Kebosanan Perkawinan, Periksa Apa Sebabnya
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Begitulah dunia, ia sangat sementara. Yang dulu dipuja-puja, bahkan
diperjuangkan sekuat tenaga, begitu berlalu masanya akan segera ditinggalkan
orang, teronggok tanpa makna. Kehadirannya menjadi beban, kepergiannya memberi
rasa senang.
Dunia itu sementara. Maka segala sesuatu yang diikat dengan hal-hal yang
bersifat keduniaan alias kesementaraan, ia akan cepat berakhir. Tak sanggup
mengikat kuat-kuat hingga ujung hidup kita. Apalagi sampai akhirat.
Kecantikan itu sementara. Kekayaan itu sementara. Ketenaran juga sangat
sementara, sebagaimana jabatan itu sementara. Kebugaran sementara, seperti
halnya kekuasaan juga sementara. Maka jika engkau menikahinya karena
sebab-sebab yang hanya menawarkan kesementaraan, engkau pun menarik perhatian
dan meraih kesediaannya berumah-tangga dengan kesementaraan pula, sangat wajar
jika usai bulan madu tinggallah bulan-bulan empedu.
Alasan dunia menjadikan sesuatu mudah sirna, meskipun itu amal akhirat.
Sebaliknya dunia yang engkau genggam dan perjuangkan dalam rangka akhirat, maka
ia menjadi pembuka pintu-pintu barakah.
Maka jika baru beberapa hari di rumah, sebulan pun belum, selalu bersama
dengannya telah membuatmu jengah, segera periksa. Jangan-jangan ada yang salah.
Boleh jadi yang engkau kira amal akhirat, dunia juga tujuan sesungguhnya.
Umrah, haji, puasa maupun shadaqah itu amal akhirat, tetapi jika dunia yang
menjadi tujuan, maka akhirat terlepas, sementara dunia belum tentu didapatkan.
Mendengarkan istri seraya memperhatikannya, mengenakan wewangian yang ia suka, bercanda
dengannya atau berbagai hal yang tampak dunia, jika kita melakukannya
sungguh-sungguh dalam menegakkan perintah mempergauli istri dengan baik
(mu’asyarah bil ma’ruf), sungguh itu semua mendatangkan kebaikan yang besar
dari sisi-Nya serta kebahagiaan sebagai dampaknya.
Tetapi jika kebaikan-kebaikan itu dilakukan bersebab takut kepadanya,
bersegera melakukan hal-hal yang menyenangkannya semata agar tidak muncul
kemarahannya, atau berbuat baik hanya untuk dapat bersenang-senang dengannya,
maka hanya beberapa hari bersama di rumah sudah cukup untuk menciptakan
kebosanan yang susah dihilangkan. Padahal semakin tua usia kita akan semakin
banyak waktu kita bersamanya. Berdua saja. Meskipun boleh jadi di rumah banyak
yang menemani kita.
Bukankah setiap orang pasti mengalami kebosanan perkawinan? Tidak. Jika
engkau mengalaminya, bukan berarti setiap orang pasti pernah mengalaminya
dengan kadar yang berbeda-beda. Kalau saat ini engkau merasakan kebosanan
perkawinan, berhentilah sejenak, periksa apa sebabnya.
Masih belum menemukan jawabnya? Tengoklah tuntunan agama ini. Periksa
dengan seksama dan jernih. Tetapi berhati-hatilah dengan apa-apa yang disangka
dari agama, padahal sebenarnya tidak ada. Agama hanya menjadi stiker saja.
Sementara isi dan ruhnya justru bertentangan dengan agama.
Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting
Post a Comment