Adab Guru dalam Mengajar
Seorang ‘alim bertanggungjawab atas ilmu nya untuk diajarkan kepada orang lain. Berikut adab-adab yang harus diperhatikan dalam mengajarkan ilmu :
Pertama : hendaklah bersuci dari hadats dan
junub, bersihkan diri, memakai wewangian bagi laki-laki. Bagi kaum wanita,
dipersilahkan menyesuaikan dengan aturan syariat.
Kedua : Saat keluar rumah iringilah dengan
do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam hendak
pula berdzikir disepanjang perjalanan, ucapkan salam kepada yang hadir di
majelis tersebut, jika memungkinkan shalat sunah, kerjakanlah.
Ketiga : Duduk menghadap kiblat, jika
memungkinkan. “Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki pemimpin, dan pemimpin
majelis-majelis adalah yang menghadap kiblat.” Duduk dengan tenang, anggun,
khusuk, tawadhuk dengan duduk yang sopan. Hindari terlalu banyak bergurau dan
tertawa, karena bisa mengurangi wibawa dan menjatuhkan kehormatan.
Bagilah perhatian secara merata, hadapkan
wajah sewajarnya kepada jamaah. Berikan perhatian khusus kepada orang yang
ingin berbicara, bertanya, atau berdiskusi. Hindari mengajar dalam kondisi
ekstrim, missal sangat lapar, haus, sedih, marah, mengantuk, dan sebagainya.
Hal ini agar arah pembicaraan seorang pendidik tetap dalam koridor yang baik.
Keempat : Bukalah pelajaran dengan membaca
sebagian ayat-ayat Al-Qur’an untuk meraup berkah dan keberuntungan. Jangan lupa
mengucapkan taawudz, basmallah, tahmid, bershalawat atas Nabi Muhammad SAW.
Kelima : Perhatikanlah hierarki ilmu, jika
ada pelajaran lebih dari satu yang harus disampaikan, maka dahulukan pelajaran
yang paling penting dan mulia kedudukannya menurut syariat kemudian disusul
keperingkat selanjutnya. Mulailah dengan tafsir Al-Qur’an, hadits, ushuluddin
(akidah), ushul fiqih, dan lain sebagainya.
Sambunglah tema yang seharusnya disambung dan
berhentilah pada tempat yang seharusnya berhenti. Jangan menyebut topik yang
samar-samar lalu menunda pada pertemuan selanjutnya, jelaskan secara utuh tema
tersebut atau tidak menyinggungnya sama sekali untuk ditunda diwaktu yang
tepat. Hindari memperpanjang pelajaran hingga murid merasa bosan atau
sebaliknya, memperpendek sehingga hal penting terlewat.
Keenam : Jangan mengeraskan suara melebihi
kadar yang diperlukan, jangan pula merendahkannya sehingga tidak bisa ditangkap
dengan sempurna oleh para pendengarnya. Jangan bicara terlalu cepat, bicaralah
dengan tenang, sistematis, dan perlahan member kesempatan semuanya untuk
berpikir. Bila selesai satu bagian atau topic, berikan jeda kepada murid untuk
berpikir dan bertanya hal-hal yang harus ditanyakan atau diperjelas.
Ketujuh : Hindarilah majelis dari kegaduhan
yang merusak, juga dari suara-suara yang tidak terkendali dan simpang siur,
hindarilah debat kusir setelah nyata sebuah kebenaran, karena debat kusir bisa
mengeraskan hati dan menimbulkan dendam.
Kedelapan : Tegur murid yang melampau batas
dalam pembelajaran, menampakkan kebengalan, dan kekurangajaran (su’ul adab), enggan
menerima kebenaran, berteriak-teriak, berlaku sombong, bersikap tidak sopan,
tidur, berbicara sendiri dengan temannya, dan sebagainya. Tegurlah dengan cara
yang baik, jangan sampai menimbulkan masalah yang baru dan menimbulkan
kerusakan. Jika majelis bersifat terbuka, maka siapkan asisten/panitia ysng
bagus untuk mengatur jalannya majelis kita.
Kesembilan : Bersikap adil dan tidak pilih
kasih dalam membahas pelajaran dan berbicara. Dengarkan setiap pertanyaan dari
manapun datangnya. Bantu penanya jika kesulitan merangkai kata, padahal engkau
sudah memahami maksud dari pertanyaannya. Jawablah pertanyaan berdasarkan
pengetahuanmu, atau tawarkan kepada hadirin untuk menjawabnya terlebih dahulu.
Berbicalah sesuai kadar akal para hadirin yang dating, jawab pertanyaan sesuai
dengan kondisi yang bertanya.
Pikirkan baik-baik sebelum menjawab
pertanyaan apapun. Pahami pokok masalahnya, teliti dalil-dalilnya, dan periksa
pandangan para ulama terhadapnya. Jangan buru-buru. Jangan malu untuk menjawab
pertanyaan dengan jawaban “aku tidak tahu” jika engkau benar-benar tidak
menguasainya.
Kesepuluh : Bersikap santunlah kepada murid
baru yang tampak hadir dalam mejalis agar tentram dan nyaman. Jangan berlebihan
memandang dan meliriknya, karena merasa asing dan belum kenal, sehingga dia
merasa malu. Jika ada murid baru yang dating bergabung padahal majelis sudah
dimulai, beri waktu dia untuk duduk dengan tenang, karena hal ini telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Kesebelas : Jika engkau menggunakan kalimay
penutup, lebih baik diawali dengan ungkapan yang mengisyaratkan sebuah penutup,
misalnya “ini adalah penutupnya”, “Selanjutnya insyaAllah akan kita bahas pada
pertemuan lain” atau kalimat lainnya yang serupa, nah baru diakhiri dengan
kalimat “Wallahu a’lam”. Sebagian ulama ada yang mengakhiri pelajaran dengan
menyisipkan kisah-kisah ringan penuh hikmah. Misalnya dalam topic sabar,
nasehat, tekun, zuhud, semangat , dan lainnya. Tetapi hati-hatilah memilih
kisah, jangan sampai pendengar justru putus asa mendengar kisahnya. Jika
majelis bubar, maka tunggulah beberapa saat di tempatmu. Hal ini banyak
faedahnya, agar tidak berdesakan dengan murid, apalagi lawan jenis, atau jika
ada murid yang masih ingin bertanya sehingga bisa melayani. Jangan lupa bacalah
doa penutup majelis, agar majelis kita dipenuhi barokah.
Dalam beberapa riwayat, doa kafaratul majelis
ini sebagai penyegel kebaikan sampai hari kiamat, sekaligus penghapus keburukan
dan kesia-siaan di dalamnya.
Keduabelas : Jangan mengajarkan disiplin ilmu
yang engkau tidak mampu atau menyebut-nyebut materi yang tidak engkau kuasai
dengan baik. Karena bisa merugikan diri dan orang lain. Bila itu dilakukan,
maka engkau akan diremehkan dan direndahkan. Banyak mudharat jika mengajarkan
hal yang tidak dikuasai dengan baik, misalnya murid tidak mendapati jalan
tengah dan lebih lagi jika yang diajarkan salah lalu diikuti dan diamalkan oleh
murid tersebut.
Demikian, Wallahu A’lam bishawab.
TMT
Post a Comment