Pejuang Kreatif Pembuat APD DIY Lahirkan ‘Coverall’ Buatan Sleman dan ‘Faceshield’ T57

KAIN parasut itu dibentangkan. Dengan cepat kemudian dipotong sesuai pola yang ada. Kekurangsempurnaan tidak menghalangi kiprahnya. Bahkan ketika membantu menggunting bahan, kelimabelas penyandang disabilitas daksa itu tidak sungkan ketika ‘melepas’ kaki. Bahkan tanpa kaki sambungan, menjadi lebih luwes untuk ndheprok dan klesotan.


Kesibukan di kediaman Sri Widodo di Desa Donoharjo Ngaglik Sleman, sejak beberapa hari terakhir ini. Para penyandang disabilitas tersebut justru sedang bekerja keras memotong bahan dibuat coverall, alat pelindung diri (APD) dari penularan virus korona. Dalam waktu seminggu, ke-15 keluarga itu harus siap menyediakan 800 coverall yang dipesan RS PKU Muhammadiyah.

“Bagaimanapun, produksi menjadi agak lamban karena memenuhi ketentuan physical distancing. Yang memudahkan, bahan baku pesanan ini parasite dan spundbound sudah disiapkan PKU. Dan 1 gulung bisa untuk 36 coverall,” ujar konsultan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah Ahmad Ma’ruf kepada KR, Kamis (26/3).

Sementara, belasan kilometer dari pedesaan itu, di kawasan perumahan Timoho, sebuah keluarga kecil tampak asyik berkreasi mengisi kegiatan bekerja dan belajar dari rumah dengan kegiatan lain. Dalam waktu sekitar 5 jam, di sela kegiatan utama bekerja atau belajar di rumah, keempat orang tersebut bisa memproduksi 35 buah faceshield dan 15 lagi sedang dalam proses. “Insya Allah, besok bisa didistribusikan 100-an,” ujar Fathul, Rabu (25/3).

Kamis, produk Tim57 Peduli Covid-19 telah rapi dan siap diambil RS JIH dan menurut Fathul akan dibagi ke RS PDHI dan RS milik UII, jika mungkin. “Dengan ukuran 28×28 berbahan mika hanya diperlukan Rp 5.000-an per biji,” ujarnya.
Produk karya Rektor UII Prof Fathul Wahid PhD bersama istri Dr Nurul Indarti dan dua anaknya membuat di sela kegiatan utama di rumah. Bahkan pagi kemarin, putri kecilnya sempat tidak membantu karena harus mengerjakan PR onlinenya. Sementara siang, Fathul harus menguji thesis, bimbingannya juga secara video-conference.

Tenaga medis menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi penularan dan penyebaran virus korona saat ini. Setiap hari keluhan rumahsakit akan minimnya APD terus terdengar. Padahal untuk ‘berperang’ melawan virus tersebut, alatnya harus cukup. Kurangnya ketersediaan APD membuat ada dokter yang disebut harus berjibaku dengan mengenakan jas hujan dan itu sejatinya sangat membahayakan dirinya. Karena APD adalah alat kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan lingkungannya.

Meski berbeda tempat, realita itulah yang membuat Rektor UII Prof Fathul Wahid PhD dan Dosen UMY Ahmad Maíruf MA berpikir untuk berbuat sesuatu. Hanya bedanya, Fathul kemudian berkreasi bersama keluarga membuat helm wajah dan disumbangkan kepada RS.

Sementara Ma’ruf mengemukakan ide pada dr Joko PKU Muhammadiyah dan kemudian sekaligus memberdayakan kelompok disabilitas binaan MPM Muhammadiyah. Sehingga hadirlah coverall ‘made in Sleman’ dan faceshield ‘made in T57’ karena dari Timoho 5 no 7.

Kian sulitnya mendapatkan APD, cukup menyulitkan para tenaga medis di garda depan. Dengan melihat potensi yang ada, Muhammadiyah, kata Ma’ruf mencoba memenuhi kebutuhan antar-PKU dengan memproduksi sendiri. (Fsy)

Sumber : www.krjogja.com
Powered by Blogger.
close