Ada Cerita Keberkahan dalam Wabah

Oleh : Imam Nawawi
Ketika awal hadir, pandemi coronavirus ini benar-benar dirasakan seperti kiamat. Betapa tidak, semakin hari bukan saja yang positif yang tumbang, para tenaga medis pun jadi korban. Bahkan kini, pekerja sektor informal pun merasakan dampak langsung dari konsekuensi wabah itu sendiri secara ekonomi.
Namun, siapa sangka, secara ekonomi pula wabah ini juga mendatangkan berkah tersendiri. Laporan dari Laznas BMH di dua daerah, seperti Makassar dan Malang, para binaan lembaga amil zakat Hidayatullah itu berhasil memberdayakan para mustahik yang memiliki skill menjahit.
“Alhamdulillah di Makassar ada dua yang mendapatkan berkah, yakni yang bisa menjahit dan yang bisa membuat bakul, yang diperlukan BMH untuk penyaluran bantuan ketahanan pangan keluarga terdampak Covid-19 di Makassar,” kata Kepala BMH Perwakilan Sulawesi Selatan Kadir.
Bakul itu sendiri telah menjadi pilihan BMH selama ini setiapkali menyalurkan paket bantuan kepada masyarakat, sebagai wujud komitmen ikut melestarikan lingkungan. Karena kantong plastik memang harus dibatasi penggunaannya, bahkan lebih baik jika bisa diganti dengan yang lebih ramah lingkungan.
Sebagaimana Makassar, Malang pun demikian. Penjahit yang selama ini dibina mendapatkan order bukan saja dari BMH tapi beragam korporasi untuk menjahit masker dengan kualitas yang tidak kalah dari produksi pabrik. Bahkan jika ada sentuhan lebih lanjut, bukan hal yang sulit jika mereka dilatih memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis.
Secara skala, tentu saja berkah ini tidak sebanding dengan yang merasakan musibah wabah secara langsung. Tetapi, dari fakta kecil ini kita bisa belajar banyak bagaimana negeri ini mengambil hikmah nyata untuk kemajuan rakyatnya ke depan.
Pertama, secara langsung dapat kita saksikan bahwa dalam situasi krisis ada cercah harapan secara sosial ekonomi di negeri ini. Para penjahit ini, jika disentuh dengan pelatihan yang memadai, mereka dapat menjadi mitra pemerintah, instansi swasta, bahkan masyarakat luas, dalam hal ini pasar, yang  pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan, wawasan, dan keprofesionalan mereka.
Hal ini akan mendorong ekonomi masyarakat bawah menggeliat, pada saat yang sama publik tidak perlu masuk ke permainan pasar dan isu yang seringkali menjadikan harga suatu kebutuhan melonjak tanpa alasan yang jelas.
Kedua, syariat Islam, dalam hal ini zakat, telah berkontribusi nyata bagi kelangsungan kehidupan warga negara yang sehat dan progressif. Mengapa Laznas BMH dapat membagikan masker dengan jumlah cukup banyak di tengah harga masker pabrik melambung tinggi?
Jawabannya jelas, karena ada masyarakat yang dilatih dan dibina untuk menekuni skill menjahit. Dan, semua itu berlangsung di antaranya karena pendayagunaan dana zakat untuk program yang produktif. Dengan kata lain, pemerintah harus melihat Islam sebagai ajaran sebagai hal  yang wajib didorong dipatuhi dan dijalankan oleh umatnya, sebab salah satu belum terealisasinya angka potensi zakat dikarenakan masih banyak dari kalangan umat Islam yang belum mengerti dan yakin untuk menunaikan zakat.
Ketiga, sejatinya masyarakat adalah mitra terbaik pemerintah dalam menghadapi situasi sulit. Sejauh ini, secara umum masih terkesan rakyat sebatas objek pembangunan. Padahal, rakyat adalah subjek pembangunan.
Andai hal ini dipahami dan menjadi kesadaran unsur pemerintah dari pusat hingga daaerah, maka mengatasi wabah ini tidak perlu ada kegagapan atau pun kegugupan. Hal ini karena pemerintah dengan rakyat seperti dua sisi mata uang, berbeda tapi satu. Inilah PR paling nyata yang harus diselesaikan oleh pemerintahan sekarang.
Pemahaman dan langkah ini harus menjadi pilihan yang disegerakan, karena tidak mungkin bangsa Indonesia bisa survive menghadapi krisis jika potensi yang ada berserakan, satu sama lain bukan saling meneguhkan, tapi malah bertabrakan satu sama lain, sehingga keadaan kian semrawut dan tidak terkendali.
Andai ini dimengerti dan dijadikan pilihan dalam menyusun kebijakan ke depan, maka insya Allah berkah wabah ini akan terus berlanjut, berkesinambungan, sehingga pascawabah, rakyat dan pemerintah Indonesia menjadi satu kekuatan baru yang segar, bersar, dan berpengaruh di kancah dunia.
Sebab, ke depan tidak lagi kepentingan sempit yang menjadi komandan, tetapi kepentingan besar untuk mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa dalam menjadikan Indonesia negara yang penduduknya beriman, bertakwa, adil, makmur, dan siap tampil dalam upaya-upaya positif di tingkat global yang sama-sama kita besarkan sebagai acuan, tujuan, dan nilai perjuangan.
Mungkinkah? Allahu a’lam. Namun yang pasti Pemuda Hidayatullah harus siap dengan kesadaran, gagasan dan cita-cita mulia ini!*
Imam Nawawi, Ketua Pemuda Hidayatullah
Powered by Blogger.
close