Menanamkan Konsep dan Sikap Compassion , Perlukah?



Oleh: Netti Ermawati

Berbagai tagline mengenai perundungan di sekolah sangat marak terjadi. Kasus dan kejadian terjadi nyata dalam lingkungan masyarakat maupun sekolah begitu memprihatinkan sehingga menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan para orangtua terhadap keamanan anak-anak mereka. Terpikir dalam benak mereka, bagaimana kualitas dan kapasitas guru dalam menciptakan dan memelihara lingkungan belajar berkualitas tinggi yang mampu mendukung perkembangan anak secara optimal dan nyaman.

Berbagai hasil riset penelitian mengenai perundungan, latar belakang dan dampak terhadap kesehatan mental pada korban perundungan telah banyak dikaji. Dibutuhkan sebuah kerja keras dan komitmen bersama untuk memutus mata rantai fenomena tersebut, sehingga kemudian muncul satu pertanyaan, seberapa besar peranan guru dan sekolah sebagai sebuah lembaga yang mempunyai peranan penting dari keberlanjutan hidup anak-anak kita?.

Mampukah sekolah dan guru menciptakan sebuah konsep compassion sebagai salah satu kontribusi penting dalam mendidik dan mengajar?  Menurut Dalai Lama (1995), compassion adalah keterbukaan terhadap penderitaan orang lain dengan memunculkan komitmen dalam diri untuk membantunya. Konsep pengenalan compassion sangat dibutuhkan bagi anak-anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungannya. Sikap yang berdasar pada rasa empati kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Sikap yang diharapkan muncul tidak hanya ketika mereka di lingkungan sekolah namun juga ketika berada di lingkungan masyarakat yang plural dan egois, mereka mampu mempertahankan sikap tersebut dan secara tidak sadar muncul secara alamiah, sikap kasih dan sayang tanpa membedakan  ras, yang pada akhirnya muncul kebutuhan ingin membantu dan menolong.

Konsep compassion adalah sikap yang tidak hanya ditanamkan dalam diri anak-anak namun juga perlu ditanamkan dalam diri guru sebagai seorang pengajar. Model teori prososial mengusulkan bahwa guru yang lebih kompeten secara sosial dan emosional memiliki hubungan suportif dengan siswanya, guru terlibat aktif dalam membuat strategi bagaimana membuat manajemen kelas yang lebih efektif, sehingga mencipatkan hubungan yang nyaman, dan terbuka, hubungan siswa dan guru yang saling mendukung, yang pada akhirnya berdampak pada terciptanya sebuah lingkungan yang mampu  membangun karakter yang penuh empati, dan belas kasih.

Konsep compassion adalah cerminan dari ajaran Islam, sesuai dengan nama lain Allah ar Rahman dan ar Rahim. Perhatikanlah firman Allah berikut ini: “Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (At-Taubah: 117). Konsep compassion ini dapat ditemukan di sekolah, suatu lembaga pendidikan yang dirancang khusus untuk mendidik siswanya dalam pengawasan para pengajar atau guru,  sedangkan guru  adalah pendidik dan pengajar. Sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Seandainya lingkungan keluarga dan sekolah berkolaborasi maka bayangkan seberapa kuat dampaknya pada anak-anak kita, tidak hanya pandai secara intelektualitas, namun juga moral yang tercermin dalam konsep compassion.

Bagaimana Islam memandang konsep compassion? Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam, mengajarkan bahwa kasih sayang tidak hanya berlaku pada manusia, melainkan juga pada hewan, tumbuhan dan lingkungan di sekitarnya. Pernah diceritakan Abu Bakar as Shiddiq berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid,Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu”. Untuk mewujudkan bentuk kasih sayang dalam Islam, manusia diajarkan untuk melakukan perbuatan yang nyata, salah satunya menerapkan konsep compassion (kasih sayang) dalam mendidik, mengajar, dan berinteraksi sosial.||


Penulis: Netti Ermawati, Penulis Lepas
Foto    : Google 
Powered by Blogger.
close