Permainan Sederhana Penuh Makna
Oleh : Maulani, S.Sos.I
Menurut Jean Piaget, “Bagi anak, bermain adalah
sarana mengubah kekuatan potensial dalam diri menjadi pelbagai kemampuan dan
kecakapan. Bermain adalah sarana utama untuk belajar hukum alam, hubungan
antara orang dan obyek”. Dengan bermain
dapat membantu pertumbuhan fisik dan seluruh aspek perkembangan anak (moral dan
agama, fisik, kognitif, bahasa, sosial dan emosional).
Sebagai orang tua
bijak, sadarkah kita sering memilihkan alat main dan permainan yang kurang tepat
untuk buah hati? Karena kita sering terjebak pada asumsi bahwa permainan dan
alat main adalah sarana agar anak tidak rewel, agar anak senang, cukup sebatas
itu saja. Sehingga kita kurang selektif memilihkan mainan dan mengenalkan
permainan untuk anak.
Industri modern merancang berbagai alat main dengan
variatif dan menarik bagi anak-anak, namun tidak semua alat main produksi
pabrik aman untuk anak dari segi bahan dan fungsi alat main itu sendiri.
Sesungguhnya alam sangat potensial menyediakan alat main yang aman untuk anak
selain dapat mengajak mereka lebih mengenal ayat-ayat kauniyah (alam),
mencintai dan peduli pada alam. Seperti memanfaatkan sampah sehingga dapat didaur
ulang menjadi alat main edukatif, misalnya kardus susu yang tidak terpakai
dapat dipotong menjadi beberapa bentuk geometri sehingga dapat menjadi media
untuk anak mengenal bentuk geometri, membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk
bali, membuat kalung dari tangkai daun ketela atau membuat meriam dan
kuda-kudaan dari pelepah pisang.
Melibatkan anak dalam membuat alat main tradisional
adalah langkah nyata dalam membangun kreativitas mereka. Karena dengan
memegang, menyentuh, dan meraba alat main baik dari alam dan
daur ulang, anak dapat bereksplorasi, yaitu menyelidiki, menggali lebih dalam
melalui inderanya juga dapat bereksperimen atau mencoba-coba sebagai wujud
mereka menemukan pengalaman-pengalaman baru saat bermain. Output dari penanaman kreativitas sejak dini adalah anak-anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, tertantang melakukan hal-hal baru, dan
mampu memecahkan berbagai masalah.
Namun fenomena yang terjadi saat ini umumnya anak
kurang mengenal alat main dan permainan tradisional. Mereka lebih akrab dengan
game on line di internet atau handphone. Memang baik
mengenalkan teknologi pada mereka. Namun bisa dicermati, apakah game di
komputer cukup edukatif dan mengena seluruh aspek perkembangan anak? Atau
justru anak-anak kita semakin asyik pada layar komputer dan tidak terbangun
sosial emosionalnya karena enggan berinteraksi dengan orang lain dan tidak
mengenal lingkungan sekitar, memiliki dunia sendiri karena ia bisa mainkan
sebuah permainan seorang diri?
Zaman dulu kita masih sering diperkenalkan orang tua
dengan dolanan anak yang sarat dengan nilai-nilai luhur serta permainan yang
mampu melatih motorik halus, mengenal bilangan, mengenal konsep kanan kiri,
melatih anak untuk bersabar menunggu giliran, jujur, sportif, hati-hati,
mengenal aturan, menjalin interaksi dengan teman, berkomunikasi, mengenal arti toleransi, interaksi sosial, kerja sama tim,
seperti permainan dakon, atau lompat tali, yang dapat melatih bersosialisasi
dan kerjasama, melatih koordinasi mata dengan tangan, mengenal konsep tinggi,
rendah, panjang pendek, juga jamuran, engklek, benthik, cublak-cublak suweng, dan lain-lain.
Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga proses belajar mereka adalah melalui bermain (learning through playing) tentunya dengan permainan sederhana seperti dolanan anak dan alat main tradisional, karena permainan semacam itu memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan kejiwaan, pembentukan karakter dan kehidupan sosial anak di kemudian hari.[]
Maulani, S.Sos.I, Penulis Lepas
Foto : www.merahputih.com
Post a Comment