Memeriksa Iman Kita


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Belum tibakah masanya bagi kita untuk belajar memegangi agama ini? Apa yang kita alami belumlah seberapa. Kelak akan ada masa yang semoga Allah ‘Azza wa Jalla selamatkan darinya, masa yang sangat berat, amat jauh lebih berat dibandingkan keadaan kita sekarang. Hari ini kita masih dapat memesan makanan melalui layanan online atau menghubungi kenalan yang jualan. Akan tetapi di masa itu, kelak akan terjadi, orang-orang beriman hanya berharap dapat menegakkan punggung untuk taat kepada-Nya dan menahan nyerinya lapar dengan memuji Allah ‘Azza wa Jalla. Tiap kali lapar yang amat sangat itu mendera, maka ia basahi lisannya dengan membaca “subhanaLlah…. subhanaLlah…. subhanaLlah….” Seraya sungguh-sungguh memuji Allah Ta’ala dan mengharap kasih-sayang-Nya.
Belum tibakah masanya kita untuk kembali menundukkan hati dan jiwa kita kepada agama ini? Atas sebab apakah hati kita begitu keras? Menyeru manusia untuk berlemah-lembut, mengharap orang lain dapat meneduhkan hati, tetapi hati kita keras kepada mereka.
Aku teringat seruan Allah ‘Azza wa Jalla di dalam kitab suci-Nya yang mulia. Allah Ta’ala berseru:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran, 3: 104).

Tentang apakah ia? Orang-orang dari dua suku yang senantiasa bermusuhan satu sama lain, hampir tak mengenal kata damai. Lalu iman Islam ini masuk ke dalam dada mereka. Allah persatukan hati mereka sehingga mereka layaknya orang yang bersaudara, dan sesungguhnya mereka bersaudara atas dasar iman ini. Padahal sebelumnya hampir-hampir saja mereka terjatuh ke jurang neraka.

Lalu kemanakah iman kita sehingga hati kita begitu kerasnya? Ataukah kita yang tak lagi berpegang teguh kepada tali Allah, sehingga mudah bercerai berai? Mudah lisan membantah dengan bantahan yang mencerca meski ilmu tak seberapa. Mudah pula hati kita goyah sehingga setiap kali ada yang datang membawakan beberapa baris kalimat yang tampak hebat, tak mau kita menengok apa yang dituntunkan agama. Tak sedikit yang menggunakan duga-duga, atau datang dengan membawa berita yang seolah nyata. Padahal bukankah agamamu ini telah mengajarkan agar memeriksa dulu setiap berita yang datang dari orang fasik? Maka apatah lagi dengan berita yang tak jelas asal muasalnya, lebih terlarang lagi mengambilnya sebelum jelas shahihnya.

Belum tibakah masanya bagi kita untuk memeriksa iman kita? Masih adakah meskipun hanya secuil? Atas sebab apakah engkau mengurung diri di rumahmu? Jika engkau tinggal di rumah karena takut kematian, sungguh kematian itu dapat terjadi kapan saja, dimana saja, meskipun di tempat yang paling tersembunyi. Ataukah engkau berdiam di rumah karena besarnya rasa takutmu menyelisihi nasehat para ulama? Jika ini yang terjadi pada dirimu, semoga Allah Ta’ala muliakan hidupmu, limpahkan barakah bagi keluarga dan keturunanmu. Ataukah engkau menahan dirimu untuk tinggal di rumah disebabkan takut menzalimi orang lain dan untuk menjauhkan mafsadat? Jika ini yang menggerakkanmu, semoga Allah ‘Azza wa Jalla terangi hidupmu, keluargamu dan keturunanmu selama di dunia hingga di Yaumil Qiyamah kelak.

Di saat yang sama, aku lihat banyak yang tetap melangkah keluar rumah seperti biasa. Salahkah mereka jika tidak tinggal di dalam rumah, sementara seharian keluar rumah pun kadangkala hanya menguras airmata? Tak ada yang mereka makan. Tak ada yang dapat mereka harapkan, meskipun sekedar untuk mempertahankan hidup, kecuali harus keluar rumah bertarung nyawa demi sesuap nasi. Maka bagi mereka yang memberanikan diri karena tidak ada pilihan lain kecuali harus keluar rumah, semoga Allah ‘Azza wa Jalla berikan penjagaan dan keselamatan dari segala macam fitnah. Semoga pula Allah Ta’ala karuniai keselamatan dan kemuliaan kepada mereka yang tidak bisa tidak kecuali harus keluar rumah karena pada dirinya ada fardhu kifayah sehingga sekiranya ia tidak melakukan, niscaya tidak ada yang dapat bertahan untuk tinggal di rumah saja.

Yang buruk ialah, mereka yang keluar karena meremehkan seraya mengolok-olok seruan untuk tinggal di rumah saja. Baginya tak ada kebaikan. Dan ini bukanlah keberanian. Ini merupakan kesombongan yang beriring sikap meremehkan. Semoga bagi mereka yang seperti itu, segera menginsyafi buruknya sikap yang ada pada dirinya. Ingatlah, sesungguhnya Iblis pada awalnya adalah ahli ‘ibadah. Tetapi ia meremehkan Adam, menyombongkan diri darinya dan menolak tunduk karena merasa lebih baik.
Tak setiap saat ahlul ‘ilmi bersepakat dalam satu pendapat. Itu hal yang biasa terjadi sejauh adab masih dijaga dan penghormatan kepada saudaranya masih dijunjung tinggi. Tetapi ada yang sibuk berbantah-bantahan hanya mengandalkan praduga; persangkaan-persangkaan yang entah datang darimana, atau hanya menyandarkan pada logika yang lemah dan qiyas yang fasid. Ada pula juhala yang lantang menentang para fuqaha. Yang demikian inilah bukanlah termasuk perbedaan pendapat. Ini adalah musibah yang semoga kita dijauhkan darinya sejauh-jauhnya. Sungguh berat tanggung-jawab mereka.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
Powered by Blogger.
close