Logo Halal di Restoran
Oleh : Prof. Dr. Indarto, D.E.A
Kita sebagai orangtua, kadang-kadang secara tidak
langsung diingatkan oleh anak-anak untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan
tuntunan agama. Mereka melakukannya itu bukan karena tidak ada yang menyuruh,
namun karena ajaran dari guru-guru mereka di sekolah. Mestinya bukan sekolah
sembarangan yang bisa memberikan pemahaman pada anak-anak seperti itu.
Pemikiran ini muncul ketika saya dan seorang teman sedang
makan malam di sebuah mall di Jakarta,
karena kebetulan saat itu kami berdua ada pertemuan di sana. Pada awalnya kami
tidak berniat makan di mall tersebut
karena jaraknya relatif jauh, dibanding rumah makan padang yang kata
resepsionis hotel dekat, cukup jalan keluar kemudian belok ke kanan. Namun meskipun
kami sudah berjalan sekitar tiga ratus meter, tetapi belum menemukan rumah
makan yang dimaksud. Kami mulai bimbang jangan-jangan petugas hotel itu salah
dalam memberi informasi. Sejauh mata memandangpun sepertinya juga tidak ada
tanda-tanda keberadaan rumah makan itu.
Akhirnya kami putuskan untuk menyeberang jalan,
yang kebetulan tidak jauh dari tempat kami berdiri ada zebra-cross tempat penyeberangan, yang sekaligus dilengkapi dengan
tombol lampu untuk menghentikan kendaraan lewat yang padat sekali. Kalau tidak dilengkapi
dengan lampu merah penghenti kendaraan tersebut, jelas sekali kami akan kesulitan
untuk menyeberang. Setelah beberapa saat meneruskan jalan kaki sambil
mengobrol, akhirnya tanpa terasa sudah sampai di depan mall yang gedungnya bisa terlihat dari hotel itu.
Untungnya restoran-restorannya berada di lantai
satu sehingga kami tidak perlu naik lagi, dan yang membuat kami heran, restoran-restoran
dengan menu yang berbeda-beda itu hampir semuanya penuh dengan pengunjung, sehingga
kami juga sempat bingung mau masuk restoran yang mana. Karena teman saya ini dulu
studi lanjutnya di Jepang, akhirnya kami masuk ke restoran cepat saji masakan
Jepang. Betul, meskipun kami harus antri tetapi karena pelayanannya cepat, sehingga
tidak sampai limabelas menit pesanan kami sudah siap.
Saya termasuk jarang sekali makan masakan Jepang,
kecuali pada saat tugas ke sana. Karena mereka tidak mengenal makanan halal dan
haram, sehingga kita sendiri yang harus ekstra hati-hati. Tetapi karena teman
ini seorang muslim, sehingga saya merasa tenang menyantap menu yang saya pesan.
Namun ada juga keinginan untuk meyakinkan kehalalannya, dan saya bertanya ke beliau.
Dengan mantapnya dia menunjukkan tanda gambar lingkaran hijau yang tertera di
kertas alas makan yang bertuliskan “halal” di tengah dan Majelis Ulama
Indonesia di sekelililingnya.
Ternyata mengapa dia memilih restoran Jepang
tersebut, salah satunya adalah karena adanya lingkaran warna hijau yang terpampang
di papan nama restoran, sedangkan beberapa restoran yang lain tidak ada
tandanya. Sebelumnya beliau sekeluarga jarang memperhatikan keberadaan tanda
halal ketika akan masuk ke sebuah restoran, dengan pertimbangan karena
masyarakat Indonesia mayoritas muslim sehingga harapannya adalah makanan yang
mereka jual juga halal.
Teman tadi mengucap “Alhamdulillah bapak..., semenjak
anak perempuan saya yang bungsu masuk ke SDIT..... (dia menyebut sebuah nama), setiap
kali kami akan makan di sebuah restoran, si bungsu selalu menanyakan gambar
lingkaran hijau tersebut”. Kalau tidak ada, dia tidak mau makan di situ. Si
bungsu selalu mengatakan “Kata ustadzah di sekolahku, kalau makan di restoran
harus dipilih yang ada lingkarannya”, maklum si bungsu belum lancar membaca, dia
hanya hafal dengan bentuk lingkaran hijaunya.
Memang tidak sedikit orangtua yang tersadarkan
untuk lebih hati-hati dalam berkehidupan, karena pelajaran, anjuran ataupun
pembiasaan yang dilakukan oleh para guru di sekolah terhadap anak-anaknya. Namun pembiasaan ini bisa saja tidak
didapatkan apabila mereka dimasukkan di sekolah yang tidak berbasiskan agama.
Mungkin hal ini pula yang mendorong para
orangtua yang lebih senang menyerahkan pendidikannya ke sekolah terpadu berbasiskan
agama, meskipun harus membayar, bahkan yang sangat mahalpun orangtua rela demi
masa depan anak-anaknya. Wallahu A’lam
Bishawab.
Penulis : Prof. Dr. Indarto, D.E.A., Guru Besar Teknik mesin UGM, Pimpinan Redaksi Majalah Fahma
Foto : Google
Post a Comment