Mesin dan Metode


Oleh : RUA Zaenal Fanani

“Pak Ruslan, please, tolong saya …. Nanti sore kan ada pertemuan komite sekolah, saya ingin menyampaikan tentang input sekolah kepada teman-teman sesama pengurus. Apa input sekolah yang diterangkan Pak Ruslan sudah selesai? Cuma tiga itu? Manusia … engh … uang … dan material …?” Hari masih begitu pagi, ketika tiba-tiba Ibu Ilham muncul dan langsung “nerocos” seperti banjir bandang.

Bu Ruslina yang menyiapkan sarapan pagi untuk Angga, agak kaget juga. “Pagi-pagi sekali, Bu Ilham ..”

Bu Ilham menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Maaf ya, bu. Soalnya saya takut keburu nggak ketemu Pak Ruslan. Padahal nanti sore ada pertemuan komite …” Wajah Bu Ilham tampak memelas.

Pak Ruslan hanya bisa terseyum. Sebetulnya pagi ini ada rencana mencuci motor bututnya, baru berangkat mengajar.

“Bawa ember  dan lap, mau nyuci motor ya, Pak? Pak Ruslan terangkan saja dulu, nanti biar sayayang mencucikan motornya …! Please …”

Pak Ruslan tertawa lebar. Bu Ruslina yang mendengar rajukan Bu Ilham pun ikut tersenyum.

“Baiklah, Bu, kita lanjutkan dengan input sekolah yang keempat : Mesin ..”
“Mesin? Anak SD apa ya sudah diajar tentang mesin-mesin to, Pak?” potong Bu Ilham.
“Lho, kita kan sedang berdiskusi tentang input sekolah, bukan isi pelajaran … Jadi, mesin di sini maksudnya bukan pelajaran tentang mesin, tapi input berupa mesin-mesi …”

“Apa maksudnya sekolah itu mirip mobil ya, Pak? Kok pakai mesin segala …” tanya Bu Ilham sambil memonyongkan bibirnya. Tak lupa memperagakan seperti sopir angkot.

“Sekolah membutuhkan berbagai perangkat untuk mendukung pembelajaran. Sekarang ini sudah zaman komputer. Hampir semua sekolah sudah menggunakannya. Kata “mesin” mewakili perangkat teknologi seperti komputer, radio, televisi, LCD, OHP, alat-alat audio-visual, mobil, dsb. Sekarang zaman kan emang semakin canggih. Alat-alat bantu untuk belajar pun makin canggih pula. Sebetulnya tanpa “mesin-mesin” ini kegiatan belajar di sekolah bisa-bisa saja tetap berjalan, tapi tentu kurang optimal …” urai Pak Ruslan.

“Wah, sebagai bendahara saya harus jeli melihat “mesin-mesin” apa yang belum dimiliki sekolah. Kalau Abror dan teman-temannya bisa belajar dengan komputer dan alat-alat bantu yang lain, pasti bisa lebih asyik. Ini tugasnya komite sekolah ya, Pak …”

Pak Ruslan mengangguk. “Yah, bila bisa diusahakan, mengapa tidak? Tapi tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan dan skala prioritas. Dan yang lebih penting lagi adalah pemanfaatannya.jangan sampai setelah dibeli malah tidak pernah digunakan. Atau, tidak punya keterampilan untuk menggunakannya. Ini kan namanya sia-sia, mubazir …”

“Ada yang lebih puentiiing lagi lho, Pak …”

“Apa itu, Bu?”

“Perawatan! Kalau tidak dirawat, alat-alat itu akan mudah rusak. Kalau sedikit-sedikit rusak, bangkrut saya, Pak …” ujar Bur Ilham. Bibirnya, seperti biasa dimonyonkannya dengan penuh semangat.

“Betul. Saya setuju sekali. Ini sering menjadi kelemahan kita.bisa membeli tapi kurang bisa merawat. Input keempat ini memang membutuhkan ketekunan untuk mengadakan dan merawatnya …”
“Oh ya, itu inputyang kempat. Yang kelima?”

“Nah, yang kelima, atau yang treakhir, adalah input berupa metode-metode …”
Bu Ilham tampak mengerutkan keningnya.

“Sebagai lembaga pendidikan, sekolah harus mengembangkan cara-cara, teknik, dan strategi terbaik agar tujuan pendidikan yang telah dicanangkan dapat terwujud. Jadi, metode-metode ini terkait dengan pembelajaran.guru harus berusaha mencari cara yang paling mudah dipahami oleh murid-murid …”

“Wah, ini amat sangat puentiiing sekali, pak!”

“Ya. Boleh dibilang inilah kegiatan paling inti dari sekolah. Kualitas guru ditentukan di sini. Otomatis ini sangat berpengaruh pada prestasi murid-murid dan akhirnya pada kualitas sekolah secara keseluruhan,” tandas Pak Ruslan.

“Tapi, ini kan tugas guru, Pak. Lha, pengurus komite sekolah bisa berbuat apa?”

“Oh, banyak yang bisa dilakukan Komite Sekolah dapat memprogramkan pelatihan-pelatihan guru agar mampu mengajar dengan metode-metode mutakhir. Bisa juga mengadakan buku-buku bacaan untuk penunjang guru. Bisa juga mebiayai studi banding, magang atau mengundang konsultan. Atau, bahkan memberi beasiswa tugas belajar bagi guru-gurunya agar kemampuan mengajarnya meningkat. Sekolah-sekolah yang maju biasanya sangat memperhatikan hal ini. Bukan hanya membangun dan membeli barang-barang saja …”

Mendengar penjelasan Pak Ruslan Bu Ilham tampak terenung. Bibirnya terkatup rapat, sehingga tampak monyong dengan sendirinya. “Wah, kalau mengharapkan sekolahnya maju, komite sekolah memang harus sungguh-sungguh membantu ya, Pak. Kasihan para guru dan pengurus yayasan kalau semuanya dibebankan kepada mereka ..”

Pak Ruslan tertawa lebar. “Begitulah sehaursnya …”

“Makasih, ya Pak. Please, sesuai janji saya, sekarang sebenarnya saya sudah siap mencucikan motornya Pak Ruslan. Tapi berhubung saya melihat Pak Ruslan tidak tega pada saya yang gemuk subur-makmur ini, maka dengan senang hati saya mengurungkannya dan segera pulang. Saya yakin,Pak Ruslan pasti juga tidak rela kalau motor kesayangannya saya yang mencuci. Oke, saya tidak keberatan kok kalau Pak Ruslan mencuci sendiri …”
Pak Ruslan tersenyum.

Penulis : RUA Zaenal FananiKetua Yayasan SPA Indonesia
Foto     : Google 
Powered by Blogger.
close