum mati. Emang kaisarnya aja tuh dzalim. Wajar aja Valentine dihormati banget.”

“Dengerin dulu ya sampai selesai! Di abad ke-14 M, hari tersebut jadi perayaan cinta dan romantisme. Di masa penjajahan budaya valentine mulai menyebar ke penjuru dunia. Muncul satu pertanyaan, sebenarnya apa aja sih yang dilakukan pada perayaan Valentine sekarang?”

“Masa nggak tahu sih, Mbak? Kan udah jelas Valentine kan dirayain dengan kasih cokelat, bunga, menebar kasih sayang, begitulah pokoknya.”

“Salah satu universitas Thailand pernah melakukan riset tentang Valentine. Hasilnya 15,4% anak muda usia 16-18tahun menginginkan hubungan seksual pertama kalinya di hari valentine. 12,5% dari yang berusia 19-22 tahun dan 16% dari yang berusia 23-29 tahun menginginkan hal yang sama, hubungan seksual. Menurut peneliti Kristen Mark, hampir 85% pria dan wanita mengatakan hubungan seksual penting saat valentine. Di Indonesia penjualan kondom meningkat 25% menjelang valentine.”

“Masa sih kayak gitu? Perasaan disekolah juga biasa aja, nggak sampai zina kayak gitu.”

“Emang sih nggak semua yang merayakan valentine berujung zina, tapi faktanya nggak sedikit yang ending-nya kesana. Ini coba lihat!” kata Urfa sambal menyodorkan beberapa screenshoot koran online yang memberitakan fakta meningkatnya penjuaan kondom beberapa kota di seluruh Indonesia.

Suasana hening sejenak.

“Lalu, kamu mau pilih mana? Di akhirat nanti pengen kumpul sama Rasulullah atau orang kafir yang kamu tiru, puja-puja dan banggakan gaya budayanya?”

“Mbak Urfa kok nakut-nakutin gitu sih?”

“Bukannya nakutin, Mbak Cuma pengen kamu berpikir aja. Jangan sampai ikut-ikutan dan kebawa arus. Ingat nggak hadist yang diriwayatkan Abu Dawud, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dalam bagian dari mereka.”

***

Foto google
Powered by Blogger.
close