Check-Up Akidah Pemimpin Anda!



Oleh: Irwan Nuryana Kurniawan, M. Psi

Karena seorang pemimpin berkewajiban menegakkan agama-Nya (iqamatudin; Ad-Dumaiji [2017]; At-Tuwaijiri [2015] menjelaskan lebih detail yang dimaksudkan iqamatudin sebagai menjaganya, mendakwahkannya, menolak syubhat darinya, menegakkan hukum dan hudud dengan cara menetapkan hukum di antara manusia berdasarkan hukum Allah Ta’ala, dan berjihad di jalan-Nya), dan kepemimpinan yang demikian hanya dapat dicapai dengan keimanan dan amal shaleh (baca QS An-Nu:55), maka pastikan umat Islam tidak menyerahkan segala urusan, perkara, kepercayaan, dan rahasianya kepada orang kafir-munafik-musyrik yang tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagi umat Islam, menyukai apa yang menyusahkan umat Islam, dan telah nyata-nyata kebencian yang besar dari hati dan keluar dari mulutnya (baca QS Ali Imran:118), dan bersedih hati jika umat Islam memperoleh kebaikan (baca QS Ali Imran: 120).

Tidak memilih orang-orang kafir-munafik-musyrik sebagai pemimpin (baca QS An-Nisaa’:144), yang menjadikan agama Islam beserta ajarannya yang diimani oleh umat Islam sebagai buah ejekan dan permainan (baca QS Al-Maidah: 57-58). Mereka akan senantiasa mempergunakan setiap kesempatan untuk melemahkan jiwa keimanan dan keislaman yang dimiliki orang yang beriman, berusaha untuk menyelinap masuk dalamnya. Meninggalkan perintah-Nya dan mengerjakan larangan-Nya, lengah mensyukuri pemberian-Nya dan mencegah memberikan anugerah-Nya dengan kebencian. Mereka memahami dunia sebagai sarana menuju syahwatnya, meskipun dengan cara mendurhakai Tuhan langit dan bumi atau sebagai sarana merealisasikan harapannya untuk mencapai kedudukan dan kenikmatan—suatu kenikmatan yang terkotori dengan kepalsuan, terjerumus kepada perangkap dunia sejak pandangan pertama.

Pastikan segala urusan, perkara, kepercayaan, dan rahasia umat Islam diberikan kepada pemimpin yang beriman  karena pemimpin yang beriman akan senantiasa terhubung dengan akhirat selamanya dan segala kegiatan kepemimpinannya yang ada di dunia ini digerakan dalam rangka mengingat akhirat—siapa pun yang menyibukkan diri dengan sesuatu, maka ia akan memahami kesibukannya: ketika masuk ke sebuah rumah yang makmur, tukang kayu akan melihat ke atap, ahli bangunan akan melihat ke tembok, dan ahli tenun akan melihat tenunan baju. Pemimpin yang beriman jika melihat kegelapan akan teringat kuburan, jika melihat sesuatu yang menyakitkan akan teringat hukuman-Nya, dan jika mendengar suara yang memekik teringat tiupan sangsakala. Jika melihat orang yang tidur teringat kematian dalam kuburannya dan jika melihat kenikmatan  teringat surga. Cara pemahamannya senantiasa berkaitan dengan apa yang sempurna menurut-Nya, dan itulah yang menyibukkan dirinya terhindar dari segala kemaksiatan kepada-Nya.

Termasuk di antara bagian dari akidah Islamiyah adalah setiap muslim mencintai dan mengangkat pemimpin (memberikan kesetiaan) kepada sesama muslim, mencintai para ahli tauhid, orang-orang yang berbuat ikhlas dan menjadikan mereka sebagai pemimpin, membenci dan memusuhi musuh-Nya dan rasul-Nya. Orang-orang mukmin adalah saudara dalam agama dan akidah, walaupun periode hidupnya mungkin jauh. Orang-orang mukmin sejak awal khalifah sampai akhir zaman, walaupun mereka saling berjauhan tempatnya dan berbeda zamannya, adalah tetap saudara yang saling mencintai, saling mendoakan, dan meminta ampunan kepada Allah Ta’ala.

Beruntunglah umat Islam dipimpin oleh pemimpin yang senantiasa berpegang teguh kepada ketakwaan kepada Allah Ta’ala, membiasakan amal saleh, mengubah amal-amal buruk dengan kebaikan, meninggalkan kemungkaran dan melaksanakan yang makruf, tidak menjual kebahagiaan akhirat dengan kebahagiaan dunia, dan senantiasa mengingat firman-Nya, ‘Supaya jangan ada orang yang mengatakan, ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah, sedangkan aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan agama Allah’ (QS Az-Zumar:56). Pemimpin yang senantiasa memperjuangkan agama Allah, bersungguh-sungguh dalam jalan Allah Ta’ala, mencintai Allah Ta’ala, rasul-Nya, dan seluruh kaum mukminin, memerangi kekafiran-kaum kafir, kemunafikan-kaum munafik, kefasikan-kaum fasik, dan kemusyrikan-kaum musyrik.||

Penulis: Irwan Nuryana Kurniawan, M. Psi., Pimpinan Redaksi Fahma, Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia 
Foto   : Google
Powered by Blogger.
close