Tidak Panik, Tidak Pula Meremehkan

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Masih adakah ruang bagi kita untuk menepuk dada? Jalanan lengang, suara menghilang. Bandara sepi, bagai kota tua yang ringkih. Antrean panjang yang biasanya bergemuruh di pagi hari, melatih penumpang untuk sabar menunggu giliran dilayani, pagi itu aku merasakan suasana yang amat berbeda. Hanya satu dua yang bermunculan sehingga jalur khusus bagi frequent flyer seperti tak lagi bermakna.

Aku memasuki ruang tunggu. Ada beberapa orang di situ. Tetapi suasananya sepi, sunyi dan hening. Beberapa penumpang hanya terduduk diam, seakan menghitung helaan nafas, berapa yang telah hilang. Sebuah perubahan yang sangat cepat, tiba-tiba saja membuat orang tercekat. Bertemu orang lain pun sebagian tak berani mendekat. Sedangkan saat tangan disodorkan, banyak yang tak berani berjabat, meskipun ia seorang pejabat.

Oh, manusia.... Alangkah lemah kita ini. Menghadapi virus yang tak tampak mata saja kita tak berdaya, maka masihkah kita sibuk menepuk dada? Masihkah kita bersikeras menganggapnya tak ada hanya agar kita tampak gagah?

Waba' tha'un (penyakit menular yang bersifat epidemik atau endemik) bukan sekali ini. Berulang terjadi di muka bumi, di masa sahabat dan tabi'in pun ada. Jadi bukan di akhir zaman saja.

Tetapi aku termangu saat membaca tulisan ringkas Ustadz Marwan Hadidi, menukil kitab yang ditulis oleh Al-Muwaffaq Baghdadi rahimahuLlah. Delapan ratus tahun yang lalu ditulis dalam Thaba'iul Buldan, bunyinya begini:

والصِّيْنُ أوبأ الأرض، وهي محلُّ الطواعين والأمراض القتالة، وأهلها يتحرزون من ذلك غاية التحرز

"China adalah negara yang paling banyak wabah. Ia menjadi tempat wabah tha'un dan penyakit-penyakit mematikan lainnya. Penduduknya berusaha sekali menjaga diri daripadanya."

Aku tak tahu apa sebabnya, tetapi ini menunjukkan bahwa wabah yang mematikan bukanlah hal yang baru. Telah ada sejak dulu. Tuntunan bagaimana menghadapi wabah pun sudah ada, sebagaimana kita dapati dalam hadis shahih.

Aku termenung di ujung senja sembari berjalan menyusuri bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Di gerbang 15 tempat para penumpang biasa menunggu golf car mengantarkan ke gerbang keberangkatan sesuai tujuan masing-masing, hanya tampak dua orang. Duduk berjauhan. Padahal biasanya harus sabar menunggu sehingga perlu menggunakan nomor antrean. Sejenak aku berhenti, lalu memutuskan masuk deretan kursi tunggu. Suasana pun berubah sesaat. Mungkin karena dirasa ada yang mendekat.

Tak perlu waktu lama untuk menunggu. Dua golf car datang untuk mengangkut tiga orang yang sedang antre. Tentu saja hanya satu golf car yang bergerak membawa kami. Sedangkan golf car yang satunya menunggu penumpang, bukan ditunggu sebagaimana biasa.

Aku pun segera memasuki pesawat yang juga tak sepadat biasanya. Banyak orang memilih menunda atau membatalkan perjalanan. Di antara mereka ada yang membatalkan perjalanan untuk menghindari kematian, padahal kematian itu sangat dekat dengan kita tanpa harus ada wabah. 

Di atas awan, di pesawat yang hening aku belajar mengambil pelajaran. Tentang banyak hal. Termasuk pelajaran sederhana agar tidak pongah karena virus Corona atau apa pun namanya tidak takut kepada orang yang jumawa. Ia menimpa siapa saja dengan izin Allah, sebagaimana virus itu menjauhi siapa saja atas kehendak Allah Jalla wa 'Ala.

Ingatlah firman Allah 'Azza wa Jalla:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. At-Taghabun, 64: 11).

Lalu apakah yang Allah Ta'ala perintahkan kepada kita? Taat. Kalimat sederhana, tetapi sangat berat untuk menjalani sepenuhnya, kecuali bagi orang-orang yang beriman.

Renungi sejenak seruan Allah Ta'ala:

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ ۚ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُ
.
"Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (QS. At-Taghabun, 64: 12).
.
Kita murnikan tauhid dan kuatkan kepasrahan. Tawakkal. Ia bukan bermakna berhenti dan bersikap pasif, tetapi bersungguh-sungguh dalam berupaya seraya berserah diri kepada Allah Jalla wa 'Ala. Kita bersungguh-sungguh terhadap segala hal yang bermanfaat. Bukan berhenti melakukan amal shalih. Jika pun terhalang mengerjakan suatu 'amal, maka perbuatlah 'amal shalih lainnya. Peralihan kepada amal lainnya inilah istirahat bagi seorang mukmin karena istirahat adalah transisi dari satu amal ke amal yang lain (الانتقال من العمل إلى العمل).

Perhatikanlah:

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

"(Dialah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja." (QS. At-Taghabun, 64:13).

Selebihnya, kepada Allah Ta'ala kita memohon:

اللهم إن هذا المرض جندٌ من جنودك تصيب به من تشاء وتصرفه عن من تشاء ، اللهم فاصرفه عنّا وعن بيوتنا وعن أهلينا وأزواجنا و ذرارينا وبلادنا ، وبلاد المسلمين ، واحفظنا مما نخاف ونحذر فأنت خيرٌ حافظا و انت ارحم الراحمين

Allahumma inna hadzal maradha jundun min junuudi-Ka, tushiibu bihii man tasyaa-u wa tashrifuhuu 'an man tasayaa-u,

Allahumma fashrifhu' annaa wa 'an buyutina wa' an ahliina wa azwaajina wa dzararina wa biladina wa biladil muslimin, wahfazhna mimma nakhafu wa nahdzar, fa Anta khairun haafizha wa Anta Arhamur rahimin.

"Ya Allah, penyakit ini adalah tentara di antara tentara-Mu. Engkau palingkan penyakit ini kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau tempatkan kepada siapa yang Engkau kehendaki."

"Ya Allah, jauhkanlah (penyakit) ini dari kami, dari rumah-rumah kami, dari keluarga kami, dari pasangan-pasangan kami, dari anak cucu kami, dari negara kami, dan dari negeri-negeri kaum muslimin."

"Dan jagalah kami dari yang kami takuti dan dari apa yang kami waspadai. Engkaulah sebaik-baik Penjaga dan Engkaulah yang paling Maha Penyayang dari semua yang Penyayang."
.
Terlalu panjang dan susah dihafalkan? Berdo'alah dengan do'a yang diajarkan oleh Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam. Do'a yang sangat ringkas:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyaLlahu ‘anhu berkata, “Khaulah binti Hakim As-Sulaimiyyah radhiyaLlahu ‘anha berkata, ‘Aku telah mendengar Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang singgah di sebuah tempat lalu ia mengucapkan:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari keburukan yang tercipta." Maka tidak ada sesuatu apapun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu’.” (HR. Muslim).

Atau berdo'alah do'a yang khusus memohon dijauhkan dari penyakit yang mengerikan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

“Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, lepra, dan keburukan segala macam penyakit mengerikan lainnya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Kita berdo'a memohon pertolongan. Kita berdo'a meminta dijauhkan dari segala penyakit yang membahayakan dan mengerikan. Dan kita berdo'a agar terhindar dari sombong kepada Allah Ta'ala. Siapakah orang yang menyombongkan diri kepada Allah? Mereka yang tidak mau berdo'a. Dan ini merupakan salah satu dari berbagai penyakit hati.

Teringatlah kita dengan nasehat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Miftah Daris Sa'adah, "Penyakit hati sebenarnya lebih berat daripada penyakit badan, karena akhir dari penyakit badan adalah membawanya kepada kematian, sedangkan penyakit hati membawa kepada kesengsaraan abadi, dan obatnya hanya dengan ilmu (belajar)."

Semoga tulisan sederhana bermanfaat dan barakah.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
Foto BBC News Indonesia
Powered by Blogger.
close