Pemimpin yang Berakhlak

Oleh : Imam Nawawi

Pada dasarnya kalau bicara pemimpin, rasanya setiap jiwa bisa. Terlebih jika melihat kondisi belakangan, di mana pemimpin bisa diambil secara “bebas” yang penting punya dukungan modal kapital, semua bisa diatur.

Akan tetapi, masalah pemimpin bukan masalah biasa. Sebab seorang pemimpin tidak semata dituntut punya fisik yang kuat, kecerdasan yang mendalam, tetapi juga integritas, akhlak, dan karakter yang kuat, sehingga di dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya ia tidak menghasilkan kebijakan melainkan pasti memajukan kecerdasan dan kesejahteraan umat, rakat, bangsa dan negara.

Fakta sejarah mengenai hal ini sangat mudah kita dapati. Nabi Muhammad ï·º sejak awal dididik dengan kejujuran, sehingga beliau tidak pernah sedikit pun bisa diragukan ucapan dan pemikirannya. Hanya saja, karena masyarakatnya jahiliyah, ketika beliau ï·º diangkat sebagai Nabi, semua menolak. Kenapa? Karena “kepentingannya” terganggu. Akan tetapi, Nabi Muhammad ï·º tidak pernah kenal kompromi. Jujur, adil, dan transparan adalah karakter, akhlak, yang terus beliau jaga dalam kepemimpinannya.

Secara tegas Allah Ta’ala pun menyampaikan di dalam Al-Qur’an, bahwa hal yang harus dijaga penuh komitmen adalah kejujuran.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119).

Ayat itu boleh jadi yang menjadi spirit hidup dalam memimpin dari sosok pemimpin bernama Umar bin Khathab ra. Beliau sadar bahwa kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban, maka nyaris dalam 24 jam beliau tidak bergerak melainkan untuk menjamin kehidupan umat positif, baik, tidak ada yang lapar, tidak ada yang terzalimi dan semua mendapatkan hak hidupnya dengan layak.

Kesadaran yang lahir dari keimanan yang kokoh akan tugas dan tanggungjawab kepemimpinan itu menjadikan Umar melalui malam demi malam bukan sekedar ibadah, tetapi juga patroli, mengontrol rakyatnya, barangkali ada yang memerlukan bantuan.

Suatu waktu benar, ditemukan seorang ibu yang harus rela memasak batu demi sekedar menghibur anak-anaknya yang menangis kelaparan. Mengetahui hal itu, Al-Faruq itu langsung bergegas ke baitulmaal dan memikul sendiri sekarung gandum. Kala ajudannya menawarkan tenaganya, dengan singkat Umar menjawab, “Apa kamu mau menanggung dosaku!”

Demikianlah akhlak seorang pemimpin. Ia jujur bahwa kala diberi amanah memimpin bukan dirinya yang jadi prioritas dalam kepemimpinannya. Tetapi rakyat, umat, sehingga keadilan tegak, kesejahteraan terwujud, dan tentu saja pembangunan manusia dapat berjalan dengan baik.

Jujur, itulah pemimpin. Dan, darimana kejujuran akan lahir jika bukan iman? Oleh karena itu, Utsman bin Affan adalah sosok pemimpin yang tak pernah lepas dari Al-Qur’an. Setiap malam ia menghabiskan malam dengan kitabullah, bahkan menjelang hari kematiannya pun, beliau terhunus oleh pedang pada saat membaca Al-Qur’an.

Pemimpin seperti inilah yang ditunggu oleh bangsa dan negara kita. Yakni pemimpin yang jujur dan terbukti kejujurannya dengan ucapan dan tindakannya. Pemimpin yang konkret berpihak pada kepentingan rakyat. Pemimpin yang tak pernah takut kepada siapapun kecuali Allah Ta’ala.

Program-program yang dicanangkan tidak ada yang atas dasar “order” pihak pemodal atau apapun namanya. Semua dirancang, dibuat dan ditetapkan semata-mata atas dasar iman demi terwujudnya masyarakat yang baik dan bertaqwa.

Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS Al-Maidah [5]:2).

Seorang pemimpin yang berakhlak tidak akan pernah menjadikan amanah yang dimilikinya sebagai sarana menumpuk kekayaan dengan melenggangkan semua kepentingan pemodal.

Tolong menolong juga dapat dimaknai sebagai sinergi, kerjasama, musyawarah, sehingga tidak ada ruang bagi seorang pemimpin untuk bersikap tinggi hati. Rasulullah ï·º senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya. Kurang apa lagi beliau ï·º yang setiap saat dibawah “didikan” langsung Allah Ta’ala.

Tetapi demikianlah pemimpin yang berakhlak, senantiasa menghargai, menghormati, orang-orang disekitarnya, sehingga setiap keputusan yang diambil adalah hasil dari kesepekatan semua pihak yang tentu saja lebih menjadikan tim solid dan dapat membawa perubahan positif bagi kehidupan. Adakah pemimpin seperti itu saat ini?

Imam Nawawi , Penulis buku Mindset Surga

Powered by Blogger.
close