Tentang Fithrah dan Tabiat Anak

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Seluruh hadis yang menggunakan perkataan “يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ” (dilahirkan di atas fithrah), sepanjang yang telah saya pelajari, senantiasa secara konsisten menunjuk kedua orangtua sebagai penentunya.

Mari sejenak kita ingat sabda RasuluLlah ﷺ:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fithrah hingga ia fasih (berbicara), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Baihaqi).

Apa pelajaran dari hadis ini? Pertama, anak itu lahir dan tumbuh dalam keadaan fithrah hingga ia dapat bertutur dengan baik menggunakan lisannya (يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ). Kedua, pintu perubahan yang memalingkan anak dari fithrah adalah lisan. Ini merupakan pintu utama yang menjauhkan anak dari fithrah. Ketiga, fithrah itu semakin lama bukan semakin kuat. Ia dapat melemah, dapat pula berbelok sehingga jauh berpaling. Keempat, fithrah merupakan keadaan terbaik yang apabila seseorang sangat dekat dengan fithrah, lebih mudah baginya untuk menerima kebenaran.

Karena begitu mendasarnya fithrah yang manusia diciptakan di atas fithrah itu, maka jangan salah memahami fithrah. Salah memahami akan menyebabkan kedua orangtua salah memperlakukan anaknya, salah pula dalam menghadapi sikap maupun perilaku anak. Yang seharusnya diluruskan, misalnya, justru dibiarkan karena dianggap fithrah. Temperamental misalnya, itu bukan fithrah. Kinestetik juga bukan fithrah. Saya perlu menggaris-bawahi hal ini karena belakangan kerap ada pernyataan sebelum bertanya, misalnya, “Bagaimana menghadapi anak yang fithrahnya mendominasi?” Itu bukan fithrah.

Kerapkali pula orangtua, bahkan guru salah kaprah, nggebyah uyah seolah setiap yang bawaan itu adalah fithrah. Padahal kita telah ditunjukkan, dalam Al-Qur’an misalnya, ada tabi’at dasar manusia yang harus dididik, dikendalikan dan diarahkan karena tabi’at dasar –yang itu bersifat bawaan—merupakan hal yang buruk apabila tidak dididik dan diarahkan dengan baik sesuai dengan tuntunan agama ini.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting
Powered by Blogger.
close