Sekarang Mengerti Siapa Pemimpin Sejati

Oleh : Imam Nawawi

Dahulu, Abu Dzar menemui Nabi dan menyampaikan aspirasi, mengapa dirinya tidak diberi amanah kepemimpinan.
Sambil menepuk pundak Abu Dzar, Nabi SAW berkata, “Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut” (HR Muslim).
Amanat artinya harus dipertanggungjawabkan. Dan, tidak main-main di hari Kiamat harus tanggungjawab. Saat setiap jiwa ketakutan akan dosa dan hisab yang harus dijalani, para pemegang amanah harus siap untuk bertanggungjawab atas kepemimpinannya.
Namun, penjelasan Nabi di atas tidak berlaku bagi orang yang mata hatinya dibutakan dunia. Nabi pun mengabarkan perihal orang-orang yang seperti itu.
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR Bukhari).
Sekarang kita bisa melihat bagaimana para pemimpin di negeri ini, sikap dan perilakunya.
Saat pemilu narasinya indah nan sejuk, akan mensejahterakan kehidupan rakyat. Begitu telah duduk di kursi empuk, mereka justru berbalik. Keluarga kami dulu yang diperiksa Covid-19.
Sebuah media online memberitakan bahwa seorang ketua pimpinan tinggi negara meminta Satgas Covid-19 lakukan rapid tes untuk anggotanya.
Netizen pun berkata bahwa langkah itu benar-benar telah melukai hati rakyat. Tidak seperti pemilu dan kini kalau dihitung satu gedung itu ada 575 orang, kalau masing-masing 4 anggota keluarga sudah 2000-an lebih yang diperiksa. Rakyat benar-benar telah diwakili.
Mengapa itu terjadi? Karena amanah kepemimpinan memang bukan hal ringan. Karena itu dalam Islam tidak boleh amanah itu diberikan kepada yang sangat berambisi mendudukinya. Rasulullah memperingatkan bagaimana merusaknya orang-orang yang seperti itu.
“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi.” (HR Tirmidzi).
Sekarang kita harus membuka mata hati dan pikiran, bahwa ke depan kita harus benar-benar memilih pemimpin yang sejatinya pemimpin.
Sekarang biarkanlah episode ini jadi kebanggaan mereka yang memang mengertinya hanya kehidupan dunia yang tak lebih dari permainan dan sendagurau belaka.
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-An’am [6]: 32).
Orang bertaqwa itu bagaimana?
Menurut Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam bukunya Minhaj adalah orang yang beriman kepada Allah dan dalam keimanannya itu ia menjalankan ketaatan dengan penuh keikhlasan sehingga tidak mungkin melakukan kemaksiatan kepada Allah. (lihat halaman 146).
Jadi, wajar kalau dahulu sejarah peradaban Islam kaya akan sosok pemimpin sejati, karena memang mereka memandang akhirat lebih layak diperjuangkan daripada dunia yang fana, rusak, dan hanya permainan belaka.
Kabar baiknya, sudah muncul berita bahwa ada satu fraksi menolak untuk mengutamakan diri dan institusinya daripada rakyat. Artinya, harapan masih ada dan jangan putus asa. Mari terus melangkah bersama hadirkan pemimpin-pemimpin sejati di negeri ini. Allahu a’lam.*
Bogor, 24 Maret 2020
Imam Nawawi, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah
Powered by Blogger.
close